Peringati Hari Lingkungan Hidup, Prodi Ilmu Lingkungan UNS Gelar Webinar

UNS — Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh setiap tanggal 5 Juni, Program Studi (Prodi) S1 Ilmu Lingkungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menggelar Webinar Ecosystem Restoration. Sebagai Prodi yang aktif dan tanggap terhadap isu lingkungan yang sedang merebak, Prodi Ilmu Lingkungan kali ini membedah masalah falsifikasi manajemen lingkungan di era Covid-19. Topik tersebut dianggap kontekstual sesuai dengan keadaan lingkungan saat ini.

Webinar ini diikuti lebih dari 100 peserta yang berasal tidak hanya dari Prodi Ilmu Lingkungan. Para peserta itu menyimak pemaparan runtut dan sistematis dari pembicara webinar yakni Dr. Prabang Setyono, M.Si.,  Ketua Ikatan Ahli Lingkungan Hidup Indonesia sekaligus Ketua Prodi S1 Ilmu Lingkungan UNS.

Di awal paparan, Dr. Prabang menjelaskan asal muasal istilah falsifikasi. Dia merunut falsifikasi dari pencetusnya yakni Karl Popper. Berdasarkan penjelasan yang diberikan, falsifikasi dikatakan sebagai upaya untuk membuktikan kebenaran suatu teori. Jika ada teori baru yang lebih terbukti kebenarannya, teori lama pun otomatis tidak berlaku.

Dalam hal lingkugan, falsifikasi sangat berperan untuk mengkaji lebih dalam tentang permasalahan yang ada berikut solusinya. Dr. Prabang juga menekankan adanya pembangunan lingkungan yang berkelanjutan untuk mewujudkan lingkungan yang benar-benar layak untuk hidup.

Pembangunan berkelanjutan tersebut harus memperhatikan tiga dimensi yang ada yakni lingkungan, sosial, dan ekonomi. Ketiga dimensi tersebut saling berkaitan dan mendukung satu sama lain.

Pembangunan tidak boleh hanya mengacu pada pertumbuhan ekonomi, tapi juga harus memperhatikan dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan. Alam yang dipinjam untuk melakukan pembangunan misalnya seperti pertambangan, jika sudah selesai harus dikembalikan pula ke keadaan semula.

“Tidak boleh hanya salah satu dimensi saja yang diunggulkan. Pembangunan harus benar-benar memperhatikan ketiga dimensi itu supaya ketiganya seimbang dan tidak merusak lingkungan,” ujarnya.

Secara lebih lanjut, Dr. Prabang juga membeberkan kriteria dalam manajemen lingkungan. Terdapat delapan kriteria yang dapat dipantau yakni efficiency, effectivity equity, equality, public participation, freedom, predictability, dan procedural fairness. Efisiensi yakni seberapa jauh kebijakan lingkungan memberikan hasil yang besar untuk input yang kecil. Efektivitas berarti seberapa jauh kebijakan lingkungan mencalai tujuan yang diinginkan. Equity yakni seberapa jauh persebaran nilai tambah yang diciptakan, sedangkan equality tentang seberapa jauh persebaran nilai tambah tersebut ke berbagai kelompok atau wilayah sehingga mereka mendapatkan manfaat yang sama.

Sementara itu, public participation adalah seberapa jauh masyarakat memiliki pengaruh dalam kebijakan itu. Freedom mencakup seberapa jauh kebebasan untuk hidup dijamin kepastiannya. Predictability yakni kebijakan tersebut terprediksi sejauh mana. Terakhir procedural fairness yakni sejauh mana orang yang terkena dampak kebijakan lingkungan dapat mempertahankan dirinya dari perlakuan sebagai orang yang tidak perlu ditolong. Kedelapan kriteria tersebut harus diperhatikan untuk mengukur sejauh mana manajemen lingkungan yang ada. Humas UNS

Reporter: Ida Fitriyah
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content