Pengamat Pariwisata UNS: Akan Ada Pergeseran Preferensi Wisatawan saat New Normal

UNS – Sektor pariwisata sebagai sumber kontribusi terbesar ke-2 di Indonesia terhadap devisa negara nyaris tumbang karena pandemi Covid-19. Objek wisata yang ada di Kota Solo juga merasakan dampak dari pandemi Covid-19 yang beberapa bulan melanda Indonesia. Beberapa destinasi wisata tersebut yaitu Keraton Surakarta, Pura Mangkunegaran, Museum Radya Pustaka, Taman Balekambang, Taman Sriwedari, Wayang Orang Sriwedari, Museum Batik Danar Hadi, Museum Keris Nusantara dan Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ).

Pernyataan tersebut disampaikan oleh pengamat pariwisata sekaligus dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, BRM. Bambang Irawan, M.Si. Ia mengatakan bahwa sejak adanya pandemi Covid-19, objek wisata yang ada di Solo diliburkan sementara. Hal tersebut mempengaruhi biaya operasional yang memakan anggaran cukup banyak.

“Sejak pandemi, Taman Balekambang tidak beroperasi sehingga tidak ada pengunjung. Terkait biaya operasionalnya saat ini menggantungkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Berbeda dengan TSTJ, pengelola TSTJ melakukan program penjualan tiket yang dapat dipakai hingga akhir 2021. Saat ini sudah terjual sekitar 50.000 tiket dengan harga Rp 20.000/tiket. Hal ini sangat membantu biaya operasional pengelolaan TSTJ,” terang Bambang, Rabu (27/5/2020).

Sebelum pandemi, salah satu tempat wisata di Solo yaitu Taman Balekambang yang difungsikan sebagai taman kota biasanya mendapat kunjungan paling banyak. Dalam satu tahun, paling tidak 2,6 juta orang mengunjungi Taman Balekambang, kemudian angka tersebut disusul oleh TSTJ dengan jumlah pengunjung sekitar 500.000 orang.

Menyikapi wacana pemerintah dengan kenormalan baru (new normal) di tengah pandemi Covid-19 yang masih melanda, Bambang Irawan memprediksi bahwa new normal akan ada di kuartal ke-4 tahun ini. Hal tersebut karena saat ini kuartal masih flat. Meskipun sedikit melandai, tetapi rantai supply demand di dalam ekonomi masih belum pulih dan masih sangat negatif, apalagi vaksin belum ditemukan.

“Pada sektor pariwisata, langkah menuju new normal adalah dengan melakukan persiapan dari berbagai aspek. Hal yang harus disiapkan antara lain mendorong pengelola untuk melakukan evaluasi manajemen, me_recharge_ pemandu wisata, mengevaluasi penataan barang, serta berbagai hal yang dapat diperbaiki dari internal. Hal ini disebabkan karena dalam kondisi new normal akan ada pergeseran preferensi wisatawan,” jelasnya.

Saat new normal berlangsung, konteks wisata harus berkualitas dilihat dari segi lingkungan dan kesehatan serta harus ada responsible tourism. Setiap orang yang terjun langsung dengan wisatawan di destinasi wisata harus mampu dan bertanggung jawab untuk menjaga kesehatan dan keamanan lingkungan.

“Dalam kondisi new normal, para pengunjung mungkin sangat ingin berwisata setelah beberapa bulan berada di rumah. Namun akan berbeda saat sebelum pandemi, dengan new normal, pengunjung akan lebih peduli terhadap kunjungannya ke tempat wisata. Apakah sudah ada mitigasi yang tersistem di tempat wisata, apakah sudah ada Standard Operating Procedure (SOP) atau sistem yang membatasi pengunjung ke tempat wisata, apakah kesehatan pengunjung terjamin, apakah pengunjung akan aman, dan sebagainya,” ungkap Bambang.

Hal tersebut harus benar-benar disiapkan oleh pengelola objek wisata sebelum membuka kembali tempat wisata. Memang bukan pekerjaan yang mudah namun harus segera disiapkan dalam rangka menghadapi new normal. Pada akhir perbincangan, Bambang Irawan berharap pemerintah segera membuat panduan new normal pada semua sektor agar dalam setiap sektor yang terdampak pandemi dapat menyiapkan diri lebih dini. Humas UNS/Bayu

Skip to content