GPH Haryo Mataram Diabadikan Jadi Nama Gedung Auditorium UNS

UNS – Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Prof. Dr. Ravik Karsidi secara resmi mengabadikan nama Gusti Pangeran Haryo (GPH) Haryo Mataram sebagai nama Gedung Auditorium Universitas Sebelas Maret, Rabu (20/02/2019).

Dalam sambutannya, Prof Ravik Karsidi mengatakan pemberian nama GPH Haryo Mataram sebagai nama gedung Auditorium UNS karena beliau merupakan salah satu tokoh sejarah yang berjasa bagi UNS. GPH Haryo Mataram adalah Rektor pertama UNS. Beliau menjabat pada periode 1976-1977.

Selama setahun bertugas, kiprah beliau di antaranya sukses mengkonsolidasikan Fakultas Universitas lama dengan pejabat eks Universitas Gabungan Surakarta (UGS) seperti Fakultas Kedokteran dengan PTPN dan Fakultas Pertanian dengan Universitas Nasional Saraswati karena masing-masing fakultas tersebut masih berada di tempat lama.

Kemudian kedua, adalah keberhasilan beliau membentuk Statuta Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret pada 14 Mei 1976. Pada awal berdirinya, berdasar Keppres No. 10 Tahun 1976 Tentang Pendirian Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret Ps.1 terdapat sembilan  Fakultas yaitu Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan, Fakultas Sastra Budaya, Fakultas Ilmu Politik, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Kedokteran, Fakultas Pertanian, dan Fakultas Teknik.

Haryo Mataram juga dikenal sebagai seorang akademisi yang ahli di bidang ilmu hukum humaniter. Beliau pernah menempuh pendidikan hukum di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1956. Semasa muda, putra Paku Buwono X ini juga pernah mengikuti Akademi Militer pada 1948. Beliau kemudian menjabat sebagai staf ahli di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Jakarta.

Sederet buku tentang Hukum Humaniter telah beliau tulis. Di antaranya, “Bunga Rampai Hukum Humaniter (Bumi Nusantara Jaya, 1988), “Hukum Humaniter dengan Doktrin Hankamrata” (Universitas Negeri Solo Press, 1990), “Beberapa Perkembangan dalam Hukum Internasional” (UNS Press, 1990), dan “Hukum Humaniter: Kumpulan Tulisan” (Pusat Studi Hukum Humaniter FH Usakti, 1999).

Dengan pemberian nama ini, Prof. Ravik lanjut berharap agar generasi mendatang tidak akan “kepaten obor” (bahasa Jawa: terputusnya silaturahmi) yang berakibat generasi UNS dapat menjadi buta terhadap sejarahnya sendiri. “Kalau kelak UNS dikelola oleh siapa saja yang tidak paham terhadap sejarah UNS maka akan susah mencari kebanggaan pada dirinya sendiri karena buta sejarah. Kalau tidak punya kebanggaan diri bagaimana kita bisa melaksanakan kewajiban membawa UNS kearah yang lebih baik,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Rektor mengatakan pemberian nama ini juga dilakukan semata-mata untuk memberikan penghormatan kepada para pendahulu yang secara sah merupakan bagian dari sejarah UNS. Humas UNS/Mia

Skip to content