Dosen UNS Luncurkan Batik dan Buku Tentang Angkringan

UNS – Tanggal 2 Oktober merupakan Hari Batik Nasional, hal ini berdasarkan pada pengakuan dari United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 2009. Batik merupakan salah satu karya seni yang dapat dijumpai hampir di seluruh wilayah Indonesia, sehingga setiap daerah memiliki corak atau motif yang khas. Pada saat ini batik tidak hanya sebatas motif pada kain atau pakaian yang menunjang fashion semata, melainkan saat ini batik telah menjadi identitas Indonesia yang patut kita dibanggakan. Melihat tersebut menjadi pematik bagi dosen UNS diantaranya Bara Yudhistira, Okta Hadi N dan Tiyas Haryani untuk dapat terus mengembangkan batik.

Ketiga dosen tersebut selain melihat batik sebagai hasil kebudayaan, ternyata dapat juga dijadikan sebagai media promosi. Meskipun ketiganya bukan berlatar belakang seni namun mereka mempunyai semangat untuk terus mengembangkan batik. Adapun batik yang dikembangkan saat ini yaitu terkait dengan makanan tradisional khususnya makanan yang disajikan pada angkringan. Motif terkait angkringan menjadi motif pertama yang dikembangkan mengingat ketiganya telah melakukan penelitian beberapa tahun terakhir dengan tema angkringan. Kelompok peneliti tersebut diketuai oleh Bara Yudhistira dan mereka telah berhasil menulis publikasi internasional serta buku terkait dengan angkringan. Latar belakang yang berbeda memberikan perspektif yang berbeda sehingga melahirkan publikasi yang ditinjau dari latar belakang masing-masing.

Adapun Bara Yudhistira merupakan dosen pada Program Studi Ilmu Teknologi Pangan, Okta Hadi N merupakan dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi-Antropologi serta Tiyas Haryani adalah dosen Ilmu Administrasi.

“Pemilihan angkringan untuk dilakukan kajian mengingat saat ini angkringan merupakan salah satu konsep atau menu kuliner yang cukup banyak dijajakan. Meskipun awal kelahiran angkringan berasal dari Solo akan tetapi sama dengan batik, konsep kuliner angkringan telah banyak dijumpai diberbagai daerah di Indonesia,” terang Bara, Kamis (3/10/2019).

Selain itu, angkringan yang dulu identik dengan kaum kelas bawah dan merupakan makanan pinggiran akan tetapi saat ini telah berevolusi menjadi warung atau bahkan café dengan nuansa angkringan dan untuk konsumennya sendiripun hampir dari semua kalangan. Melihat dari fenomena tersebut Bara, Okta dan Tiyas bermaksud untuk lebih memperkenalkan angkringan baik dengan publikasi ilmiah seperti buku dan jurnal maupun dengan media non ilmiah yang dalam hal ini batik.

“Sehingga pada tanggal 2 Oktober 2019 krmarin, diluncurkanlah batik dan buku terkait dengan angkringan. Motif batik angkringan sendiri saat ini masih dalam proses pencatatan hak cipta (HKI),” imbuh Bara.

Selanjutnya terkait dengan motif batik tersebut diantaranya bertema nasi kucing (sego kucing), sundhukan berupa sate telur puyuh, sate usus, tahu-tempe bacem serta makanan tradisional lainnya yang biasanya dijajakan di angkringan. “Diharapkan dengan semua yang telah dilakukan ini dapat lebih mengangkat angkringan sebagai menu asli Indonesia sehingga tidak kalah dengan restoran fast food yang pada umumnya berasal dari Indonesia,” ujar Bara. Humas UNS

Skip to content