Modus Cuci Uang Makin Canggih, OJK Dorong UNS Lahirkan Pakar Hukum di Sektor Keuangan

Seminar Nasional Aspek Aspek Hukum di Sektor Keuangan Cegah Modus Cuci Uang

UNS – Modus operandi pencucian uang (money laundry) kini semakin kompleks dan canggih, tak hanya melibatkan lembaga keuangan nasional tapi juga internasional. Karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerjasama dengan Universitas Sebelas Maret (UNS) menggelar seminar nasional dan kuliah umum bertajuk “Aspek Hukum di Sektor Jasa Keuangan” di Aula Fakultas Hukum UNS, Senin (10/9/2018).

Hadir sebagai pemateri Dr. Drs. Kardjono Atmoharsono (Kemenkumham RI), Zulkarnain (OJK RI) dan Prof. Dr. Hartiwiningsih (Dosen FH UNS). Ketua Dewan Komisioner OJK RI, Wimboh Santoso SE, MSc, Ph.D. juga turut hadir sebagai keynote speaker.

“Yang namanya kasus hukum di sektor keuangan itu banyak banget. Yang tidak selesai juga banyak. Ini tergantung pada orang hukum, bukan orang ekonomi atau OJK. Masalah ini akan selesai kalau pendekatan hukum dibetulkan,” ungkap Wimboh di hadapan ratusan mahasiswa.

Wimboh lanjut mencontohkan kasus pencucian uang. Pencucian uang adalah upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang atau dana atau harta kekayaan seolah-olah tampak berasal dari kegiatan legal. Kejahatan ini paling dominan dilakukan melalui sistem keuangan seperti memindahkan uang hasil tindak pidana ke perbankan dan pasar modal dalam bentuk deposito, saham, obligasi dan instrumen keuangan lainnya. Masyarakat yang tidak paham akan menjadi sasaran empuk modus pencucian uang.

Oleh karena itu, penting untuk mengedukasi masyarakat agar memiliki awareness terhadap segala risiko Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Salah satu caranya yaitu dengan menggelar seminar ini di kampus UNS. Wimboh pun berharap kegiatan ini dapat menarik mahasiswa menjadi pakar hukum di sektor keuangan.

“Ini penting karena tidak mungkin, Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan OJK melakukan sosialisasi secara masif ke daerah-daerah. Dengan mengajak universitas dan para pengajar untuk melakukan ini bersama-sama, sehingga masyarakat bisa paham bagaimana tunduk dan patuh pada perundang-undangan yang berlaku. Karena sekarang perkembangan dan modus-modusnya banyak yang baru,” jelasnya saat ditemui wartawan usai memberikan materi.

Meski sudah ada undang-undang yang mengatur, namun penegakannya dirasa belum optimal. Dalam materinya, Prof. Hartiwiningsih menyebutkan penghambat penegakan hukum tindak pidana pencucian uang bisa berasal dari faktor internal dan eksternal. Dari faktor internal yaitu kemampuan individu di dalam memahami hukum, moral dan komitmen menegakkan hukum dan keadilan. Sedangkan faktor eksternal di antaranya merosotnya kinerja peradilan, intervensi kekuasaan dan konflik kepentingan.

Terkait konflik kepentingan, Prof Hartiwiningsih menemukan masih banyak peraturan di Indonesia yang tidak harmonis, bertentangan dengan peraturan yang sederajat maupun peraturan yang lebih tinggi. Namun dalam upaya pemberantasan pencucian uang, warga harus tetap patuh dengan peraturan yang kedudukannya lebih tinggi.

“Sebagai contoh PP 43 tahun 2015 mengatur profesi harus melaporkan transaksi keuangannya. Ini bertentangan dengan kode etik profesi itu sendiri. Tapi peraturan kode etik itu adalah peraturan yang lebih rendah. Maka di sini kita harus patuh peraturan yang lebih tinggi. Jadi PP 43 ini harus tetap dijalankan, sementara kode etik nanti yang menyesuaikan,” jelasnya.

Ratusan mahasiswa tampak antusias menyimak materi dari para pembicara. Mereka juga aktif mengajukan pertanyaan kepada masing-masing pemateri.

Rektor UNS Prof. Ravik Karsidi yang hadir memberikan sambutan dalam seminar ini menyatakan mendukung sepenuhnya pelaksanaan acara ini. Rencananya, OJK akan melakukan sosialisasi secara berkelanjutan di Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi UNS. Jika memungkinkan juga berlaku di seluruh fakultas.

“Karena seluruh staf pengajar dan pegawai di UNS ini juga subyek yang harus tunduk kepada undang-undang. Banyak platform yang akan dilakukan bersama perguruan tinggi, terutama UNS ini,” kata Wimboh.

Skip to content