Search
Close this search box.

Dema FKIP UNS Gelar Sekolah Legislasi

UNS — Dewan Mahasiswa (Dema) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menggelar Sekolah Legislasi bertajuk “Mewujudkan Legislator Muda Bertalenta dan Berkepribadian Pancasila menuju Indonesia Emas 2045”, Sabtu (7/8/2021) pagi, melalui Zoom Cloud Meeting.

Ada sejumlah pembicara yang dihadirkan dalam Sekolah Legislasi ini. Mereka adalah Mardani Ali Sera (anggota Komisi II DPR RI), Khoirunnisa Nur Agustyati (Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Azka Abdi Amrurobbi (Sekjen Komite Independen Sadar Pemilu), dan Iknanda Januar Rizaldi (Pimpinan I Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 2021).

Khoirunnisa Nur Agustyati sebagai pembicara pertama memaparkan materinya berjudul “Refleksi Demokrasi Indonesia”. Selaku Direktur Eksekutif Perludem, ia menyoroti soal performa demokrasi Indonesia yang disebutnya terus mengalami penurunan.

“Yang saya dapat dari International IDEA, Indonesia masuk dalam kategori low perfomance. Masih masuk dalam kategori negara demokrasi tapi performanya rendah, performanya lemah,” ujar Khoirunnisa Nur Agustyati.

Padahal, jika ditilik dari data yang diungkap Global State of Democracy yang kemudian dirilis The International IDEA pada tahun 2019, Indonesia sebenarnya masih masuk dalam mid-range perfomance.

Namun, pada tahun ini, Indonesia performanya turun menjadi negara dengan warna hijau muda atau masuk kategori performa demokrasi yang rendah.

Khoirunnisa Nur Agustyati mencatat ada empat indikator di balik kemunduran demokrasi di Indonesia. Diantaranya, semakin melebarnya jarak antarelite politik, pemberantasan korupsi yang menurun, menyempitnya ruang kebebasan, dan kesetaraan gender.

“Maka perlu adanya upaya mendorong demokratisasi internal partai politik, melanjutkan reformasi sistem pemilu, jaminan independensi penyelenggaraan pemilu, dan penguatan konsolidasi masyarakat sipil,” jelas Khoirunnisa Nur Agustyati.

Senada dengan Khoirunnisa Nur Agustyati, Azka Abdi Amrurobbi juga menyebut Indonesia mengalami penurunan demokrasi. Hal itu didasarkannya pada data yang dirilis Economist Intelligence Unit, Freedom House, dan Freedom Institute

“Ketiganya ini menyebut negara Indonesia sedang mengalami penurunan demokrasi, misalnya Economist Intelligence Unit, Indonesia tergolong ke dalam demokrasi yang cacat. Di Freedom House, sejak 2018 Indonesia mulai mengalami penurunan yang sangat drastis, dan menurut Freedom Institute Indonesia memiliki beberapa permasalahan,” papar Azka Abdi Amrurobbi.

Ia mengkhawatirkan, apabila Indonesia terus mengalami penurunan demokrasi, maka generasi muda yang digadang-gadang sebagai calon pemimpin masa depan akan berperilaku skeptis terhadap politik.

Perilaku yang skeptis, disebut Azka Abdi Amrurobbi, dapat melahirkan ‘kebutaan politik’. Artinya, seseorang tidak memiliki kepekaan terhadap kondisi ekonomi dan sosial masyarakat. Bahkan, ia tidak peduli dengan aset bangsa yang dikuras habis oleh negara lain.

“Bertolt Brecht seorang penulis dan penyair pernah mengatakan bahwa buta yang terburuk adalah buta politik. Dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, dan biaya sewa tergantung pada keputusan politik,” tambahnya.

Pembicara lainnya, Iknanda Januar Rizaldi lebih banyak membagikan pengalamannya dan pandangannya seputar peran MPM/ Dema/ Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dalam pemerintahan mahasiswa atau student government.

Ia menuturkan, fungsi pengawasan terhadap Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) merupakan salah satu peran dari Dema yang sangat penting. Tujuannya agar dalam student government dapat tercipta prinsip check and balance, walau tidak ada lembaga yudikatif seperti yang ada dalam Trias Politika.

“Ada kurang lebih empat aspek yang menjadi fungsi dari badan legislatif kampus. Diantaranya, legislasi, aspirasi, anggaran, dan juga pengawasan,” kata Iknanda Januar Rizaldi.

Menutup jalannya Sekolah Legislasi, anggota Komisi II yang juga Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Mardani Ali Sera, menyampaikan dalam usaha melahirkan legislator muda yang berkepribadian Pancasila, diperlukan pemahaman tentang kompleksitas Indonesia.

Dema FKIP UNS Gelar Sekolah Legislasi

Pernyataan itu didasarkannya pada buku “The Short Story of Indonesia, the Unlikely Nation?” yang pernah ditulis Colin Brown. Mardani Ali Sera mengatakan persatuan dan kesatuan Indonesia merupakan suatu keajaiban.

Sebab, negara ini sangatlah heterogen, jika dilihat dari segi kesukuan, bahasa, agama, dan kepercayaan tradisional. Belum lagi jika dilihat dari bentang alam, kebudayaan, dan jumlah penduduk yang berdasar sensus penduduk tahun 2020 tercatat sebanyak 270,20 juta jiwa.

“Kita harus melihat secara bird view agar bisa mengetahui seberapa kompleksnya Indonesia. Kata Collin Brown setelah melihat kompleksitas Indonesia, ia menyebut negara ini sangat berat untuk bersatu. Tetapi, secara ajaib kita bersatu. Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila adalah salah satu keajaiban dunia yang harus benar-benar kita jaga,” ungkap Mardani Ali Sera.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyinggung soal pentingnya kualitas input, proses, dan output yang bagus di masing-masing cabang kekuasaan yang meliputi lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

“Intinya sederhana. Ada input, proses, dan output. Kalau inputnya bagus, prosesnya bagus, pasti outputnya bagus. Harus by concept dan sesui aturan,” sambungnya.

Ia juga menjelaskan, dalam Trias Politika menurut Montesquieu, telah mengalami perkembangan sesuai dengan dinamika kenegaraan. Yaitu, dengan munculnya satu cabang kekuasan baru yaitu accountative.

Wakil Ketua BKSAP DPR RI ini menyampaikan, sifat accountative harus dimiliki oleh semua cabang kekuasaan di Indonesia, mulai dari presiden-wakil presiden hingga DPR sekalipun.

“Secara umum, Montesquieu cuma membagi tiga. Belakangan ketatanegaraan mencabang menjadi accountative. Ini adalah akuntatif, semua harus bisa dipertanggungjawabkan, transparan, dan akuntabel,” pungkasnya.
Humas UNS

Reporter: Yefta Christopherus AS
Editor: Dwi Hastuti

Scroll to Top
Skip to content