Perangi Korupsi dengan Libatkan Generasi Milenial

UNS – Generasi muda harus aktif memerangi praktik korupsi karena merekalah yang paling terdampak korupsi. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jendral Transperancy International Indonesia Dadang Triasongko dalam seminar nasional “Era Industri 4.0 dan Tantangan Baru Anti Korupsi” yang digelar di Ruang Sidang II Gd. Rektorat Universitas Sebelas Maret (UNS), Jumat (14/12/2018).

Seminar yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Transparansi Publik dan Anti Korupsi (PUSTAPAKO) LPPM UNS ini juga menghadirkan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Santoso, M.A,  Aktivis Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) Judhi Kristiantini dan Wakil Rektor II UNS Dr. Mohammad Jamin, S.H., M.Hum.

“Kita punya penyakit serius yang namanya korupsi politik. Semakin kesini, korupsi semakin politis. Artinya korupsi semakin legal karena mengambil alih politik atau kebijakan negara. Mulai dari lembaga pemerintahan, kepolisian sampai lapas.  Jadi yang paling menakutkan dari korupsi itu adalah karakternya, bukan teknologinya,” terang Dadang.

Banyak generasi muda yang kemudian terjebak dalam sistem pemerintahan yang korup ini.  Berdasarkan hasil survei yang dibagikan oleh Dadang, 34 persen anak muda berusia di bawah 35 tahun cenderung melakukan praktik suap untuk mendapatkan akses layanan publik. Misalkan seperti pengusaha yang ingin mendirikan usaha di Bandung. Kata Dadang, mereka harus mengalokasikan 10 persen dari biaya produksi untuk menyuap pemerintah setempat.

Menurut data KPK yang dipaparkan Budi Santoso,  penyuapan memang merupakan kasus yang paling banyak terjadi di Indonesia pada 2004-2018. Tercatat ada sebanyak 466 kasus yang diperkarakan. Kemudian disusul dengan korupsi di bidang pengadaan barang/jasa sejumlah 180 kasus.

“Anak muda, yang miskin dan wanita adalah yang paling banyak dikorbankan oleh tata pemerintahan yang korup. Ini tidak hanya berlaku di Indonesia, tapi juga Asia Pasifik,” ungkap Dadang.

Itulah sebabnya, lanjut dia, generasi muda harus berani melawan perilaku korupsi jika tidak ingin jadi korban. Apalagi di era serba digital seperti sekarang ini, generasi millenial seharusnya bisa memanfaatkan teknologi untuk mengurangi segala bentuk tindakan korupsi.

Dadang menilai teknologi dapat mempercepat pemberantasan korupsi. Misalkan jika melihat tindak korupsi, masyarakat bisa mengadukan lewat aplikasi LAPOR (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat). Sedangkan pelajar bisa melaporkan tindak korupsi lewat situs cekSekolahku. Generasi muda yang dianggap melek teknologi seharusnya bisa lebih aktif dalam memerangi korupsi.

Budi Santoso juga sepakat dengan pernyataan Dadang. Untuk membangkitkan kesadaran pemuda, dia menekankan pentingnya memberikan edukasi anti-korupsi di setiap jenjang pendidikan, termasuk perguruan tinggi. Karena menurutnya, pendidikan merupakan aspek awal yang dapat menentukan seseorang menjadi koruptor atau tidak.

Dr. Mohammad Jamin pun lanjut mengingatkan kepada seluruh mahasiswa yang hadir agar tidak membawa roti untuk para dosen penguji ketika sidang skripsi. Karena itu merupakan awal dari gratifikasi.

Di akhir seminar, Judhi Kristiantini menegaskan bahwa seseorang melakukan korupsi itu bukan karena desakan tapi karena pilihan. “Korupsi itu tentang pilihan. Dan setiap pilihan memiliki konsekuensi,” tutupnya. Humas UNS

Skip to content