Dosen Sastra Indonesia UNS Kupas Syair Melayu dan Tembang Jawa di Jagongan RRI

Dosen Sastra Indonesia UNS Kupas Syair Melayu dan Tembang Jawa di Jagongan RRI

UNS — Mungkin tidak terpikirkan bagi kita bahwa ternyata Syair Melayu dan Tembang Jawa memiliki hubungan. Interelasi antara keduanya dikupas tuntas oleh Dosen Program Studi (Prodi) Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNS, Asep Yudha Wirajaya, S.S., M.A. Beliau menjelaskannya secara lugas dalam kegiatan bertajuk Jagongan di Radio Republik Indonesia (RRI), Kamis (4/8/2023).

Sebagian besar orang mengenal Syair Melayu sebagai salah satu bentuk puisi lama yang berasal dari masyarakat Melayu. Sedangkan Tembang Jawa merupakan salah satu bentuk puisi lama yang berasal dari masyarakat Jawa. Asep Yudha Wirajaya dalam bincang intelektual ini menjelaskan keduanya memiliki akar sejarah yang panjang.

Ia menyampaikan, asal-usul Syair Melayu dapat ditelusuri ke masa lalu. Pada zaman kerajaan-kerajaan Melayu yang telah berkembang sejak abad ke-4 hingga abad ke-15, perkembangan Syair Melayu merupakan bagian dari evolusi sastra dan budaya Melayu yang kaya dan beragam. Hal itulah yang membuat karya sastra ini terus mendapat apresiasi sampai sekarang.

“Meskipun mengalami berbagai perubahan sepanjang sejarahnya, Syair Melayu tetap menjadi bagian integral dari identitas budaya masyarakat Melayu dan terus diapresiasi hingga saat ini,” ujarnya.

Tidak jauh berbeda, Tembang Jawa didasarkan pada tradisi lisan. Puisi-puisi yang tercipta awalnya disampaikan secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengisahan dan nyanyian.

Disiarkan langsung dari jaringan RRI Pro 4 95.2 FM,  Asep Yudha Wirajaya menjabarkan perbedaan kedua karya sastra tersebut. Menurutnya, perbedaan gaya sastra dan bentuk puisi antara Syair Melayu dan Tembang Jawa mencerminkan perbedaan dalam identitas budaya, tradisi, dan bahasa masyarakat Melayu dan Jawa.

Asep juga menjelaskan bahwa perbedaan tema dan motif dalam Syair Melayu dan Tembang Jawa mencerminkan perbedaan karakter budaya, sejarah, dan nilai-nilai masyarakat dari kedua wilayah tersebut. Meskipun demikian, Ia menekankan bahwa keduanya sama-sama merupakan bagian penting dari kekayaan sastra dan budaya di wilayah Nusantara. Perbedaan tersebut justru menjadikan setiap karya sastra memiliki ciri khas dan nilai budaya yang unik.

“Keduanya memiliki kesamaan dalam memberikan pesan moral, kearifan lokal, dan keindahan bahasa dalam karya sastra klasik mereka,” tutur Asep.

Humas UNS

Reporter: R. P. Adji

Redaktur: Dwi Hastuti

Skip to content