Menjadi Milenial yang Kreatif dan Inovatif di Era Kompetitif

UNS – Sebagai “agent of repair”, pemuda Indonesia dituntut untuk berinovasi dan berprestasi agar dapat bersaing di era globalisasi. Pemuda milenial harus mampu ambil bagian dan menjadi pembaharu dalam mengahadapi revolusi industri 4.0 dan puncak industri Indonesia yang diramalkan akan terjadi pada tahun 2030.

Hal itu lah yang menjadi bahasan utama dalam seminar nasional SEMAR GREAT SEMINARIUM yang diselenggarakan pada Minggu (10/03/2019) di Aula lantai 3 Gedung F FKIP. Seminar ini mengangkat tema “Peran Generasi Milenial sebagai Agent of Repair di Era Disrupsi”.

Sesi pertama seminar diisi oleh materi tentang kewirausahaan oleh Wahyu Liz Adaideaja, pakar usaha kreatif dan pemilik Adaideaja Corp. Berkat pesatnya perkembangan informasi dan komunikasi, saat ini tidak sedikit pemuda yang telah mengambil peluang untuk berbisnis. Munculnya kecenderungan pemuda untuk membuka usahanya sendiri patut diacungi jempol. Namun menurut Wahyu, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pengusaha muda agar dapat bertahan di dunia bisnis.

“Sekarang ini berbisnis ibarat kita terjun ke jurang. Ketika kita terjun, saat itu juga kita sedang merakit pesawat,” tuturnya. Agar pesawat tersebut dapat terbang, ide – ide kreatif harus selalu dimunculkan. Ide tersebut akan muncul apabila kita melakukannya sesuai dengan panggilan hati tanpa ada paksaan dalam melakukannya. Selain itu, ide juga mucul saat kita melihat permasalahan melalui sudut padang yang berbeda, alih – alih menganggapnya sebagai kendala. Lalu kemudian akan terciptalah peluang. Peluang itu yang harus dimanfaatkan sedemikian rupa oleh para pengusaha muda.

Wahyu menghimbau kepada calon entrepreneur muda untuk tidak perlu memikirkan usaha yang rumit. Bisnis yang sederhana pun juga akan menjanjikan apabila kita telaten dan tau peluangnya. Beliau juga berpesan kepada partisipan seminar untuk menjadi pemuda yang efisien, unik, kreatif, dan konsisten dalam menciptakan peluang.

Kemudian sesi kedua seminar diisi oleh Sabda PS, pendiri sekaligus Kepala Bagian Pendidikan dan Pengembangan Zenius Education. Tidak bisa dipungkiri bahwa semakin mudahnya akses informasi tidak berbanding lurus dengan minat membaca pemuda Indonesia, terbukti dengan begitu maraknya kabar bohong di masyarakat. Kemampuan masyarakat Indonesia untuk menyerap informasi dinilai masih rendah dibandingkan dengan negara – negara ASEAN lainnya.

Permasalahan utama di Indonesia adalah pendidikan. Alumnus Universitas Oxford ini ingin mengajak pemuda Indonesia, sebagai “agent of repair” untuk memperbaiki dan merubah kondisi tersebut dan tidak tunduk menjadi produk dari sistem yang sudah ada. Para milenial harus peduli dengan permasalahan yang ada di masyarakat lalu menemukan solusi cerdasnya.

Salah satu hal yang Sabda soroti adalah adanya tendensi masyarakat untuk berlomba – lomba memupuk kesuksesan hanya untuk diri sendiri. Menurut Sabda, seharusnya kita membangun sebuah sistem untuk sukses bersama sehingga nantinya kita akan membuat ketidakmungkinan menjadi sesuatu yang mungkin.

“Jangan sampai kita nyaman pada sebuah ketidaknyamanan,” beliau menambahkan, “Ubah kekurangan jadi kelebihan sehingga menghasilkan solusi.”

Sesi selanjutnya disampaikan oleh Drs. I Gusti Putu Raka Pariana, M.Pd., asisten Deputi Peningkatan Kapasitas Pemuda pada Deputi Bidang Pemberdayaan Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI. Dalam kesempatan ini beliau menyampaikan materi tentang arah kebijakan Kemenpora dalam pembangunan kepemudaan di era disrupsi.

Selain itu beliau juga memotivasi pemuda Indonesia, khususnya para mahasiswa untuk berprestasi dan mengharumkan nama negeri. Hal tersebut juga merupakan wujud cinta tanah air dan bela negara, tidak harus dengan berpartisipasi aktif di dunia militer. Beliau juga menghimbau para mahasiswa untuk tidak hanya sebagai objek namun turut ambil bagian menjadi subjek di era disrupsi saat ini.

Untuk itu pemerintah telah membuat program Nawa Cita untuk melahirkan pemuda – pemuda yang siap menjadi pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa. Kemenpora juga memfasilitasi mahasiswa untuk dapat berprestasi dan belajar di luar negeri dengan program beasiswa dan magang.

“Tidak hanya beasiswa dan magang luar negeri, program – program lain yang terkait bisa dicek di kemenpora.go.id,” jelasnya.

Pembicara yang terakhir adalah Alya Nurshabrina, Miss Indonesia 2018. Sesi kali ini terkesan lebih santai dengan model talk show. Menurut ketua delegasi UNPAR untuk Harvard National MUN 2017 ini,  generasi milenial adalah generasi terpintar karena sumber informasi sangat mudah diakses. Namun Alya juga mengingatkan partisipan untuk tidak menelan mentah – mentah segala informasi yang diperoleh di internet. Sebagai akademisi, mahasiswa dituntut untuk lebih banyak membaca dan mencari tahu kebenaran sebuah informasi sebelum dibagikan ke orang lain.

Alya juga membagikan kiat – kiat suksenya dengan menemukan apa yang menjadi panggilan jiwanya lalu melatihnya sesering mungkin. Kata – kata yang menjadi penyemangat Alya dalam berlatih adalah, “the more you practice, the more you get. Semakin sering kita melatihnya, semakin kita terbiasa, maka semakin banyak pula yang akan kita peroleh.”

Beliau juga mengajak hadirin untuk keluar dari zona nyaman dan mencoba hal – hal baru, lalu konsisten dengan apa yang menjadi prioritasnya.

Setelah itu, acara yang menjadi puncak dalam serangkaian Festival Ilmiah Mahasiswa (FILM) 2019 ini ditutup dengan pengumuman pemenang lomba karya tulis ilmiah, lomba esai, dan lomba info grafis. Humas UNS/Asl

Skip to content