Dosen Psikologi UNS Sampaikan Tentang Menjadi Generasi Peduli Kesetaraan Gender

Dosen Psikologi UNS Sampaikan Tentang Menjadi Generasi Peduli Kesetaraan Gender

UNS — Dosen Program Studi (Prodi) Psikologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Berliana Widi Scarvanovi, M.Psi. memaparkan materi mengenai Kesetaraan Gender dalam Perspektif Psikologi. Pemaparan ini ia sampaikan saat menjadi narasumber Webinar Setara yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kesetaraan Gender Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Vokasi (SV) UNS. Acara ini diselenggarakan secara daring melalui Zoom Cloud Meeting pada Sabtu (26/3/2022).

Sebagaimana yang dikutip melalui Women‘s Studies Encyclopedia bahwasanya gender merupakan konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karateristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.

Berli mengungkapkan bahwasanya kita harus menjadi generasi yang peduli terhadap kesetaraan gender. Berli juga menegaskan mewujudkan kesetaraan gender bukan berarti membuat perempuan menjadi sama seperti laki-laki.

“Cara menjadi generasi yang peduli akan kesetaraan gender bisa dimulai dari diri sendiri, membiasakan pembagian kerja yang tidak berdasar pada tolak ukur gender, melakukan parenting terhadap anak laki-laki dan perempuan, serta memberikan kesempatan yang sama untuk anak laki-laki dan perempuan,” ungkap Berli.

Berli melanjutkan hal ini untuk menghindari adanya diskriminasi gender. Ada pun bentuk diskriminasi gender yang biasanya ditemukan meliputi pembatasan pendidikan, pembatasan pekerjaan, pelecehan seksual, dan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).

Dosen Psikologi UNS Sampaikan Tentang Menjadi Generasi Peduli Kesetaraan Gender

“Dampak dari seseorang yang mengalami diskriminasi gender, korban akan merasa terhina, malu dan terintimidasi, merasa bersalah, menurunnya motivasi, muncul gejala psikologis seperti depresi, gelisah dan gugup, serta dapat mengganggu kehidupan keluarganya,” terang Berli.

Ia melanjutkan, ketika hal ini terjadi, penanganan secara psikologis yang tepat untuk korban ialah membuat korban merasa aman, terhubung dengan orang lain dan memiliki harapan, membuat korban mendapatkan dukungan sosial dan emosional, dan merasa dapat membantu diri mereka sendiri.

Kemudian sikap tangguh untuk menghadapi diskriminasi gender seperti yang dikatakan Berli adalah memahami potensi dan kekurangan diri, berhenti membandingkan diri dengan orang lain, bersikap asertif, namun tidak agresif ataupun pasif, serta menyusun tujuan jangka pendek dan panjang, berstrategi lalu fokus.

“Here’s to strong women. May we know them. May we be them. May we raise them,” tutup Berli. Humas UNS

Reporter: Lina Khoirun Nisa
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content