Keadilan Hukum Harus Ditegakkan

Keadilah hukum harus ditegakkan oleh penegak hukum di Indonesia demi memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Sebab, saat ini sering dijumpai penegakan hukum yang lebih mengutamakan kepastian hukum.

“Negara harus mengubah politik hukum. Tegakkan keadilan, kepastian, baru kemanfaatan. Tapi sekarang kebalik, kepastian dulu baru keadilan. Jadinya masyarakat tidak mendapat keadilan sebenarnya,” ungkap advokat Solo, Muhammad Taufiq kepada wartawan.

Ia pun mengungkapkan, selama ini penegak hukum di Indonesia banyak yang masih menganut paham postivistik, yang lebih mengutamakan kepastian hukum dibandingkan keadilan. Hal itu berdampak pada banyak bermunculan kasus yang menggambarkan keadilan substansial telah terpisah dari hukum, seperti: kasus pencurian satu buah semangka, kasus pencurian kapuk randu, kasus penebangan dua batang bambu di Magelang, kasus Lanjar Sriyanto, kasus pencurian sandal jepit, dan sebagainya. Kasus-kasus tersebut merupakan kasus ringan yang tidak berpihak pada keadilan masyarakat.

“Dari kasus-kasus itu kemudian timbul solidaritas masyarakat untuk mengumpulkan sandal jepit yang kasus sandal jepit, semangka untuk kasus semangka, bambu untuk kasus pencurian batang bambu. Karena keadilan tidak ditegakkan, kasus seperti itu dihukum dengan (kurungan) berapa bulan, tahun. Bagaimana dengan yang kasus anak Hatta Rajasa, anaknya Ahmad Dhani. Mau menetapkan anak Ahmad Dhani menjadi tersangka saja susah sekali. Nah apakah ini keadilan benar-benar ditegakkan? Akhirnya timbul ketidakpuasan masyarakat terhadap penegakan hukum karena untuk kasus seperti itu dijatuhi hukuman yang tidak sebagaimana mestinya,” tuturnya.

Taufiq berharap, penegakan keadilan akan lebih sesuai dengan kemauan masyarakat, bukan yang tertulis di undang-undang. Ia pun menggarisbawahi masalah proses perekrutan dan kurikulum pendidikan penegak hukum. Sebab, hal tersebut mendukung profesionalisme dari para penegak hukum. Ia melihat bahwa proses perekrutan penegak hukum, seperti hakim, polisi, dan jaksa masih seperti job seeker. Akibatnya, orang memilih profesi penegak hukum dengan alasan mencari kerja, bukan karena kesadaran moral untuk menegakkan keadilan masyarakat. “Rekruitmen profesi hukum masih seperti lowongan kerja. Jadi harus didorong agar hakim, polisi, jaksa merubah mindset agar tercipta keadilan substansial,” ujarnya.

Perlunya penegakan keadilan hukum tersebut dibahas dalam disertasinya Model Penyelesaian Perkara Pidana yang Berkeadilan Substansial. Disertasi tersebut disusun dalam rangka Promosi Doktor pada Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret (UNS). Ia berharap penelitiannya bermanfaat dalam penegakan hukum pidana yang berkeadilan substansial. [red-uns.ac.id]

Skip to content