Komunikasi Krisis di Masa Pandemi Bersama CEO Asumsi Pangeran Siahaan

UNS – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta adakan acara Gelar Tikar Virtual pada Jumat (10/7/2020). Acara yang dibuka untuk umum ini digelar melalui Google Meet dan live streaming YouTube. Total sebanyak 235 peserta bergabung dalam kegiatan tersebut. Mengangkat tema “Komunikasi Krisis dan Media yang Esensial”, BEM FISIP UNS menghadirkan Pangeran Siahaan Chief Executive Officer (CEO) sebagai pembicara. Kemudian berjalannya diskusi dipandu oleh moderator Muhammad Feraldi Hifzurahman.

Mengawali diskusi, moderator acara menyampaikan pengantar mengenai topik pertama yaitu komunikasi krisis. Komunikasi krisis dikatakan oleh Feraldi sebagai cara pemerintah menyampaikan kepada warganya tentang bagaimana krisis yang terjadi dan apa langkah yang akan dilakukan dalam menangani krisis tersebut. Saat ini tidak sedikit pihak dan ahli yang memberikan komentar terkait dengan upaya pemerintah dalam menerapkan komunikasi krisis di masa pandemi. Pemerintah dinilai belum tegas dalam menentukan sikapnya sehingga berdampak pada menjamurnya berita abu-abu dan respon masyarakat menjadi abai dengan pemberitaan yang ada.

Hal tersebut diperparah dengan persebaran berita di sosial media yang lebih mengutamakan kuantitas daripada kualitas. Padahal didalam situasi seperti ini masyarakat memerlukan informasi yang esensial, transparan dan valid untuk bisa memahami dengan baik kondisi yang sedang terjadi. Jika merujuk pada kondisi yang ideal saat terjadi krisis yang harus dilakukan ialah memberikan rasa tenang dengan memberikan gambaran yang sedang terjadi dan memastikan bahwa semua dalam kendali yang aman.

Namun disampaikan oleh Pangeran Siahaan bahwa terdapat satu hal yang jarang disinggung jika membicarakan komunikasi saat krisis yaitu faktor sosial-kultural. Secara sederhana hal ini dapat dilihat dari pola komunikasi yang terbentuk dimasing-masing negara. Dicontohkan oleh beliau yaitu dengan membandingkan komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah di beberapa negara tetangga. Merespon kondisi pandemi Covid-19, Singapura melakukan press conference dengan menggunakan tiga bahasa yaitu bahasa inggris, melayu, dan mandarin kemudian menyampaikan tidak akan ada yang ditinggalkan.

“Itukan sebenarnya sebuah apa ya, mungkin kita bisa curiga bahwa hal tersebut adalah retorika politik tapi dalam proses komunikasi politik rasa garansi itu sesuatu yang abstrak tapi diperlukan. Apakah betul dilakukan itu menurut saya, itu bahasan berikutnya. Tapi bagi publik atau masyarakat itu perlu melihat ada yang pegang kendali,” tutur Pangeran Siahaan ditengah pembahasan.

Komunikasi krisis di tengah pandemi yang dilakukan pemerintah saat ini dinilai terdapat kalkulasi yang tidak tepat di awal, namun kini menuju pergerakan yang lebih baik. Hal lain yang menjadi poin untuk diperhatikan ialah tujuan informasi disampaikan dalam bentuk apapun, pengirim pesan hanya berperan sedikit saat pesan telah dipersepsikan oleh penerima. Sehingga makna dari sebuah pesan tergantung pada cara penerima pesan mengintrepretasikannya. Dikatakan oleh Pangeran Siahaan bahwa masyarakat kini cenderung mengabaikan kebenaran suatu informasi, namun lebih menekankan siapa yang mereka percaya.

Masuk pada materi kedua mengenai “Media yang Esensial”. Ketika masa krisis terjadi, media industri akan turut terkena dampak. Sebagai CEO dari Asumsi, diceritakan jika Asumsi sendiri kembali ke model bisnis media yang dibawa, salah satunya value. Di masa pandemi ini perhatian bisa didapatkan dengan memainkan play paid headline. Hal ini dapat dilakukan dengan kesesuaian antara headline, caption, dan lain-lain dengan mengutamakan kebenaran dan tidak menyimpangkan suatu kebenaran dalam berita tersebut. Hal yang tidak kalah penting ialah mengikuti kebutuhan dari masyarakat sendiri.

Selama diskusi berlangsung peserta aktif menyampaikan pertanyaan kepada Pangeran Siahaan melalui chat room. Salah satunya tentang perbaikan apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah saat ini. Transparansi menjadi poin perhatian yang perlu ditingkatkan. Masyarakat perlu diberikan informasi mengenai proses yang terjadi sebelum sampai menjadi suatu kebijakan. Penjelasan terkait alasan dan dasar yang digunakan oleh pemerintah perlu dikomunikasikan sehingga masyarakat bisa memahaminya.

Menutup diskusi, Pangeran Siahaan menyampaikan pesan kepada peserta bahwa menjadi kritis dalam segala hal dan bidang merupakan hal yang tidak dimiliki oleh setiap orang. Jadi terus asah pemikiran kritis terutama mahasiswa. Jangan lupakan aspek teknologi dalam perkembangan IPTEK dalam lingkungan masyarakat. Kombinasi antara critical thinking dan aspek teknologi inilah yang nantinya bisa membawa seseorang melangkah lebih jauh lagi. Humas UNS

Reporter: Ratri Hapsari
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content