CI UNS Kenalkan Budaya Shu pada Mahasiswa

UNS – Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta resmi memiliki Confucius Institute (CI) atau Pusat Bahasa Mandarin pada Maret 2019 lalu yang bekerjasama dengan CI Headquaters of Cina (Hanban) dan Xihua University. Harapannya CI dapat menjadi sarana pembelajaran bahasa mandarin dan kebudayaannya bagi sivitas akademika UNS maupun masyarakat umum, khususnya mahasiswa yang ingin melanjutkan studi ke Cina.

Untuk itu, Hanban dan CI menggelar seminar bertajuk Mengenal Budaya Shu dan Aksara Hanzi di Gedung I Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNS, Sabtu (16/11/2019) kemarin. Shu merupakan sebuah negara kuno di lokasi yang sekarang menjadi Provinsi Sichuan. Seminar tersebut diikuti oleh ratusan mahasiswa D3 Bahasa Mandarin Sekolah Vokasi UNS dari angkatan 2017 hingga 2019.

Hadir sebagai pembicara adalah Lu Yu, M.Sc. dari Xihua University dan Elisa Christina M.A., M.Pd. dari Universitas Petra Surabaya. Lu Yu tidak hanya hadir untuk memperkenalkan budaya Shu, tetapi juga memperkenalkan Xihua University dan Kota Chengdu secara lebih khusus yang merupakan lokasi Xihua University. Hal itu dilakukan untuk memberikan gambaran bagi mahasisa dan memfasilitasi mereka yang ingin menempuh studi di sana.

Kota Chengdu yang merupakan ibukota Provinsi Sichuan diperkenalkan oleh Lu Yu dengan beberapa wajah sebagaimana julukannya sebagai Kota Seribu Wajah yaitu dari sisi ekonomi, budaya, pangan, juga infrastruktur. Sichuan menjadi salah satu pusat industri utama di Cina. Chengdu pun ditetapkan pemerintah Cina sebagai pusat sains dan teknologi, perdagangan dan finansial, serta transportasi dan telekomunikasi.

“Chengdu merupakan pusat ekonomi penting, salah satu pusat produksi tekstil dan elektronik. Hampir 70% iPhone di dunia di produksi di sana,” jelas Lu Yu.

Kota ini juga menjadi wilayah percontohan reformasi integrasi komprehensif pedesaan-perkotaan di Cina yang menawarkan modernitas sekaligus kekunoan. Di satu sisi Chengdu memiliki situs-situs bersejarah, tetapi di pusat kota, gedung-gedung megah menggambarkan modernitas.

“Jadi ada sisi kota modern dan kota kuno. Chengdu juga memiliki bunga khas, furonghua. Bahasa latinnya hibiscus mutabilis. Sehingga dijuluki City of Hibiscus (Kota Kembang Sepatu),” imbuh Lu Yu.

Sementara itu, Elisa Christina berbagi perihal filosofi aksara Cina atau hanzi. Ia menuturkan bahwa aksara Cina memiliki filosofi tersendiri sebagaimana aksara Jawa. Hao (好) yang berarti ‘baik’ terdiri dari dua bagian atau huruf berbeda, di mana dua bagian atau huruf berbeda tersebut diartikan sebagai laki-laki dan perempuan.

“Itu menjelaskan bahwa di dunia ini memang harus ada laki-laki dan perempuan, dua jenis yang berbeda agar menjadi baik. Tidak bisa kalau hanya laki-laki saja atau perempuan saja,” tutur Elisa.

Elisa juga menjelaskan tentang kiat-kiat belajar bahasa mandarin. Ia menuturkan bahwa untuk lancar berbahasa mandarin, seseorang harus aktif menggunakannya dalam percakapan sehari-hari.

“Salah satu contohnya adalah murid saya. Dia ditempatkan di asrama yang mengharuskan bercakap dengan bahasa inggris dan mandarin. Orangtuanya juga menerapkan itu di beberapa hari dalam seminggu,” pungkas Elisa. Humas UNS/ Kaffa

Skip to content