Search
Close this search box.

Dokter FK UNS Kupas Pentingnya Peranan Radiologi pada Akut Abdomen

UNS — Kasus-kasus akut abdomen cukup banyak ditemukan oleh para tenaga medis. Survei World Gastroenterology Organization membuktikan apendisitis menjadi diagnosis akhir terbanyak bagi pasien dengan nyeri akut abdomen, yakni sebanyak 28%. Selanjutnya diikuti kolesistitis sebanyak 10%, obstruksi usus sebanyak 4%, serta pancreatitis & colis renal masing-masing sebanyak 3%. Akut abdomen sendiri merupakan gejala nyeri perut dengan kondisi yang lebih serius hingga dapat mengancam jiwa, sehingga perlu pertolongan pertama.

Dokter Spesialis Radiologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Ifada Indriyani, dr., Sp.Rad(K) ABD mengatakan bahwa proses imaging atau pencitraan memainkan peran penting untuk meningkatkan keakuratan diagnosis. Hal tersebut ia sampaikan dalam kegiatan Asyik Belajar Radiologi (Syiar) yang diselenggarakan Program Profesi Dokter Spesialis (PPDS) FK UNS, Kamis (2/2/2023) siang.

“Diagnosis klinis pasien dengan keluhan nyeri abdomen akut sering tidak akurat. Oleh karena itu, imaging memainkan peran penting untuk diagnostik, pengobatan, dan pengelolaan lebih lanjut,” ujar dr. Ifada.

Radiologi berperan penting pada proses pencitraan dalam meningkatkan keakuratan diagnosis. Hal tersebut karena informasi gejala klinis seperti lokasi nyeri perut yang dirasakan pasien sering dinilai kurang jelas.

Modalitas Radiologi

Terdapat beberapa pemeriksaan modalitas radiologi yang dapat digunakan untuk mendukung proses diagnosis. Secara konvensional, Blass Nier Overzicht (BNO) dan foto abdomen 3 posisi menjadi cara pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan.

Pada pemeriksaan abdomen dengan kontras, tenaga medis umumnya dapat menggunakan Intravenous Pyelography (IVP). Terdapat juga dua pemeriksaan lainnya menggunakan Ultrasonografi (USG) ataupun Computerized Tomography (CT) Scan.

“Masing-masing diagnosis itu memiliki modalitas yang berbeda-beda. Tidak bisa semua akut abdomen itu harus USG. Masing-masing kasus berbeda-beda,” terangnya.

Pencitraan yang muncul akan berbeda-beda pada setiap modalitas. Pemeriksaan radiologi dengan jenis yang berbeda akan memudahkan klinisi untuk penentuan proses terapi. Tanda-tanda yang terlihat dalam pencitraan tentu akan menjadi dasar klinisi dalam bidang lain untuk mengambil tindakan.

“Jika dengan sign itu (yang terlihat) sudah kelihatan nyatanya, klinisi bedah berani untuk melakukan pembukaan,” jelas dr. Ifada.

Tidak dipungkiri bahwa ketersediaan alat yang dimiliki setiap fasilitas berbeda-beda. Seperti halnya CT Scan yang tidak semua fasilitas kesehatan memiliki. Penggunaan USG pun dapat menjadi modalitas klinisi melakukan tindakan. Walaupun pencitraannya tidak sejelas CT Scan, pemeriksaan dapat didukung dengan pengecekan pada laboratorium. Humas UNS

Reporter: Rangga Pangestu Adji
Redaktur: Dwi Hastuti

Scroll to Top
Skip to content