Dosen FEB UNS Sampaikan Cara Pengendalian Inflasi Dalam Negeri

Dosen FEB UNS Sampaikan Cara Pengendalian Inflasi Dalam Negeri

UNS — Konflik Rusia-Ukraina beberapa waktu lalu mempengaruhi kenaikan harga pangan dan bahan bakar. Per Agustus 2022, inflasi Indonesia tercatat sebesar 4,69%. Lebih rendah dibandingkan inflasi pada bulan Juli 2022 sebesar 4,94%. Dampak inflasi sudah nyata dirasakan masyarakat. Kenaikan harga BBM yang baru saja diumumkan pemerintah sudah mulai membayangi kemungkinan inflasi akan lebih tinggi mengingat masih adanya kenaikan harga kebutuhan pokok.

Pengendalian inflasi menjadi hal yang penting untuk dilakukan pada momen ini. Karena itu, kolaborasi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan MNC Trijaya FM Semarang menggelar Prime Topic Goes to Campus, Rabu (7/9/2022). Acara tersebut berupa dialog bersama DPRD Jawa Tengah. Dialog ini digelar di Ruang Werkudara Gedung Ki. Padmasusastra dengan mengambil tema “Mengendalikan Inflasi”.

Tiga narasumber dihadirkan dalam kegiatan ini, yakni Ketua Komisi B DPRD Jawa Tengah, Sumanto; Kepala Biro Perekonomian Setda Jawa Tengah, Eddy S. Bramiyanto; serta Dosen Program Studi (Prodi) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNS, Dr. Mulyanto, M.E.

Dosen Program Studi (Prodi) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNS, Dr. Mulyanto, M.E. membeberkan 3 aspek pengendalian inflasi menurut Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), yakni aspek fungsi, aspek kondisi, dan aspek pelaku.

Dosen FEB UNS Sampaikan Cara Pengendalian Inflasi Dalam Negeri

Aspek fungsi berkaitan dengan sektor produksi, distribusi, dan konsumsi. Sektor produksi dinilai Dr. Mulyanto sebagai sektor terpenting. Produksi yang mampu mencukupi kebutuhan konsumen mencegah adanya situasi kelangkaan barang. Ia juga menjelaskan bahwa sektor konsumsi memiliki peran paling akhir dalam perannya mengendalikan inflasi.

“Konsumsi pasar ini paling akhir. Kalau punya uang dan barangnya ada, beli. Kalau tidak punya uang ya menunggu. Sehingga itu cara mengendalikan melalui fungsi,” tutur Dr. Mulyanto.

Aspek kondisi terhadap produk berkaitan dengan harga, informasi, dan stok. Ketersediaan barang menjadi hal terpenting menurut Dr. Mulyanto. Sedangkan harga barang memiliki peran paling akhir dalam aspek kondisi.

“Jadi kalau ingin harga itu tidak naik-naik ya stoknya diperbanyak. Harga akan terbentuk dari interaksi antara produksi dan konsumsi. Kalau produksinya seimbang dengan konsumsi, harganya akan pas. Semua nyaman,” jelasnya.

Aspek ketiga adalah pelaku, dimana pemerintah memiliki peran yang banyak. Peran tersebut dipegang oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Bulog, dan TPID. Dari penjelasan Dr. Mulyanto, TPID memiliki peran terpenting. TPID penting untuk memberikan informasi serta berkolaborasi dengan pihak-pihak terkait dalam pengendalian inflasi.

Lebih lanjut, Dr. Mulyanto menjelaskan bahwa masyarakat pada pekerjaan sektor informal menjadi kelompok rentan akan dampak inflasi. Kelompok ini umumnya memiliki pendapatan yang tidak menentu. Mereka akan mulai terdampak bila pendapatannya tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup saat inflasi terjadi.

Selama inflasi tidak diikuti dengan kesetaraan daya beli, akan ada golongan masyarakat yang terkorbankan dalam kesejahteraan.

Dosen FEB UNS Sampaikan Cara Pengendalian Inflasi Dalam Negeri

“Inflasi menjadi kebahayaan nasional ketika jumlahnya (orang) banyak dan sepakat untuk bergerak kemudian menuntut pemerintah agar tidak menaikkan harga,” imbuhnya.

Di tingkat daerah, Dr. Mulyanto menyampaikan beberapa strategi agar inflasi tetap dapat mendorong pengusaha berproduksi dan tidak memberatkan konsumen untuk membeli. Ia menjelaskan, usaha mencegah penimbunan, kelangkaan pasokan, dan pungutan liar. Selain itu upaya meningkatkan infrastruktur juga menjadi faktor penting dalam menjaga rantai distribusi. Humas UNS

Reporter: Rangga Pangestu Adji
Redaktur: Dwi Hastuti

Skip to content