Lakukan Pendampingan ABK Saat Isolasi Mandiri? Simak Penjelasan Dokter Anak RS UNS Ini

Lakukan Pendampingan ABK Saat Isolasi Mandiri? Simak Penjelasan Dokter Anak RS UNS Ini

UNS — Berkesempatan menjadi pemateri dalam acara Webinar Pendampingan Anak dengan Disabilitas di Masa Pandemi pada Minggu (18/7/21), dr. Maria Galuh K.S., Sp.A., M. Kes menyampaikan beberapa tindakan yang harus diperhatikan ketika Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) terpapar virus Covid-19. Praktisi dokter anak dari Rumah Sakit UNS tersebut menyebutkan bahwa ABK sangat rentan terhadap Covid-19. Oleh karena itu, perlu adanya edukasi bagi keluarga dari ABK supaya tidak mengalami kebingungan di tengah pandemi Covid-19. Dengan demikian, ABK bisa mendapatkan akses perlindungan yang setara dan penanganan yang tepat waktu selama pandemi Covid-19.

Tingginya angka kematian anak di Indonesia akibat Covid-19 juga cukup mengkhawatirkan. Data dari IDAI per Juli 2021 menyebutkan bahwa anak-anak di usia 10 tahun – 18 tahun mengalami tingkat kematian paling tinggi dibandingkan dengan anak-anak di usia lainnya, yakni 30%.

“Tingkat kematian anak-anak di usia 10 – 18 tahun akibat Covid-19 paling tinggi karena anak di usia itu sudah bisa berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Sehingga rentan tertular Covid-19,” ujar dr. Maria.

Meskipun angka tersebut merupakan data kematian anak secara keseluruhan dan belum diketahui presentase data kematian ABK, namun angka tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat kematian anak akibat Covid-19 tertinggi se-Asia Pasifik.

dr. Maria mengungkapkan pentingnya mengenali gejala Covid-19 pada anak-anak. Sebab, kasus Covid-19 pada anak dengan gejala ringan dapat segera dilakukan tindakan berupa isolasi mandiri di rumah.

“Gejala Covid-19 untuk anak-anak kebanyakan adalah demam, batuk, dan pilek. Untuk sesak nafas di awal biasanya jarang. Kami dari RS UNS, ada 12 pasien di isolasi Covid-19, mulai dari bayi baru lahir hingga anak yang paling tua yakni di berusia 12 tahun,” terangnya.

Selain mengenali gejala awal Covid-19 pada anak-anak, orangtua juga perlu memperhatikan laju nafas untuk mendeteksi kemungkinan tertular Covid-19. Menurut dr. Maria, semakin besar usia anak maka frekuensi nafas akan semakin sedikit. “Misalnya apabila bayi yang berusia 5 bulan mengalami frekuensi napas yang tinggi, maka perlu dilihat apakah laju napas tersebut sesuai dengan range normal atau tidak,” imbuhnya.

Sementara bagi ABK yang terpapar virus Covid-19, dr. Maria menegaskan perlu adanya perhatian khusus agar mereka segera mendapatkan penanganan sehingga kondisinya tidak memburuk.

“Anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus saja kita harus pantau gejalanya, apalagi ABK. Sebelum ada Covid-19, ABK yang bergejala batuk dan demam tidak bisa diperlakukan seperti anak yang lainnya. Biasanya, kalau tidak segera ditangani maka kondisinya akan memburuk,” tutur dr. Maria.

Isolasi Mandiri pada ABK

Lakukan Pendampingan ABK Saat Isolasi Mandiri? Simak Penjelasan Dokter Anak RS UNS Ini

dr. Maria juga membagikan syarat isolasi mandiri pada anak-anak menurut IDAI 2021. Anak-anak yang terpapar virus Covid-19 dapat melakukan isolasi mandiri apabila anak tersebut tidak bergejala atau bergejala ringan seperti batuk, pilek, demam, diare, muntah, dan ruam pada kulit. Pada ABK, mereka biasanya masih aktif dan bisa menjalani kebutuhan dasarnya seperti makan dan minum.

Pada saat melakukan isolasi mandiri, ABK perlu diberi edukasi mengenai etika batuk sesuai dengan derajat disabilitasnya. Selain itu, orang tua juga harus tetap memantau gejala dan melakukan pemeriksaan suhu secara berkala. yakni sehari dua kali pada pagi dan malam hari. Begitupun dengan lingkungan isolasi mandiri yang harus diperhatikan, yakni memiliki ventilasi yang cukup.

Beberapa hal lainnya yang perlu diperhatikan saat ABK melakukan isolasi mandiri adalah ketersediaan akses seperti ramp, pintu masuk, toilet, meja, dan lain-lain. Sementara pada anak penyandang disabilitas mental dan intelektual biasanya membutuhkan ruang isolasi yang sesuai dengan kondisi dan derajat disabilitasnya.

“Anak penyandang disabilitas mental perlu dilakukan pengawasan yang lebih ketat ketika berinteraksi dengan orang lain. Sementara bagi anak penyandang disabilitas intelektual yang cenderung cepat merasa bosan di dalam rumah, pastikan ia aman saat beraktifitas di luar rumah secara terbatas,” ungkap dr. Maria.

Selain itu, alat-alat bantu bagi penyandang disabilitas fisik yang melakukan isolasi mandiri juga harus steril. Mereka juga perlu difasilitasi dengan tombol bantuan seperti bel yang dapat memudahkan anak pada saat meminta tolong. Bagi anak yang mengalami speech delay, mereka juga perlu diberi masker transparan.

Menurut peraturan IDAI 2021 mengenai isolasi mandiri, orangtua dapat mengasuh anak yang terpapar virus Covid-19, pun dengan AKB. Namun orang tua yang disarankan adalah mereka yang beresiko rendah terhadap gejala berat Covid-19.

“Akan tetapi, jika ada anggota keluarga yang positif, maka dapat dilakukan isolasi bersama dengan catatan bergejala ringan. Sementara apabila orangtua dan anak berbeda status Covid-19, disarankan berikan jarak tidur 2 meter di kasur yang terpisah,” imbuhnya

Obat-Obatan yang Perlu Dikonsumsi ABK Selama Isolasi Mandiri

Di kesempatan yang sama, dr. Maria juga menjelaskan obat-obatan dan vitamin yang harus dikonsumsi anak-anak —baik yang berkebutuhan khusus maupun tidak, saat melakukan isolasi mandiri di rumah. Sama seperti orang dewasa, obat bagi anak-anak yang terpapar virus Covid-19 di antaranya obat penurun demam, multivitamin yang mengandung vitamin C, D3, dan zink sebagai anti oksidant.

“Satu hal penting yang harus saya sampaikan yang biasanya membuat orang tua salah kaprah, yakni demi menjaga imun mereka selalu memberi suplemen pada anak untuk meningkatkan imun. Sebenarnya itu tidak perlu selama kebutuhan dasar berupa asupan makan bergizi dan multivitamin yang mengandung vitamin C, D3, dan zink sudah tersedia,” tegas dr. Maria.

Vaksinasi Pada ABK

Lakukan Pendampingan ABK Saat Isolasi Mandiri? Simak Penjelasan Dokter Anak RS UNS Ini

Sementara untuk vaksinasi, dr. Maria mengatakan bahwa ABK tetap mendapatkan vaksin karena bukan kontradiksi untuk imunisasi Covid-19.

“Anak disabilitas secara umum bukan kontradiksi untuk imunisasi Covid-19,” tegasnya.

Hanya saja, perlu diperhatikan bahwa anak-anak yang memperoleh vaksinasi adalah mereka yang berusia 12 – 17 tahun. Hal tersebut dikarenakan vaksin tersebut diujikan kepada anak di usia tersebut dengan jumlah subjek uji klinis yang memadai. Anak-anak di usia tersebut cenderung memiliki aktivitas sosialisasi yang tinggi sehingga beresiko terpapar virus Covid-19. Selain itu, mereka juga sudah bisa menyampaikan keluhan yang dirasakan pasca imunisasi Covid-19.

“Namun untuk ABK, kita tetap harus mengobservasi setelah imunisasi nanti dia bagaimana,” pungkas dr. Maria. Humas UNS

Reporter: Alinda Hardiantoro
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content