SKI FKIP UNS Ulas Strategi Epik Pembelajaran Daring di Era New Normal

UNS – Menyikapi persoalan pembelajaran daring di masa pandemi, Sentra Kegiatan Islam (SKI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menggelar acara The Art of Teaching (TAT) dengan mengusung tema `Strategi Epik Pembelajaran Daring di Era New Normal`. Kegiatan ini digelar secara daring melalui Google Meet dan siaran langsung pada akun YouTube SKI FKIP UNS, pada Minggu (20/9/2020).

Turut hadir pula Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FKIP UNS, Dr. Djono, untuk memberikan sambutan. Dalam sambutannya, Dr. Djono mengapresiasi adanya kegiatan TAT oleh SKI FKIP UNS.

“Kegiatan semacam ini membanggakan bagi kami, pimpinan fakultas, karena kami mendorong bagi teman-teman di UKM maupun Ormawa agar mengadakan kegiatan walaupun dalam masa pandemi,” jelas Dr. Djono.

Pada acara ini, SKI FKIP UNS menghadirkan 2 pembicara utama yakni Dr. Moh. Muchtarom dan Nopriadi Hermani, Ph.D. Pada materi awal disampaikan oleh Dr. Moh. Muchtarom selaku Dewan Pakar Asosiasi Dosen Ilmu Pemerintahan Seluruh Indonesia (ADIPSI) Jawa Tengah dan Koordinator Dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) FKIP UNS yang mengulas strategi pembelajaran karakter di era new normal.

Pada era ini, terdapat beberapa kendala pembelajaran jarak jauh bagi beberapa pihak seperti guru, siswa, dan orang tua. Bagi guru mengalami hambatan seperti kesulitan mengelola pembelajaran jarak jauh dan cenderung menuntaskan kurikulum, tidak memenuhi beban jam mengajar, dan kesulitan berkomunikasi dengan orang tua. Pihak siswa pun mengalami hambatan seperti kesulitan berkonsentrasi, adanya penugasan yang berat, dan jenuh di rumah. Juga orang tua yang tidak semuanya mampu mendampingi anak belajar di rumah.

Dr. Muchtarom pun memberikan saran pada orang tua dalam mendampingi anak seperti memberikan keteladanan nilai-nilai karakter, memberi tanggung jawab tertentu pada anak, mendampingi anak dalam menulis jurnal refleksi anak, dan kesepakatan dengan anak untuk menginternalisasi nilai-nilai karakter. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya literasi finansial, numerasi, dan sains pada anak di tengah pandemi ini.

Pada akhir ulasan materi yang diberikan Dr. Muchtarom, ia berpesan agar masa pandemi seperti saat ini dapat digunakan sebagai satu pijakan untuk melompat dan melangkah lebih jauh.
“Pada masa sulit ini, kita upayakan sebagai satu pijakan untuk melompat dan melangkah lebih jauh, jangan sampai kita berhenti pada kondisi sekarang ini. Ada satu hikmah yang Allah berikan kepada kita dengan adanya pandemi ini, kita akan semakin familiar dengan teknologi, kita akan semakin sadar tentang diri kita sebagai manusia yang lemah dihadapan Allah,” pungkas Dr. Muchtarom.

Selanjutnya, materi dipaparkan oleh Nopriadi Hermani, Ph.D selaku penulis buku “The Model for Smart Parents”. Pada kesempatan ini, Nopriadi menekankan esensi dari sebuah pendidikan.
“Pendidikan itu bukan hanya sekadar untuk menjadi pintar dan berpengetahuan, akan tetapi juga kedewasaan,” jelas Nopriadi.

Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa terdapat 3 aspek pendidikan yakni hard skill, soft skill, dan values. Hard skill berhubungan dengan pengetahuan pada bidang yang digeluti. Pada masa ini, hard skill dapat dikatakan terbatas menurut Nopriadi. Contoh nyata adalah dengan pembelajaran daring, proses belajar mengajar tidak semaksimal ketika berada di dalam kelas namun manusia akan terus belajar untuk menyempurnakannya. Selanjutnya, soft skill berhubungan dengan kemampuan terkait manajemen diri. Seperti, bagaimana membangun leadership, kemampuan komunikasi yang diasah, dan hubungan antar sesama dibangun. Aspek tersebut dapat tumbuh dengan baik apabila ada interaksi yang natural diantara mahasiswa. Terakhir, adalah values yang berkaitan dengan nilai-nilai integritas dan yang terpuji. Hal ini sulit didapatkan melalui media daring, bahkan bisa jadi yang terasah adalah nilai -nilai kebohongan dan ketidakjujuran.

Lalu, Nopriadi juga menjelaskan adanya kewajiban sebagai mahasiswa yakni untuk memastikan diri menjadi pribadi sukses, bahagia, dan kontributif. Lain hal dengan kewajiban orang tua yang mendidik dan memastikan anak-anak menjadi sukses, bahagia, dan kontributif. Di akhir ulasannya, Nopriadi berpesan agar sebagai mahasiswa tidak hanya mencari pengetahuan saja ketika kuliah.

“Peran kita sebagai mahasiswa, bukan hanya sekadar mendapatkan pengetahuan, akan tetapi pendidikan itu menuju pribadi yang dewasa dan bertanggung jawab. Ada tiga hal yang perlu dicapai yaitu sukses, bahagia dan kontributif didalam membangun peradaban. Jangan hanya menjadi anak SMA yang hanya berubah status menjadi mahasiswa, akan tetapi harus berjuang untuk mengubah kebiasaan, pikiran dan tingkah laku agar kita bisa survive dalam kehidupan ini dan mampu meraih kesuksesan, mampu hidup bahagia dan kontributif dalam membangun peradaban,” pungkas Nopriadi. Humas UNS

Reporter: Zalfaa Azalia Pursita
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content