Harmonisasi Enam Umat Beragama di UNS

Harmonisasi Enam Umat Beragama di UNS

UNS — Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dikenal sebagai Kampus Benteng Pancasila. Terdapat enam umat beragama yang hidup berdampingan di dalamnya. Bahkan, masing-masing rumah ibadah dari umat beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu dapat ditemukan di UNS. Hal ini tentu menjadi keunikan tersendiri. Tidak semua kampus menyediakan fasilitas seperti yang ditawarkan oleh UNS.

Pada Jumat (7/5/2021) lalu, tim uns.ac.id berkesempatan untuk mendengar cerita masing-masing pemuka agama di UNS dalam menjalankan aktivitas keagamaannya. Di UNS terdapat sebuah masjid bernama Nurul Huda. Bangunan yang terdiri dari dua lantai tersebut, kerap dijadikan umat beragama Islam dalam menjalankan ibadahnya. Terdapat sosok Dr. Miftah Nugroho, M.Hum., yang menjabat sebagai pemuka agama Islam di UNS. Ia mulai menjadi pengurus semenjak tahun 2019. Pada saat itu terjadi pergantian pemimpin di UNS yang berimbas pada pergantian pengurus di masjid Nurul Huda UNS.

Dr. Miftah menuturkan terdapat beberapa kegiatan keagamaan Islam di UNS seperti kajian untuk sivitas akademika UNS, kajian untuk Dharma Wanita UNS, proses mualaf, bahkan acara pernikahan yang diselenggarakan di masjid. Namun, setelah pandemi, kegiatan berubah secara signifikan.

“Sebelum pandemi, kita bisa menginventaris, bisa mengadakan banyak kegiatan, dan partisipan banyak. Misal di bulan Ramadan, yang ikut bukber banyak, di akhir bulan Ramadan ada iktikaf, dan yang tarawih banyak. Lalu, awal 2020 kan ada pandemi, jadi diputuskan masjid Nurul Huda tidak mengadakan kegiatan ibadah di bulan Ramadan, bahkan dulu sempat memutuskan tidak ada Jumatan. Namun, karena sekarang new normal, maka kegiatan kajian, tarawih, jumatan, dan bukber diadakan kembali dengan Prokes yang dijalankan dan peserta yang dibatasi tentunya,” terang Dr. Miftah yang kini juga menjabat sebagai dosen di Program Studi (Prodi) Sastra Indonesia UNS.

Ia juga berpesan agar sivitas akademika UNS dapat saling menghormati kepercayaan masing-masing.

“Pada kesempatan ini, saya berpesan untuk sivitas akademika UNS agar dalam kehidupan beragam di kampus, kita bisa saling menghormati dan menghargai kepercayan masing-masing,” pesannya.

Kisah selanjutnya datang dari Dr. Ir. Timotius Haryono, M.Th. (62) yang berperan sebagai pemuka agama Kristen di UNS. Ia mengajar agama Kristen di UNS semenjak tahun 2000. Hingga pada tahun 2009, Dr. Timotius dijadikan sebagai pengurus agama Kristen di UNS. Ketika di UNS, ia bersyukur karena fasilitas yang diberikan cukup baik.

“Saya bersyukur UNS memberi fasilitas yang baik, ada gereja kampus dan semua didukung dengan UKM yang ada. Semua difasilitasi dan berjalan dengan baik,” jelas Dr. Timotius.

Kala pandemi Covid-19 seperti sekarang, Dr. Timotius menjelaskan bahwa kegiatan-kegiatan keagamaan Kristen dilakukan secara daring walaupun terkadang masih ada kegiatan di gereja kampus dengan peserta yang dibatasi. Ia menambahkan, ia juga bersyukur karena di UNS sudah dibangun berbagai macam rumah ibadah semenjak tahun 1985 sehingga sikap toleransi dan gotong royong dapat tercipta.

Dr. Timotius berpesan pada sivitas akademika UNS sebagai umat beragama untuk menjaga toleransinya.

“Mari kuatkan dan terus menggiatkan sikap gotong royong, toleransi, dan saling menghargai,” pesannya.

Selanjutnya, Drs. Ign. Agung Satyawan, S.E., S.Ikom., M.Si., Ph.D. yang mulai bekerja di UNS pada tahun 1987 juga turut berbagi kisahnya. Ia mulai menjadi pengurus agama Katolik di UNS pada 5 tahun yang lalu. Dosen Prodi Hubungan Internasional (HI) UNS ini, mengatakan bahwa terdapat beberapa kegiatan keagamaan Katolik di UNS seperti kebaktian setiap hari Jumat dan misa setiap sebulan sekali yang rutin diadakan. Adapun, hari raya umat Katolik yakni Natal, biasanya menggandeng Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta untuk menyelenggarakan serangkaian acara.

Agung mengatakan bahwa ketika pandemi, kegiatan yang semula dilakukan secara luring kini beralih menjadi daring.

“Perbedaannya, dulu setiap hari ada mahasiswa yang berdoa di situ (gereja) dan berdiskusi, sekarang gedung menjadi sepi dan mereka beralih ke virtual. Ada juga mahasiswa yang datang ke gereja namun tidak dalam jumlah yang banyak untuk menenangkan diri ataupun berdiskusi,” terangnya.

Di akhir wawancara, ia berpesan agar terjadi dialog antar umat beragama untuk mencapai konsensus bersama.

“Kita saling menghormati, toleransi, dan berdioalog untuk mencapai konsensus yang mana akan menjadi sesuatu yang indah,” pesan Agung.

Pada agama Hindu, tim uns.ac.id berkesempatan untuk berbincang dengan Ida Bagus Karnawan  yang berasal dari Bali. Ia mulai merantau ke Surakarta pada tahun 1985. Sejak awal mula menginjakkan kaki di Surakarta, Ida terus berusaha untuk mencari pura sebagai tempat beribadah. Akhirnya, pada tahun 1990, ia menghubungi salah satu dosen di UNS untuk meminta izin apakah umat Hindu yang berada di dekat UNS diizinkan untuk melakukan sembahyang di UNS dan diperbolehkan. Sejak itulah, ia aktif dalam kegiatan keagamaan Hindu di UNS.

Ida tergabung dalam banjar kata lain paguyuban di bagian Solo timur. Ia menerangkan bahwa terdapat beberapa kegiatan keagamaan Hindu yang dilakukan seperti setiap hari Minggu melakukan sembahyang bersama, adanya upacara hari raya Hindu, dan piodalan yakni perayaan hari jadi tempat suci agama Hindu. Namun, pada masa pandemi ini, kegiatan hanya dapat diikuti sebanyak 30% dari total umat beragama Hindu.

“Setelah pandemi karena ada himbauan cuma 30% dari jumlah umat, memang kami batasi. Itu sudah merupakan komitmen yang mematuhi aturan kampus,” tutur Ida.

Ida berpesan semua umat berdoa agar pandemi Covid-19 cepat berlalu.

“Kita sebagai anak bangsa, saya berharap apapun suku, agama kita, marilah kita pada saat pandemi ini berdoa. Mari kita berdoa agar cepat berlalu,” ajaknya.

Tim uns.ac.id juga berbincang dengan Sha Lisa Indriyani pengurus agama Buddha di UNS. Mulai tahun 2016, ia telah aktif menjadi pengurus wihara di UNS. Hingga sekarang, Lisa menuturkan terdapat 20 anggota yang aktif dalam mengurus kegiatan keagamaan Buddha di UNS. Adapun, kegiatan yang mereka lakukan adalah puja bakti, meditasi, dan jumatan. Kegiatan dilakukan secara luring namun karena pandemi, kegiatan dialihkan menjadi daring.

“Kalau sebelum pandemi, kita ngumpul offline tapi begitu awal pandemi ada kegiatan yang dihentikan dan dialihkan. Kayak puja bakti jadi online. Dulu, awal-awal meditasi dan jumatan dihentikan tapi sekarang puja bakti udah ketemuan lagi. Meditasi juga gitu. Jumatan belum jalan karena melibatkan mahasiswa dan mereka pada di luar kota,” terang Lisa.

Lisa juga beranggapan, bahwa di UNS, sivitas akademika sudah cukup inklusif dalam menyikapi perbedaan. Ia tidak pernah mengalami diskriminasi selama di UNS. Teman-temannya dapat menerimanya dengan baik. Selain itu, ia berpesan agar menjaga toleransi.

“Jangan tinggalkan ibadah dan jangan lupakan protokol kesehatan. Mari, sama-sama kita jaga toleransi agama,” ucapnya.

Selain kelima agama di atas, di UNS pun terdapat kelenteng yang menjadi tempat beribadah umat Konghucu. Margareta Helen (20), sebagai pengurus agama Konghucu di UNS semenjak tahun 2020 lalu, ia mengatakan hingga saat ini terdapat 3 mahasiswa yang menganut agama Konghucu. Terdapat beberapa kegiataan keagamaan yang dilaksanakan seperti sekolah minggu, Imlek, dan Cheng Beng.

Namun, ketika pandemi, kegiatan dialihkan secara daring.

“Sebelum pandemi, kami lebih sering ngumpul di sini. Tapi, sekarang kegiatan daring, kayak sekolah minggu sekarang dilaksanakan sebulan sekali,” terang Helen. Ia juga berpesan agar sesama umat beragama agar lebih berpikiran terbuka.

“Yuk, kita lebih open minded lagi dan saling menghargai perbedaan,” ujarnya.

Kisah keberagaman 6 umat beragama di UNS menjadi bukti harmonisasi yang selaras dengan julukan UNS sebagai kampus Benteng Pancasila. Bahkan, pada tahun ini, hari raya Galungan bertepatan dengan awal bulan Ramadan. Juga, perayaan hari raya Idul Fitri bersamaan dengan hari raya umat Kristiani yakni Kenaikan Yesus Kristus. Menyikapi hal ini, masing-masing perwakilan umat beragama di UNS turut buka suara.

Dr. Miftah memandangnya sebagai momen yang luar biasa.

“Menurut saya, hal ini adalah sebuah momen yang luar biasa, yang jarang terjadi pada hari-hari besar keagaaman bisa bersamaan. Kita bisa menjalankan masing-masing perayaan itu, saling menghormati. Mari kita merayakan hari besar kita dengan khidmat dan kita saling menghormati,” ujarnya.

Hal serupa disampaikan oleh Dr. Timotius yang menyorot toleransi yang sudah dibangun di UNS

“Di UNS sudah dibangun budaya toleransi dan kebersamaan sehingga di UNS memang saling menghargai, saling menghormati sekalipun punya kepercayaan masing-masing,” kata Dr. Timotius.

Ida juga mengatakan bahwa hari raya yang bertepatan dengan agama lain, bukanlah suatu masalah. Sesama umat beragama sudah terbiasa membaur dengan umat agama lainnya. Lisa juga berpendapat demikian, bahwa adanya hari raya yang bersamaan ini, menjadi bukti bahwa Indonesia memang beragam dan mampu untuk merayakan masing-masing dengan menunjukkan rasa hormat pada umat lain.  Adapun, Hellen menyoroti bahwa perbedaan adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Adanya perbedaan menjadi warna tersendiri bagi UNS.

Kemudian Agung juga beranggapan bahwa hal tersebut adalah hal yang wajar.

“Saya kira bagus, nggak masalah dan wajar saja. Tapi karena masih pandemi harusnya ada peringatan untuk lebih hati-hati,” terangnya. HUMAS UNS

Reporter: Zalfaa Azalia Pursita
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content