Mengapa Kita Gemar Mengikuti Hal yang Sedang Viral? Begini Kata Dosen Psikologi UNS

Mengapa Kita Gemar Mengikuti Hal yang Sedang Viral? Begini Kata Dosen Psikologi UNS

UNS — Masih ingatkah dengan tren botol minum sultan, Corkcicle? Meski harganya yang terbilang mahal, namun tetap menjadi incaran banyak orang untuk membelinya. Atau tren permainan lato-lato yang kini tengah digandrungi di masyarakat. Hingga dapat dengan mudah dijumpai penjual permainan lato-lato maupun orang yang sedang bermain lato-lato.

Atau bagi Anda pengguna aplikasi TikTok juga banyak dijumpai beragam challenge yang terkadang challenge tersebut seolah mengajak kita untuk mengikutinya. Lebih lanjut, masih banyak lagi tren-tren lainnya yang turut viral di masyarakat yang membuat kita untuk mengikuti tren tersebut. Lantas, mengapa muncul perasaan untuk mengikuti sesuatu yang sedang viral pada diri manusia?

Dosen di Program Studi (Prodi) Psikologi Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta sekaligus Tim Psikologi Career Development Center (CDC) UNS, Fadjri Kirana Anggarani, S.Psi., M.A. mengatakan bahwa perilaku suka mengikuti  tersebut istilah ilmiahnya Bandwagon Effect.

Bandwagon Effect merupakan salah satu bentuk bias kognitif karena adanya pengaruh dari orang lain maupun kelompok,” ungkap Fadjri, M.A. saat dihubungi uns.ac.id pada Selasa (17/1/2023).

Bandwagon Effect menggambarkan sebuah fenomena psikologi di mana seseorang cenderung mengikuti tren, gaya, sikap, dan lain sebagainya karena melihat banyak orang turut melakukan hal yang sama.

Fadjri, M.A., menambahkan bahwa tren atau suatu hal yang sering kita ketahui dengan istilah viral, biasa terjadi di media sosial seperti contohnya pada media sosial TikTok. Exposure tinggi dari media sosial mengenai sesuatu yang sedang viral, tentu akan mempengaruhi orang sehingga menjadi penasaran untuk mengikuti suatu tren.

Exposure ini makin berhasil membuat orang berperilaku ikut-ikutan. Hal ini karena, pertama ada konformitas. Siapa pemeran dalam exposure tersebut akan mempengaruhi kita mau ikut-ikutan atau tidak. Kedua, pengaruh interpersonal. Mungkin saja ada exposure tinggi melalui media sosial, tetapi kita melakukan hal yang sama bukan karena tren dari media sosial melainkan karena informasi atau bujukan dari orang yang dekat dengan kita. Ketiga, pengaruh diri. Bisa jadi karena Fear of Missing Out (FOMO), sehingga jika tidak ikut-ikutan muncul perasaan ketinggalan. Atau bisa juga karena curiosity yaitu penasaran dengan apa yg terjadi karena adanya exposure di medsos. Serta semua motif keputusan yang mendasari di atas bisa menuntun kita untuk mengambil keputusan ikut-ikutan secara rasional atau intuitive belaka,” terang Fadjri, M.A.

Terakhir Fadjri, M.A. berpesan agar secara bijak dalam menyikapi sesuatu yang sedang tren atau tengah viral di masyarakat.

“Ikut-ikutan boleh. Asal sebelum melakukan atau membeli yang sedang viral, perlu dipikirkan matang-matang mengenai kebutuhan dan dampak pada diri. Dengan demikian, keputusan yang diambil atas dasar rasionalitas bukan intuisi karena ikut-ikutan,” tutup Fadjri, M.A. Humas UNS

Reporter: Lina Khoirun Nisa
Redaktur: Dwi Hastuti

Skip to content