Saran Pakar HTN UNS agar Pemilu Serentak 2024 Berjalan Lancar

Saran Pakar HTN UNS agar Pemilu Serentak 2024 Berjalan Lancar

UNS — Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI bersama Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tengah menggodok skema penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak tahun 2024 mendatang.

Pemilu serentak 2024 sudah dipersiapkan jauh-jauh hari sebab perhelatan politik ini akan menjadi catatan sejarah pertama bagi Indonesia yang menggelar pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI, anggota DPR RI, DPD RI, kepala daerah, dan anggota DPRD dalam tahun yang sama.

Menanggapi rencana tersebut, pakar Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Dr. Agus Riewanto mengatakan, KPU harus mewaspadai segala risiko yang kemungkinan terjadi pada Pemilu serentak 2024.

Salah satu kekhawatiran yang diungkapkan adalah meningkatnya jumlah korban dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) akibat kelelahan seperti yang terjadi pada tahun 2019 lalu.

“Karena tidak ada revisi terhadap UU No. 7 Tahun 2017, saya khawatir masalah Pemilu 2019 itu akan terulang di Pemilu 2024. Jadi, kalau mau melihat Pemilu 2024 ya lihat saja dari Pemilu 2019,” ujar Dr. Agus Riewanto dalam Nge-HIK “Upaya Mengelola Kompleksitas Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024, Kamis (11/11/2021).

Dalam acara yang digelar oleh KPU Kota Surakarta melalui Zoom Cloud Meeting tersebut, Dr. Agus Riewanto juga memaparkan sejumlah evaluasinya terhadap Pemilu 2019.

Yaitu, tidak adanya revisi terhadap UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, PKPU perlu kreativitas untuk menyusun teknis Pemilu, Pemilu proporsional berdasarkan suara terbanyak, dan mahalnya biaya penyelenggaraan Pemilu Serentak dan Pilkada Serentak tahun 2024.

“Dalam menyusun teknis Pemilu PKPU bisa menambah aspek-aspek yang barangkali tidak pas terjadi 2019 supaya jadi perbaiki untuk Pemilu 2024. Biasanya juga setiap menjelang Pemilu selalu ada revisi UU Pemilu tapi kali ini tidak,” terangnya.

Dr. Agus Riewanto meminta sebaiknya Pemilu nasional dan Pilkada digelar secara terpisah dengan jeda waktu selama 2,5 tahun.

Tujuannya, agar masyarakat tidak hanya terfokus pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI saja, tapi juga bisa mengawasi jalannya pemilihan anggota DPR RI, DPD RI, dan DPRD.

“Juga teknis Pemilu dengan lima suara dan lima kota suara di 2024 itu akan menyulitkan pemilih. Tahun 2024 itu akan menyulitkan pemilih dan juga menyulitkan penyelenggara Pemilu. Maka sebenarnya ini bisa disederhanakan,” imbuhnya.

Khusus untuk sistem proporsional terbuka yang dianut Indonesia, ia mengatakan sistem ini adalah yang paling baik. Alasannya, sistem proporsional terbuka memungkinkan partai bisa berkembang.

Hal ini tentu sangatlah baik bagi Indonesia sebagai negara demokrasi. Terlebih, masyarakat Indonesia terdiri dari banyak agama, kepercayaan, etnis, dan juga kelompok.

“Jadi, umumnya terhadap negara yang multiagama, multietnik, dan multiras menyebabkan munculnya proporsional sistem yang terbuat dari semua aspirasi kepentingannya sehingga tidak ada partai yang menguasai secara tunggal tetapi partai itu diberi ruang untuk mendapatkan akses lembaga legislatif,” katanya. Humas UNS

Reporter: Y.C.A. Sanjaya
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content