Hari Lingkungan Hidup Sedunia dalam Bayang-Bayang Sampah yang Menggunung

Hari Lingkungan Hidup Sedunia dalam Bayang-Bayang Sampah yang Menggunung

UNS — Hari Lingkungan Hidup baru saja dirayakan pada 5 Juni lalu. Berbagai kegiatan dilaksanakan untuk merayakan peringatan tersebut. Kementerian Lingkungan Hidup misalnya, mereka mengampanyekan sepeda sebagai sarana transportasi yang digunakan dalam keseharian. Kendati begitu, perayaan-perayaan tersebut masih dibayang-bayangi masalah lingkungan besar di Indonesia yaitu berupa sampah.

Tidak dapat dimungkiri permasalahan sampah di Indonesia tidak pernah usai. Sampah-sampah di tempat pembuangan akhir kian menggunung. Gunungan-gunungan sampah itu pun makin banyak.

Hal tersebut tidak mengherankan jika kita mengecek data yang ada. Berdasarkan Statistik Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2018, setiap satu orang di Indonesia menyumbang 4 ton sampah tiap tahun. Jumlah tersebut didapat dari pembagian antara jumlah timbunan sampah di Indonesia yang mencapai 65.200.000 ton per tahun dan penduduk Indonesia yang mencapai 261.115.456 orang.

Sampah-sampah tersebut berasal dari berbagai penjuru. Salah satunya berasal dari sampah rumah tangga. Jumlah sampah rumah tangga yang cukup tinggi salah satunya diakibatkan banyaknya tas belanja. Sebanyak 54,8 persen rumah tangga di Indonesia tercatat tidak pernah membawa tas belanja sendiri.

Hal ini disampaikan oleh pakar lingkungan hidup Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Dr. Prabang Setyono, M.Si. Beliau mengatakan bahwa masih banyak orang yang tidak membawa tas belanja sendiri meskipun gerakan-gerakan prolingkungan sudah menggaungkannya. Bahkan, sejumlah pemerintah daerah juga sudah memiliki peraturan khusus mengenai penggunaan plastik sekali pakai.

“Masih banyak orang yang tidak membawa plastik belanja. Kalau sekarang itu kan supermarket jual tas-tas kain itu, ya. Tetapi tetap saja banyak yang lupa membawa tas, jadi saat belanja ya beli tas kain itu lagi,” ujarnya dalam kuliah umum pada Minggu (5/6/2022).

Dalam kuliah umum bertajuk “Tata Kelola Sampah Terintegrasi Berbasis teknologi sebagai Upaya Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca” tersebut Prof. Prabang juga menyampaikan bahwa banyak rumah tangga yang tidak bisa mengelola sampah. Beliau mengatakan 66,8 rumah tangga mengelola sampahnya dengan cara membakar.

Cara tersebut memang jamak ditemukan, terlebih lagi di daerah perdesaan. Namun, pembakaran sampah di lahan terbuka itu dapat mengakibatkan emisi rumah kaca. Emisi tersebut tentu memperparah kondisi Bumi.

“Hanya 1,2 persen rumah tangga yang melakukan daur ulang sampah. Memang angkanya kecil, tapi hal itu bisa kita lihat sebagai potensi. Ke depan perlu diperbanyak jumlahnya,” imbuh Kepala Program Studi Ilmu Lingkungan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UNS ini.

Tiga Layer Penanganan Sampah

Masalah sampah tidak dapat diselesaikan hanya dari satu layer. Prof. Prabang menyebut ada tiga layer yang harus menangani masalah sampah yang menggunung ini.

Hari Lingkungan Hidup Sedunia dalam Bayang-Bayang Sampah yang Menggunung

Layer pertama yakni pemerintah. Wujud penanganan sampah yang dapat dilakukan pemerintah yakni membuat regulasi-regulasi perihal sampah. Saat ini beberapa regulasi mengenai sampah sudah dibuat pemerintah. Salah satu regulasi yang mengatur sampah yakni Peraturan Presiden No. 97 tahun 2017. Peraturan tersebut menargetkan pengurangan sampah sejenis rumah tangga sebesar 30 persen dan penanganannya sebesar 70 persen.

Sementara itu, layer kedua adalah perilaku masyarakat. Perilaku yang dimaksudkan yakni melakukan pemilahan sampah.

“Masyarakat bisa memilah sampah sebelum dibuang. Mana sampah yang organik, mana yang anorganik. Itu sangat membantu pengelola Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk lebih cepat memperlakukan sampah di pembuangan akhir,” tukasnya.

Layer terakhir adalah teknologi. Regulasi dan perilaku masyarakat masih belum cukup untuk menangani sampah yang sudah terlanjur menggunung. Untuk itu, peran teknologi sangat dibutuhkan. Teknologi-teknologi pengolah sampah tersebut diharapkan tersedia di setiap TPA untuk memudahkan pengolahan. Teknologi yang dimaksud di antaranya menggunakan teknik pirolisis untuk mengubah sampah menjadi barang yang lebih berguna.

Teknik pirolisis ini juga dikembangkan oleh Prof. Prabang dalam Du-mask. Inisiasi yang dijalankan Prof. Prabang dengan dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) mengumpulkan masker-masker bekas untuk diolah menjadi beberapa produk seperti bahan bakar dan bahan baku yang bersifat keras seperti kayu.

Inisiasi-inisiasi pengelolaan sampah ini perlu diperbanyak supaya sampah-sampah yang ada dapat dikurangi atau diubah menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat. Jadi, apa yang sudah Anda lakukan untuk mengelola sampah? Humas UNS

Reporter: Ida Fitriyah
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content