Ketahanan Infrastruktur Sipil untuk Antisipasi Bencana Alam

Program Studi (Prodi) Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (FT UNS) Surakarta bersama Yayasan Alumni Sipil Peduli (Alped) menggelar seminar nasional bertajuk “Ketahanan Infrastruktur Sipil untuk Antisipasi Bencana Alam”, Rabu (2/11/2016). Ada tiga narasumber yang didapuk menjadi pembicara, yakni Andi Eka Sakya (Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika), Unggul Priyanto (Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), dan Arie Setiadi Moerwanto (Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat).

Seminar tersebut dilatarbelakangi oleh fenomena pembangunan infrastruktur di Indonesia yang akhir-akhir ini sedang digalakkan oleh pemerintah pusat. Pada saat yang bersamaan dengan pembangunan infrastruktur tersebut, banyak terjadi peristiwa alam yang menimbulkan kerusakan pada bangunan infrastruktur yang sudah ada. “Melihat fenomena tersebut, maka perencanaan dan pembangunan yang mengedepankan ketahanan infrastruktur dalam mengantisipasi kejadian bencana alam menjadi sebuah tuntutan,” ujar Kepala Prodi Teknik Sipil, Wibowo.

Andy Eka Sakya berikan pemahaman mengenai ketahanan bangunan dalam perspektif bencana alam di Indonesia.
Andy Eka Sakya berikan pemahaman mengenai ketahanan bangunan dalam perspektif bencana alam di Indonesia.

Salah satu pembicara, Andy Eka Sakya menyampaikan presentasi mengenai ketahanan bangunan dalam perspektif bencana alam di Indonesia. Ia mengatakan bahwa saat ini di tengah periode yang lazimnya merupakan puncak musim kemarau dan awal musim penghujan, tetapi banjir telah terjadi di berbagai lokasi. Hal tersebut berdasarkan kejadian di Garut pada September, serta Bandung dan Gorontalo pada Oktober. “Kejadian bencana tersebut, selain belum pernah terjadi sebelumnya, juga jelas menimbulkan korban dan kerugian, baik dalam bentuk terhentinya kegiatan ekonomi produktif, korban manusia, maupun bangunan serta konstruksi lainnya,” terangnya.

Andy juga memaparkan perbandingan kerugian bencana gempa bumi yang terjadi di beberapa kota seperti Amatrice, Italia dan Yogyakarta, Indonesia. Di Amatrice, 24 Agustus 2016 pukul 3.36 waktu setempat terjadi gempa bumi sebesar 6,2 skala Richter yang menewaskan 297 orang dan 365 orang luka. Sedangkan di Yogyakarta, pada 27 Mei 2006 pukul 5.55 WIB, gempa bumi dengan besar yang sama menewaskan 6.234 orang, 33.231 orang luka berat, dan 12.917 orang luka ringan. Perbandingan yang jauh tersebut tidak lepas dari kebijakan Italia yang memberlakukan Peraturan Bangunan Tahan Gempa 1974 pada bangunan infrastrukturnya dan diperbaharui pada 2012.

Dirjen Bina Marga Kemen PUPR, Arie Setiadi Moerwanto.
Dirjen Bina Marga Kemen PUPR, Arie Setiadi Moerwanto.

“Kita biasanya tidak pernah berupaya mencegah hingga kondisi terlambat,” tuturnya. Korban, bukan disebabkan oleh bencana alam itu sendiri, melainkan lebih disebabkan oleh bangunan yang tidak memenuhi ketentuan teknis. Ia juga menyampaikan bahwa jumlah korban yang ada akan sangat bergantung pada faktor seberapa kuat bangunan yang didirikan.

Sementara itu, Unggul Priyanto menyampaikan materinya mengenai teknologi untuk memanipulasi cuaca. Terakhir, Arie Setiadi Moerwanto memberikan materi tentang tantangan dan peluang pengembangan infrastruktur di Indonesia.[](dodo.red.uns.ac.id)

Skip to content