Pengamat Kajian Islam dan Asia Tenggara UNS Berikan Analisis Terkait Aksi Bom Bunuh Diri Gereja Katedral Makassar

Pengamat Kajian Islam dan Asia Tenggara UNS: Berikan Analisis Terkait Aksi Bom Bunuh Diri Gereja Katedral Makassar
Pengamat Kajian Islam dan Asia Tenggara UNS: Berikan Analisis Terkait Aksi Bom Bunuh Diri Gereja Katedral Makassar

UNS — Pengamat Kajian Islam dan Asia Tenggara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Leni Winarni, memberikan analisisnya terkait aksi bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Katedral Makassar, Minggu (28/3/2021).

Dr. Leni mengatakan aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh pelaku berinisial L dan YSF -yang disebut Polri dan BNPT sebagai bagian dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD)- dilakukan untuk menunjukkan eksistensi kelompok mereka, bahwa JAD masih aktif dalam berjihad menurut pandangan mereka.

“Sekarang motivasinya lebih ke eksistensi. Kelompok semacam ini masih ada dan menebarkan ketakutan sekaligus peringatan ke pihak-pihak yang mereka anggap musuh. Tapi, apakah aksi ini memang dilakukan oleh JAD atau bukan, kita masih menunggu berita dari pihak kepolisian karena kasus ini juga masih dalam proses penyelidikan,” ujarnya, Senin (29/3/2021).

Jika dibandingkan dengan kelompok Jamaah Islamiyah (JI) yang berdiri lebih dulu, ia menerangkan aksi teror gereja yang pernah dilancarkan JI ditujukan sebagai peringatan atas konflik agama, sebagai pembelaan terhadap umat Islam atas konflik yang terjadi di Ambon dan Poso.

“Sebenarnya sejak reformasi, menyusul konflik Ambon dan Poso, kelompok jaringan JI sudah melakukan aksi-aksi tersebut. Tetapi, motivasi mereka saat itu sangat terkait dengan konflik agama yang terjadi di Ambon dan Poso” jelasnya mengutip pernyataan mantan terpidana Bom Bali 2002, Ali Imron.

Ia menambahkan, pola serangan dan ancaman kelompok ekstrem Islam beberapa tahun belakangan ini menargetkan terornya pada aparat negara, terutama kepolisian dan gereja. Jadi, ada pergeseran target sasaran.

Saat ditanya mengenai korelasi antara pelaku teror dengan Gereja Katolik yang beberapa kali kerap menjadi sasaran aksi bom bunuh diri, ia mengatakan masyarakat tidak bisa menjustifikasi Gereja Katolik saja sebagai target utama, karena pola gerakannya yang sporadis dan “lone wolf” sehingga sasaranya aksi terornya tidak spesifik pada gereja tertentu.

“Sebenarnya aksi pemboman terhadap gereja, bukan hanya Katolik, tapi juga semua gereja yang dipilih secara random. Ini perlu saya luruskan dan aksi ini sudah terjadi berkali-kali berlangsung. Kalau melihat dari kaca mata mereka, ini menunjukkan bahwa simbol-simbol non-Muslim, khususnya umat Nasrani menjadi target aksi mereka,” imbuhnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan terlepas dari JAD atau bukan, kelompok ekstrem yang beraksi belakangan ini memiliki dan membangun jaringan di berbagai daerah untuk mengkomunikasikan aksi-aksi radikalisme dan ekstremisme, namun jaringan ini ia nilai secara gerakan belum terorganisir.

Walau demikian, ia mengingatkan bahwa ketidakrapian gerakan itu justru sebagai kekuatan jaringan mereka sehingga patut diwaspadai. Sebab, aksi-aksi teror yang dilancarkan cenderung dilakukan secara mandiri atau perorangan, bukan secara kelompok.

“Tidak dengan akurat akan melakukan di mana, waktu atau metode seperti apa itu tidak jelas. Yang penting mereka akan melakukan aksi amaliyah, misalnya jihad sesuai keahliannya saja, kalau bisa membuat bom, berarti mereka akan melakukan aksi bom bunuh diri,” tambahnya.

Agar aksi bom bunuh diri seperti yang terjadi di Gereja Katedral Makassar tidak terulang, Dr. Leni memberikan sejumlah masukan dan pandangannya kepada masyarakat agar secara bersama-sama menanggulangi aksi terorisme dan melawan paham radikal dan ekstremisme.

Ia berpendapat upaya demikian tidak hanya dibebankan kepada Polri dan BNPT saja, sebab masyarakat tidak boleh abai dan harus bergerak serta tidak memberi ruang kepada jaringan atau kelompok teror di masyarakat yang mengatasnamakan agama, suku dan sebagainya.

Dalam hal ini, ia mengingatkan masyarakat perlu mempersempit ruang gerak kelompok teror melalui sosialisasi yang dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan, tokoh agama, maupun tokoh masyarakat. Humas UNS

Reporter: Yefta Christopherus AS
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content