Visual Artist dari AADC 2: “Berkarya Tinggal Berkarya Aja”

Program Studi S-1 Desain Komunikasi Visual Universitas Sebelas Maret (DKV UNS) Surakarta menggelar kuliah umum bertajuk “General Lecture with Eko Nugroho”, di Ruang Seminar Lantai 2 Gedung 3 Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Senin (9/5/2016). Dalam kesempatan ini, Eko berbagi cerita tentang bagaimana prosesnya berkarya dari awal yang berangkat dari seorang legal street artist hingga menjadi besar sampai sekarang. Hasil karyanya banyak dipamerkan di luar negeri. Dia juga sempat menyabet penghargaan Best Artist of the Year 2015 versi majalah Tempo. Selain itu, ia juga memamerkan beberapa dokumentasi dari hasil karyanya.

Kepala Program Studi S-1 DKV Deny Tri Ardianto mengatakan bahwa Eko yang merupakan seniman kontemporer melalui karyanya bisa mentransformasikan karya-karya yang dipamerkan menjadi barang-barang yang bisa digunakan sehari-hari. “Selain itu, konsep karyany terinspirasi dari local content, seperti wayang bocor, dan masalah-masalah sosial yang berkembang di Indonesia,” tuturnya. Eko sendiri juga terlibat dalam visual art di film yang baru-baru ini dirilis, “Ada Apa dengan Cinta? 2”.

Adib saat sampaikan sambutannya dalam "General Lecture with Eko Nugroho"
Adib saat sampaikan sambutannya dalam “General Lecture with Eko Nugroho”

Dekan FSRD Ahmad Adib berharap Eko bisa memberikan pengetahuannya serta motivasi kepada para peserta yang dihadiri oleh umum ini. “Dunia kreatif itu kita tidak perlu ijazah maupun sertifikat. Kita berbuat apapun yang kreatif maka sekat-sekat akan terpisahkan semua,” ungkapnya.

“Ruang yang sempit itu sebenarnya memberikan sebuah keluasan ide, kesempatan, eksperimen, dan kemungkinan berkarya. Ruang sempit ini sebenarnya yang menjadi garis besar bahwa semangat berkarya itu tidak ada batasan,” ucap Eko ketika mengawali ceramahnya. Konsep ruang, lanjutnya, dalam berkarya itu tidak hanya ruang berbentuk kotak, tapi sangat luas, karena kreasi dan berekspresi itu tidak ada aturan dan batasan, berikut cara mempresentasikannya.

"Berkarya tinggal berkarya aja," tutur Eko yang berjasket hitam.
“Berkarya tinggal berkarya aja,” tutur Eko yang berjasket hitam.

Selain itu, seorang seniman harus fokus bikin karya, sedangkan untuk segala agenda kegiatan, proses dokumentasi, dan lain sebagainya butuh seseorang yang tugasnya mendampingi seniman. Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa seorang seniman harus punya tim untuk mendukungnya dalam berkarya. “Jadi, kalau misal H-1 pameran, masih bingung ‘iki pie aku durung gae katalog’, nah itu seharusnya sudah bukan fokus dia lagi, makanya dipasrahkan ke orang yang mampu,” jelas Eko.

Kata mutiara milik Eko yang berangkat dari pengalamannya ketika awal karir sering bersentuhan dengan komunitas di sekitarnya.
Kata mutiara milik Eko yang berangkat dari pengalamannya ketika di awal karir sering bersentuhan dengan komunitas di sekitarnya.

Dia berpesan kepada para peserta bahwa berkarya tinggal berkarya saja, tidak perlu mendengarkan kata orang. “Mau dibilang nyontek, dibilang mirip, dibilang kayak apa, karena kita masih berproses, itu perjalanan, sah saja. Saya mengalami itu karena saya terinspirasi oleh banyak seniman, gerakan, dan lainnya,” tuturnya. Opini Eko adalah bahwa nantinya seorang seniman akan menemukan gayanya sendiri jika waktunya sudah tiba.[] (dodo.red.uns.ac.id)

Skip to content