Kenang Sastrawan Kriapur: Kontribusi Sastrawan Lokal Perlu Dihargai

Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMP) Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia (Kemasindo) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (FIB UNS) Surakarta menggelar kegiatan untuk mengenang salah satu alumnus Prodi S-1 Sastra Indonesia angkatan 1978, yakni Kriapur. Kegiatan yang mengusung tema “Jejak Kupu-kupu Kaca” ini diselenggarakan di Taman Argo Budoyo, Jumat malam (21/10/2016).

Penampilan BnB Percussion sebagai pengiring saat ekranisasi salah satu karya Kriapur.
Penampilan BnB Percussion sebagai pengiring saat ekranisasi salah satu karya Kriapur.

Kriapur yang merupakan akronim dari Kristianto Agus Purnomo merupakan penyair Indonesia yang lahir di Solo 6 Agustus 1959. Ia tidak berumur panjang, pada usia 28 tahun ia mangkat karena kecelakaan lalu lintas di Batang, 17 Februari 1987. Satu tahun sebelum meninggal, ia sempat menjadi dosen di Universitas Veteran (UNIVET).

Sebagai seorang sastrawan, karya-karya puisinya pernah dimuat di majalah Horison—satu-satunya majalah sastra pada saat itu. “Malam ini, dalam karya-karyanya yang berbentuk puisi akan diekranisasikan (dialihwahanakan—red.) ke dalam bentuk penampilan sebuah teater,” ungkap ketua panitia, Muhammad Hasan saat memberikan sambutan. Beberapa karya tersebut adalah Kupahat Mayatku di Air, Aku Ingin Menjadi Batu di Dasar Kali, Kota Kota Kota, Jalan, Natal di Gurun Pertempuran, Natal bagi Musuh-musuhku, dan Kupu-kupu Kaca.

Dikenang

Pada malam itu, ada sekitar 11 penampil yang mengekranisasikan karya-karya Kriapur. Mereka adalah Kemasindo, Alumni Kemasindo, Teater Tesa, Kosong, Teater Peron, Oscar, Oase, Masastro, Biroe, Sandilara, dan BnB Percussion.

Hary Sulistyo berpendapat bahwa menghargai orang-orang di sekitar menjadi langkah awal untuk tuju hal yang lebih besar.
Hary Sulistyo berpendapat bahwa menghargai orang-orang di sekitar menjadi langkah awal untuk tuju hal yang lebih besar.

Salah satu alumnus hadir yaitu Hary Sulistyo mengatakan bahwa kegiatan sastrawan lokal merupakan suatu hal baru yang ada di prodi di mana ia pernah mengambil studi. “Karena selama ini kita selalu membicarakan narasi yang besar dari sastrawan seperti Chairil Anwar, W.S. Rendra. Padahal di sekitar ada sastrawan yang juga harus kita hargai,” ujarnya. Ia berpendapat bahwa hal tersebut bisa menjadikan orang-orang khususnya mahasiswa Prodi Sastra Indonesia menjadi orang yang besar. Dengan menghargai orang-orang di lingkungan sekitar menjadi langkah awal untuk hal yang lebih besar.[](dodo.red.uns.ac.id)

Skip to content