FP UNS Selenggarakan Dialog Pakar Bioteknologi: Samakan Persepsi terhadap Isu Pangan Global

Prof. Drh. Widya Asmara, Ph.D. sampaikan paparannya yang berjudul Biotechnology and Biosafety Regulation Framework in Indonesia pada acara dialog pakar di Fakultas Pertanian UNS, Kamis (21/5/2015).

Pertumbuhan penduduk yang begitu pesat namun tidak dibarengi dengan suplai makanan menjadi isu tidak hanya bagi masyarakat Indonesia tetapi masyarakat global. Begitu kiranya yang menjadi dasar sehingga perlu ada dialog pakar yang diselenggarakan Fakultas Pertanian (FP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta bekerja sama dengan Program for Biosafety Systems (PBS) dari International Food Policy Research Institute (IFPRI), Kamis (21/5/2015). Biotechnology in Agriculture: The Agronomic, Safety and Environment Considerations menjadi tema yang dibahas oleh sekitar 40 pakar lintas fakultas yang berasal dari Solo dan Yogyakarta.

Prof. Drh. Widya Asmara, Ph.D. sampaikan paparannya yang berjudul Biotechnology and Biosafety Regulation Framework in Indonesia pada acara dialog pakar di Fakultas Pertanian UNS, Kamis (21/5/2015).
Prof. Drh. Widya Asmara, Ph.D. sampaikan paparannya yang berjudul Biotechnology and Biosafety Regulation Framework in Indonesia pada acara dialog pakar di Fakultas Pertanian UNS, Kamis (21/5/2015).

Sidi Asmono, Indonesia Country Coordinator dari PBS menjelaskan isu pangan telah menjadi masalah di dunia. Tantangan ke depan bagi masyarakat dunia adalah bagaimana memberi kecukupan pangan untuk masyarakat dunia. Mengingat kondisi pertanian saat ini level produksi cukup mentok. Harus ada terobosan dengan teknologi, yang salah satunya disebut bioteknologi. Keadaan inilah yang menjadi pokok bahasan pada dialog pakar.
Hadir sebagai pembicara pada dialog pakar ini Prof. Dr. Bambang Sugiharto, Direktur CIDAST; Jeff Stein, PBS Asia Coordinator; Prof. Drh. Widya Asmara, Ph.D; dan Ir. Supyani,M.P.,M.Agr., Ph,D dari UNS. Tujuan dialog pakar tersebut adalah untuk berbagi pengalaman dan juga menyamakan persepsi terhadap isu pangan.
Genetic Modification (GM) yang telah dimiliki Indonesia salah satunya adalah tebu tahan kekeringan yang dikembangkan oleh PT Perkebunan XI. Tebu ini mampu di lahan kering sehingga dengan perluasan lahan mampu meningkatkan produksi tebu. Sidi menjelaskan, selama 16 tahun terakhir, masyarakat Indonesia mengonsumsi kedelai hasil GM. “Selama itu pula tidak ada laporan tentang keamanan pangan. Jadi, tidak ada masalah mengonsumsi kedelai tersebut,” jelas Sidi.
Melalui dialog pakar ini pula, Sidi berharap UNS turut serta berperan memberi sumbangsih saran kepada pemerintah melalui penguatan reseach. UNS memiliki Pusat Studi Bioteknologi dan Biodiversitas di bawah naungan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNS. “UNS nantinya menjadi pusat keunggulan informasi kelembagaan ilmiah. Peran UNS semakin nyata sebagai pusat informasi,” harap Sidi. Sidi juga menggarisbawahi, yang dihadapi kita adalah perubahan iklim yang ekstrem. “Pengembangan teknologi dan penemuan harus lebih cepat dari pada perubahan iklim itu sendiri,” pungkas Sidi. [](nana.red.uns.ac.id)

Skip to content