Gelar Kuliah Umum di UNS, KPK Tekankan Peran Mahasiswa dalam Memberantas Korupsi

UNS — Pusat Studi Transparansi Publik dan Antikorupsi (Pustapako) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LPPMP) UNS  bekerja sama dengan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menggelar Kuliah Umum dengan tema Pembekalan Pendidikan Antikorupsi Bagi Mahasiswa. Kuliah Umum tersebut menghadirkan Dr. Wawan Wardiana yang merupakan Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Masyarakat KPK. Selain itu, hadir pula Prof. Sarwiji Suwandi selaku Ketua LPPMP UNS dan Prof. Ahmad Yunus selaku Wakil Rektor Akademik dan Kemahasiswaan UNS.

Kuliah umum yang digelar secara daring melalui aplikasi Zoom Cloud Meeting pada Kamis (15/4/2021) diikuti oleh 562 mahasiswa dan dipimpin oleh Khresna Bayu Sangka, S.E., M.M., Ph.D selaku Kepala Pustapako UNS yang juga bertindak sebagai moderator.

Sebagai pembuka diskusi, Prof. Sarwiji Suwandi memaparkan dampak yang ditimbulkan akibat tindak korupsi baik di bidang ekonomi, sosial, maupun politik. Ia menegaskan bahwa tindak korupsi dapat menghancurkan sistem ekonomi, tatanan masyarakat dan sistem demokrasi di Indonesia.

“Korupsi memberikan dampak buruk bagi negara seperti terjadinya ketimpangan sosial bagi masyarakat. Selain itu, dampak pidana dapat menurunkan tingkat kebahagiaan suatu negara,” terang Prof. Sarwiji.

Sejak tahun 2004 hingga 2020 setidaknya telah terjadi ribuan kasus korupsi di Indonesia. Prof. Ahmad Yunus memberikan data yang menunjukkan bahwa kasus korupsi didominasi oleh kasus penyuapan yang disusul oleh kasus penyalahgunaan barang. Ironisnya, 86% pelaku tindak korupsi memiliki latar belakang well-educated.

Skor indeks persepsi korupsi Indonesia mencapai 37 poin. Semakin rendah perolehan skor indeks, maka semakin tinggi resiko korupsi yang terjadi. Berdasarkan skor tersebut, Indonesia berada di urutan 102 dari 180 negara yang terdaftar. Bahkan posisi tersebut menempatkan Indonesia di bawah negara tetangganya, yaitu Malaysia dan Singapura.

Tingginya kasus korupsi di Indonesia membuat KPK menyusun tiga strategi pemberantasan korupsi. Ketiga strategi tersebut di antaranya penindakan, pencegahan, dan edukasi serta kampanye. Penindakan dilakukan dengan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan eksekusi. Sementara pencegahan dilakukan dengan monitoring. Akan tetapi, Dr. Wawan Wardiana menyebutkan bahwa modus korupsi terus berubah setiap tahunnya. Oleh karena itu, KPK memutuskan untuk menyasar individu dengan menanamkan nilai-nilai antikorupsi melalui edukasi dan kampanye di kalangan masyarakat.

Pemberantasan korupsi bukan hanya menjadi tugas KPK, tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia. “Apabila kita tidak berkontribusi, maka kita membiarkan sistem yang korup,” tegas Dr. Wawan Wardiana.

Mahasiswa adalah Harapan KPK

Dalam pemaparannya, Dr. Wawan Wardiana juga menegaskan bahwa KPK menaruh harapan kepada mahasiswa untuk ikut berkontribusi dalam memberantas kasus korupsi di Indonesia.

“Mahasiswa memiliki potensi yang sangat besar dan sangat banyak untuk menjadi calon pemimpin,” ujar Dr. Wawan Wardiana.

Potensi tersebut didasarkan oleh batas minimum usia calon pemimpin. Untuk tingkat DPR/ DPD batas usia minimum adalah 21 tahun, Bupati/ Walikota minimal 25 tahun, Gubernur minimal 30 tahun, dan jabatan Presiden dengan batas minimum usia adalah 40 tahun.

Oleh karena itu, KPK berharap supaya mahasiswa bisa menjadi agent of change untuk kemakmuran Indonesia di masa depan.

Pemberantasan korupsi bisa dimulai dari diri sendiri sebagai mahasiswa, misalnya dengan tidak menanamkan bibit perilaku korupsi. Bibit perilaku korupsi yang sering terjadi di kalangan mahasiswa diantaranya mencontek, titip absen, terlambat, plagiat, proposal palsu, gratifikasi ke dosen, mark up uang buku, dan penyalahgunaan dana beasiswa.

Selanjutnya, sebagai pengemban Tri Dharma Perguruan Tinggi, mahasiswa dapat menanamkan nilai-nilai antikorupsi melalui program pengabdian masyarakat melalui KKN, pembelajaran kreatif mengenai antikorupsi untuk masyarakat hingga pelaksanaan penelitian antikorupsi melalui karya tulis, artikel, dan Focus Group Discussion (FGD).

Dr. Wawan Wardiana juga memaparkan Sembilan Nilai Antikorupsi di antaranya jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, adil, berani, sederhana, dan kerja keras.

“Pegang salah satu maka Insyaallah nilai yang lainnya akan mengikuti. Misalnya ambil nilai jujur, nilai mandiri dan nilai-nilai lainnya akan mengikuti,” pungkas Dr. Wawan Wardiana. Humas UNS

Reporter: Alinda Hardiantoro
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content