Mengapa Perlu Vaksin Booster Meski Risiko Terinfeksi Covid-19 Tetap Ada? Ini Penjelasan dari Dokter RS UNS

Mengapa Perlu Vaksin Booster Meski Risiko Terinfeksi Covid-19 Tetap Ada? Ini Penjelasan dari Dokter RS UNS

UNS — Tengah ramai menjadi perbincangan masyarakat Indonesia yang terinfeksi Covid-19 terus melonjak. Lantas, bagimana efektivitas vaksin untuk menghadapinya? Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian Rumah Sakit (RS) UNS, dr. Tonang Dwi Ardyanto, Ph.D memberikan tanggapan terkait fenomena ini.

Pada kesempatan tersebut dr. Tonang menyampaikan, pemerintah sudah gencar melaksanakan vaksinasi kepada seluruh masyarakat Indonesia. Namun, semua orang yang telah tervaksinasi memungkinkan dapat terinfeksi Covid-19 kembali. Proporsinya diestimasikan sebesar 3% secara nasional atau 10% untuk kondisi Jakarta berdasarkan simulasi hitungan sederhana yang telah dilakukan dr. Tonang.

“Maka, menjawab pertanyaan bagi yang telah melakukan vaksinasi booster namun terinfeksi Covid-19 kembali, karena ketika divaksin disuntikkan melalui lengan otot kita. Kemudian akan membentuk antibodi di paru-paru. Tetapi, memang dalam membentuk antibodi di saluran nafas relatif rendah. Dengan demikian, masih ada risiko untuk terinfeksi Covid-19. Maka, yang harus dilakukan ialah mengontrol kesehatan sebagai upaya membatasi virus yang akan masuk ke tubuh. Kalaupun nantinya terkena Covid-19 kembali, akan mengalami gejala ringan karena sudah kuatnya antibodi yang terbentuk di paru-paru,” jelas dr. Tonang dalam sebuah wawancara di Metro TV pada Minggu (6/2/2022),.

Mengapa Perlu Vaksin Booster Meski Risiko Terinfeksi Covid-19 Tetap Ada? Ini Penjelasan dari Dokter RS UNS

“Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa vaksin untuk mencegah gejala bukan mencegah adanya infeksi,” imbuh dr. Tonang.

Melihat kondisi rumah sakit yang kian mengalami penambahan pengunjung terinfeksi Covid-19 membuat dr. Tonang menghimbau untuk melakukan isolasi mandiri di rumah selama masih dalam tahap gejala ringan dan bisa termonitor oleh Pemerintah Daerah (Pemda).

“Indikasi gejala ringan ialah ketika mengalami tanda-tanda terinfeksi Covid-19, segera periksakan, dan nanti akan ditentukan oleh tenaga kesehatan terkait metode isolasinya. Atau bisa di deteksi dengan mengukur kecepatan nafas yang berada pada frekuansi di bawah 20 per menit maka dianggap normal, sedangkan ketika mendekati 25-30 per menit maka diharapkan waspada,” ungkap dr. Tonang.

Masyarakat Indonesia yang tak terinfeksi Covid-19, tak perlu khawatir tertular ketika ada tetangganya yang terinfeksi dan melakukan isolasi mandiri. “Karena fenomena takut tertular ini terjadi saat pertengahan tahun 2020 – 2021, tetapi kenyataanya sekarang tidak lagi,” lanjut dr. Tonang.

Ironisnya masih ditemui masyarakat Indonesia yang abai akan pentingnya Protokol Kesehatan (Prokes) dengan dalih untuk membentuk herd immunity. Padahal ketika ditelisik melalui sudut pandang ilmiah, herd immunity istilah yang sering dipakai dalam bidang peternakan. Tentu pemahaman herd immunity ini tidak bisa diterapkan untuk manusia. “Sederhananya dengan tidak menaati Prokes bukan berarti herd immunity akan terbentuk dengan sendirinya. Kita harus tetap berhati-hati, karena meski mengalami gejala ringan selalu ada risiko perburukan,” kata dr. Tonang.

Dokter Tonang juga menambahkan, masyarakat di negara kawasan United Kingdom (UK) contohnya yang berani melonggarkan warga negaranya mengenai Prokes, karena negara tersebut telah memiliki perhitungan yang jelas akan dampak serta solusi yang akan terjadi kedepannya. Adapun masyarakat Indonesia yang sudah tervaksinasi dengan lengkap baru 48%. Maka, sikap hati-hati dan taat akan Prokes sangat perlu untuk diketatkan.

Terakhir dr. Tonang berpesan untuk jangan menjadi masyarakat abai akan Prokes. Mari kembalikan kesadaran bersama, saling menjaga Prokes, serta menghindari kerumunan. “Dengan percepatan vaksin yang saat ini tengah dilakukan, Prokes yang senantiasa dijaga, bukan tidak mungkin kasus terinfeksi Covid-19 di Indonesia akan berkurang dan kondisi pandemi segera menghilang,” pungkas dr. Tonang. Humas UNS

Reporter: Lina Khoirun Nisa
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content