Pengamat Strategi dan Pertahanan UNS: Peluang Indonesia Jadi Mediator Rusia-Ukraina Masih Terbuka

Pengamat Strategi dan Pertahanan UNS: Peluang Indonesia Jadi Mediator Rusia-Ukraina Masih Terbuka

UNS — Gelaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang digelar di Bali pada 15-16 November telah usai. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) secara simbolis telah menyerahkan palu Presidensi G20 ke Perdana Menteri India, Narendra Modi, di hari terakhir penyelenggaraan KTT G20. 

Posisi Indonesia yang selama ini memperjuangkan perdamaian antara Rusia dan Ukraina melalui Presidensi G20 pun dipertanyakan. Akankah Indonesia masih mampu menengahi perang tak berkesudahan yang berlangsung lebih dari 200 hari di Rusia dan Ukraina setelah Presidensi G20 beralih ke India? 

Menurut Pengamat Strategi dan Pertahanan Program Studi (Prodi) S-1 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Lukman Fahmi, S.IP., M.Si., andil Indonesia di tengah konflik Rusia dan Ukraina masih ada. 

Bahkan, Lukman menyampaikan bahwa opsi bagi Indonesia menjadi mediator dalam konflik Rusia dan Ukraina “mungkin” masih terbuka lebar. Tapi, dengan catatan Indonesia harus melalui jalan panjang agar posisinya diterima oleh kedua belah pihak yang berkonflik. 

“Karena sejatinya mediator konflik harus netral, bisa memengaruhi pihak-pihak yang bertikai untuk bisa mengajak ke tahap perundingan damai,” kata Lukman saat dihubungi uns.ac.id, Selasa (22/11/2022). 

Lebih lanjut, Lukman juga mengatakan, apabila nantinya Indonesia berkesempatan menjadi mediator konflik Rusia dan Ukraina tentu harus memberikan opsi perdamaian seperti apa yang akan ditempuh dalam kondisi tertentu. 

Pasalnya, hubungan antara Indonesia dengan Rusia maupun Ukraina juga menentukan posisi dan kemungkinan negara ini menjadi penengah bagi kedua belah pihak yang bertikai. 

Lukman mencontohkan lawatan luar negeri yang dilakukan Presiden Jokowi tatkala dirinya bertemu dengan Presiden Volodymyr Zelenskyy di Istana Maryinsky, Kyiv pada bulan Juni yang lalu menunjukkan usaha Indonesia membangun kepercayaan dari pihak Ukraina. 

“Ini sebenarnya menjadi simbol bahwa Indonesia ingin membangun kepercayaan dari pihak Ukraina terlebih dahulu, karena diatas kertas hubungan Indonesia-Ukraina belum senilai layaknya hubungan Indonesia-Rusia,” jelas Lukman. 

Hal tersebut tentunya berbanding terbalik dengan persahabatan antara Indonesia dengan Rusia yang sudah dijalin sejak Presiden Soekarno menjabat dan terus berkelanjutan hingga Presiden Jokowi memerintah. 

“Indonesia sudah memiliki value tinggi di mata Rusia. Pun, Presiden Jokowi sudah kali keempat bertemu empat mata dengan Presiden Putin,” sambung Lukman. Humas UNS

Reporter: YCA Sanjaya
Redaktur: Dwi Hastuti

Skip to content