Dosen HI UNS Tanggapi Insiden Penyerangan Capitol Hill

UNS — Penyerangan Capitol Hill oleh massa pendukung Donald Trump pada Rabu (6/1/2021) membuat dunia terhenyak. Insiden tersebut terjadi usai Donald Trump berpidato dalam pawai bertajuk “Selamatkan Amerika” di Ellipse, dekat Gedung Putih.

Massa yang sudah terprovokasi oleh pidato Trump, secara terang-terangan mendesak kongres yang terdiri dari anggota DPR dan Senat Amerika Serikat (AS) untuk tidak mengesahkan kemenangan Joe Biden-Kamala Haris pada Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2020 yang lalu.

Usai insiden tersebut, media ramai-ramai memberitakan kronologi dan situasi perkembangan terbaru di AS pascapasukan polisi anti huru-hara berhasil mengambil alih Capitol Hill dan lokasi di sekitarnya.

Menanggapi insiden yang disebut sebagai “guncangan politik paling memalukan bagi AS” tersebut, pengajar Studi Strategi dan Keamanan Program Studi (Prodi) Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Lukman Fahmi Djarwono, M.Si ikut buka suara.

Ia mengatakan insiden penyerangan yang dimulai dari pengepungan Capitol Hill sudah dapat diprediksi sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat dari klaim sepihak Trump yang meyakini dirinya bersama Mike Pence memenangi Pilpres AS tahun 2020.

“Hal ini juga diperkuat dengan pidato maupun cuitan di media sosial Trump yang bernada provokasi kepada para pendukungnya untuk menunjukkan kekuatan mereka melalui aksi turun ke jalan saat pengesahan hasil Pemilu 2020 lalu yang dimenangkan oleh pesaingnya, Joe Biden,” ujar Lukman Fahmi M.Si, Rabu (6/1/2021).

Ia mengatakan, Trump, Partai Republik, dan sebagian besar pendukungnya masih menganggap saat Pilpres AS tahun 2020 lalu, Trump berada di atas angin. Sehingga, mereka yakin bahwa Trump masih akan melanjutkan periode keduanya.

Selain klaim sepihak Trump, Lukman Fahmi M.Si juga menilai desakan internal dari sejumlah kelompok kepentingan di Partai Republik membuat Trump semakin tidak mau mengakui kekalahannya.

“Bahkan, karena masih kuatnya keyakinan Trump untuk dapat melanjutkan periode keduanya, sebagian besar institusi pemerintah di bawah Trump masih diperintahkan untuk melanjutkan dan mempersiapkan program kerja serta menyiapkan anggaran untuk tahun fiskal berikutnya seakan-akan tidak ada pergantian President of the United States (POTUS),” lanjutnya.

Saat ditanya mengenai kemungkinan Trump masih akan menggugat hasil Pilpres AS, Lukman Fahmi M.Si mengatakan kemenangan Biden-Haris sudah tidak dapat diganggu gugat lagi.

Hal tersebut dikarenakan secara hukum dengan kemenangan suara elektoral 306-232, Biden-Haris sudah bisa dipastikan menjadi Presiden dan Wakil Presiden AS selanjutnya. Meskipun ada beberapa senator yang secara terang-terangan menolak kemenangan keduanya.

“Tuntutan hukum untuk penolakan kemenangan Biden di empat negara bagian juga sudah dibatalkan. Secara politik, melalui permintaan audit hasil Pemilu juga saya rasa tidak akan mempengaruhi kemenangan Biden karena tidak jelas juga negara bagian mana yang harus diaudit,” imbuhnya.

Lukman Fahmi M.Si mengatakan saat ini kekuatan Trump hanya sebagai POTUS yang masih berkuasa. Oleh karena itu, sempat muncul wacana untuk melakukan “impeachment” atau pemakzulan kepada Trump, jika ia masih melakukan upaya-upaya provokatif untuk menghalangi transisi kepemimpinan di AS.

“Saat ini dampak yang dikhawatirkan masih adanya upaya-upaya Trump dan pendukungnya untuk menghalangi proses transisi tersebut,” ucap Lukman Fahmi M.Si.

Selain itu, Lukman Fahmi M.Si juga menyebut Pence yang saat ini masih menjadi pendamping Trump tidak bisa berbuat apa-apa walau sebelumnya ia sempat diminta untuk membatalkan pengesahan kemenangan Biden-Haris.

Pence yang tidak banyak bersuara, dikatakan Lukman Fahmi M.Si, juga mengutuk tindakan memalukan yang dilakukan pendukung Trump saat mengepung dan menduduki Capitol Hill. Sebagai Vice President of the United States (VPOTUS), Pence memang tidak bisa berbuat banyak jika kemenangan Biden-Haris sudah disahkan secara hukum.

“Adalah sebuah kewajaran jika seseorang yang sudah terdesak akan mencari teman untuk membantunya, pun begitu pula Trump yang juga masih berharap banyak pada Wapres dan kabinetnya, meskipun beberapa jabatan menteri penting juga sudah mulai mengundurkan diri,” ujar Lukman Fahmi M.Si.

Apakah Trump akan menghadiri acara inaugurasi Biden-Haris?

Lukman Fahmi M.Si memprediksi besar kemungkinan Trump tidak menghadiri acara inaugurasi Biden-Haris yang akan digelar pada 20 Januari mendatang. Namun, baginya hal tersebut bukanlah sebuah masalah.

Trump akan menjadi Presiden AS pertama sejak Andrew Johnson yang tidak hadir dalam acara inaugurasi Presiden AS untuk periode selanjutnya. Keputusan Andrew Johnson yang tidak menghadiri pelantikan penggantinya terjadi pada 152 tahun yang lalu.

“Dalam sejarah politik Amerika Serikat, Trump bukan POTUS pertama yang tidak menghadiri inaugurasi suksesornya, di tahun 1800-an sudah ada beberapa POTUS yang tidak mau menghadiri acara inaugurasi tersebut,” jelas Lukman Fahmi M.Si.

Lukman Fahmi M.Si mengatakan ketidakhadiran Presiden AS pada acara inaugurasi presiden selanjutnya tidaklah melanggar hukum.

Kehadiran Presiden AS pada cara inaugurasi presiden selanjutnya, hanyalah sebagai simbol untuk menghargai transisi kepemimpinan yang dilakukan dengan adil dan damai. Hal ini sudah menjadi tradisi politik bagi demokrasi AS selama berabad-abad. Humas UNS

Reporter: Yefta Christopherus AS
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content