Sosiolog UNS: Pentingnya Solidaritas untuk Mendukung Social Distancing

UNS – Menjaga jarak dari orang di sekitar atau kini trend disebut dengan Social Distancing merupakan satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk mencegah penyebaran Virus Corona atau Covid-19. Kebijakan ini disampaikan secara resmi dalam pidato presiden pada hari Minggu (15/3/2020) di Istana Bogor.

Kebijakan untuk melakukan Social Distancing ini berdampak pada aktivitas di masyarakat. Seperti adanya pengalihan kegiatan belajar tatap muka beralih menjadi kelas online atau daring. Selain itu beberapa kantor negri dan swasta juga menginstruksikan untuk Work From Home (WFH) atau bekerja dari rumah.

Istilah Social Distancing banyak diartikan menjaga jarak sosial. Beberapa contoh yang disebutkan ialah tidak melakukan aktivitas dengan berkerumun. Namun tidak sedikit masyarkat yang masih melakukan aktivitas diluar rumah dengan aktivitas biasa. Pakar Sosiologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Drajat Tri Kartono M.Si memberikan respon terkait kebijakan Social Distancing.

“Social Distancing ini memiliki makna untuk memisahkan individu dari kerumunan. Sehingga yang tadinya berkelompok mereka akan terpisah-pisah menjadi individu-individu,” Tutur Dr. Drajat.

Dalam Ilmu Sosiologi sendiri terdapat istilah Social Distance yang biasa digunakan oleh Sosiolog. Namun terdapat sedikit perbedaan makna, Social Distance sendiri memiliki arti jarak sosial yang menekankan makna “sosial” menjadi “status sosial individu” misal antara kalangan ekonomi kelas atas dan bawah atau persahabatan antara dua orang. Salah satu yang mempengaruhi Social Distance ialah kepercayaan. Misal jika kedua individu bersahabat maka mereka saling memiliki kepercayaan yang tinggi.

“Nah istilah Social Distancing ini muncul dan digunakan oleh mereka yang bergerak di dunia kesehatan untuk menghimbau masyarakat terkait dengan wabah convid-19. Supaya masyarakat bisa memberikan jarak antar individu dan penularan bisa dicegah” kata Dr. Drajat.

Pada Senin (23/3/2020) beredar kabar terkait respon World Health Organization (WHO) terhadap makna Social Distancing di masyarakat. WHO menyarankan menggunakan Physical Distancing sebagai frasa untuk megedukasi masyarakat. Saran ini diberikan dengan dasar Physical Distancing memiliki makna jarak fisik bukan jarak sosial dengan orang-orang terdekat kita.

Dr. Drajat Sendiri merespon baik dengan adanya saran dari WHO tersebut. Namun disituasi saat ini yang paling penting adalah memberikan sosialiasi dan edukasi kepada masyarakat untuk menjaga jarak satu dengan yang lain. Sehingga penularan virus ini bisa terputus.

Perlu adanya usaha bersama untuk menjelaskan kebijakan ini kepada masyarakat. Tentu upaya yang dilakukan tidak bisa sama dengan negara lain. Misalnya negara Jepang dan Korea, kedua negara ini telah memiliki kesadaran diri individual yang sudah baik. Ketika pemerintahan mengeluarkan suatu aturan mereka merespon cepat dan langsung menaatinya karena mereka sadar kondisi ini memiliki dampak untuk mereka sendiri. Kemudian di beberapa negara lain seperti China, Italy dan Rusia, peran pemerintah sangat kuat dalam memberlakukan peraturan.

Menurut Dr. Drajat, negara Indonesia dengan latar belakang budaya yang kuat membuat kebijakan Social Distancing ini sedikit sulit untuk diberlakukan. Contohnya di Kota Solo masih ditemui masyarakat yang berkerumun di beberapa titik. Sikap Pekewuh yang melekat dalam mayoritas warga Solo membuat mereka tetap menghadiri kegiatan berkelompok. Salah satunya kegiatan rewang, atau hajatan di desa.

Tidak hanya itu beberapa aktivitas ibadah masih tetap dijalankan bersama-sama dengan memegang teguh kepercayaan bahwa Tuhan akan melindungi mereka. Padahal sudah dikeluarkan secara resmi oleh pihak-pihak berwenang dan pihak ahli untuk beribadah dari rumah. Berbagai kebijakan yang sudah dikeluarkan pemerintah sudah dikaji sebelumnya. Sehingga peran-peran tokoh masyarakat menjadi penting dan berpengaruh dalam menyampaikan kebijakan tersebut.

Gerakan serentak oleh semua lini perlu dilakukan untuk melakukan sosialisasi mulai dari tokoh-tokoh agama, pendidikan, pejabat pemerintah serta semua yang memiliki pengaruh besar di masyarakat. Karena ketika dari kelompok medis sudah berusaha untuk mengobati, tetapi masyarakat tidak mendukung akan sama saja. Selain itu masyarakat bisa bahu membahu untuk memenuhi kebutuhan di masyarakat. Bagi mereka yang memiliki kondisi perekonomian menengah ke atas bisa memberikan bantuan untuk kalangan menengah ke bawah. Sehingga kebijakan Social Distancing dan Work From Home (WFH) bisa berjalan dengan baik dan maksimal, karena masyarakat tidak mengkhawatirkan pendapatan mereka.

“Solidaritas menjadi hal penting untuk saat ini. Tim medis berupaya untuk mengobati, pemerintah berusaha melakukan pencegahan dengan berbagai kebijakan dan tindakan, serta masyarakat yang proaktif mendukung kebijakan,” Ungkap Dr. Drajat. Humas UNS/Ratri

Skip to content