Jubir Satgas Covid-19 RS UNS Luruskan Isu Soal Pasien yang Sengaja Di-Covid-kan

UNS — Isu soal pasien yang sengaja di-Covid-kan oleh pihak rumah sakit (RS) adalah satu dari sekian banyak informasi menyesatkan yang beredar di masyarakat. Mereka yang mempercayai isu ini, menuduh pihak RS sengaja mencari untung untuk mendapatkan insentif dari pemerintah.

Selama tahun 2020, masyarakat dan warganet beberapa kali dihebohkan oleh klaim sejumlah orang yang menyebut ada pasien yang tidak terjangkit SARS-CoV-2 tetapi ditangani dengan protokol Covid-19 dengan dalih mengejar insentif dari pemerintah yang besarannya bervariasi di kisaran Rp 300 juta per satu orang.

Namun, setelah ditelusuri langsung kepada si pembuat klaim –seperti yang dibenarkan oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) pada bulan Juli tahun 2020 yang lalu- cerita soal pasien yang sengaja di-Covid-kan agar pihak RS mendapat insentif dari pemerintah hanya berasal dari “katanya” tetangga, teman, atau saudara.

Juru Bicara (Jubir) Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Rumah Sakit (RS) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Tonang Dwi Ardyanto dr. SpPK, PhD, dalam Solopos FGD Virtual bertajuk “Strategi Penanganan Covid-19 Jawa Tengah” pada Kamis (17/6/2021) malam, langsung meluruskan isu menyesatkan ini.

Ia mengatakan tidak ada niat buruk dari pihak RS untuk meng-Covid-kan pasien yang sebelumnnya tidak terjangkit SARS-CoV-2. Apalagi, untuk mendapatkan insentif dari pemerintah yang isunya beredar di masyarakat dan Media Sosial (Medsos).

“Apakah RS akan dapat (red: uang/ insentif)? Tidak. RS hanya untuk mengelola pasien Covid-19 dan saat meninggalnya saja. Tidak ada yang lain. Sehingga jangan dianggap RS akan mendapat uang banyak karena meng-Covid-kan,” tegas dr. Tonang.

Di hadapan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yang juga menjadi pembicara dalam Solopos FGD Virtual, dr. Tonang mencontohkan dalam beberapa kasus orang yang meninggal -padahal sebelumnya tidak terindikasi atau tidak dinyatakan positif Covid-19- setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak RS ternyata positif Covid-19.

Selain itu, dalam kebanyakan kasus pasien yang meninggal karena Covid-19, ternyata setelah ditelusuri pasien yang bersangkutan juga memiliki komorbid atau penyakit penyerta, seperti gula, asma, jantung, hipertensi, dan ginjal.

Dengan adanya komorbid, dr. Tonang mengatakan faktor tersebut dapat memperberat kondisi pasien yang juga sedang positif Covid-19.

“Contohnya, biasanya ada orang rutin memeriksakan diri hipertensi ke dokter tapi kali ini dia sakit ke RS kok meninggal karena Covid-19, padahal dia (red: sakit) jantung. Kebetulan sekarang kena Covid-19 dan meninggalnya karena paduan antara jantung dan Covid-19,” ujar dr. Tonang.

Ia mengimbau masyarakat, khususnya di Kota Surakarta, agar tidak menanggapi isu soal RS yang sengaja meng-Covid-kan pasien. Baginya, saat ini kondisi yang dialami oleh dokter dan tenaga kesehatan (nakes) di RS dan orang yang mengantri di IGD untuk mendapatkan kamar isolasi di RS, sama-sama dalam kondisi tidak enak.

Lonjakan kasus positif Covid-19 yang saat ini melanda Kota Surakarta, disebut dr. Tonang membuat pihak RS juga tertekan. Sehingga, ia meminta masyarakat tidak tersulut emosinya jika menanggapi kabar soal Covid-19 yang belum dapat dipastikan kebenarannya.

“Kalau misalnya saat ini yang terjadi di IGD ada antrian pasien Covid-19 yang menunggu kamar, ya aslinya ini kita sama-sama stres jadi mending kita endak usah cari perkara. Situasi yang tidak nyaman untuk semua, baik untuk pasien, publik juga pasti tidak nyaman, serba endak enak. Tapi, faktanya memang penuh dan berisiko menumpuk ke belakang,” pungkasnya. Humas UNS

Reporter: Yefta Christopherus AS
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content