Taliban Kuasai Afghanistan, Inilah Tanggapan Gubes Kajian Timur Tengah UNS

Taliban Kuasai Afghanistan, Inilah Tanggapan Gubes Kajian Timur Tengah UNS

UNS — Situasi Afghanistan kini tengah memanas usai Taliban berhasil masuk ke Ibu Kota Kabul dan menduduki Istana Kepresidenan Afghanistan. Sebelum Taliban menguasai Kabul, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani sudah lebih dulu melarikan diri ke Tajikistan.

Akibatnya, rakyat Afghanistan ramai-ramai melakukan eksodus ke luar negeri dan sejumlah negara yang menempatkan perwakilan diplomatiknya di Afghanistan, mengungsikan duta besar dan para staf kedutaannya dari negara tersebut.

Menanggapi situasi yang terjadi di Afghanistan, Guru Besar (Gubes) Bidang Kajian Timur Tengah Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Prof. Istadiyantha mengatakan, keberhasilan Taliban menguasai Afghanistan tidak bisa dilepaskan dari lemahnya pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Joe Biden.

Ia menyampaikan, tuduhan bahwa Joe Biden lemah juga disampaikan oleh Donald Trump. Sebagai lawan politik Joe Biden, Donald Trump mengkritik kebijakan Presiden ke-46 AS ini yang menarik militer AS dari tanah Afghanistan pada Agustus tahun 2021.

“Hal ini menjadi peluang bagi Taliban untuk menguasai Istana kepresidenan penguasa Afghanistan, bahkan kota Kandahar, Ghazni, dan Kabul hampir seluruhnya dikuasai oleh Taliban,” ujar Prof. Istadiyantha saat dihubungi uns.ac.id, Senin (16/8/2021).

Dosen Bahasa Arab di Prodi Sastra Indonesia dan Sosiologi Masyarakat Timur Tengah di Prodi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNS ini menuturkan, Taliban dipandang oleh masyarakat sebagai kelompok yang berusaha memulihkan perdamaian dan keamanan serta ingin menegakkan syariat Islam sesuai/versi dengan yang mereka yakini.

Namun, pascaserangan 11 September 2001 atau yang lebih dikenal 9/11, Taliban justru menjadi target serangan negeri Paman Sam, sebab kelompok ini dituduh oleh AS memberikan perlindungan bagi Osama bin Laden yang merupakan pemimpin Al-Qaeda.

Adapun, AS juga menuduh Al-Qaeda yang dipimpin Osama bin Laden sebagai otak dari serangan pesawat mematikan yang menghancurkan menara World Trade Center (WTC) di New York dan Pentagon di Virginia. Walaupun kebenaran atas tuduhan AS kepada Al-Qaeda sebagai pelaku peledakan WTC juga menjadi polemik yang pro dan kontra sampai saat ini.

Prof. Istadiyantha menambahkan, ketika Taliban menolak menyerahkan Osama bin Laden kepada AS, negeri Paman Sam akhirnya menyerbu Afghanistan dan pada tahun 2001 Afghanistan berhasil dikuasai oleh AS.

“Saat itu Mullah Omar (pemimpin Taliban dan merupakan kepala negara Afghanistan dari 1996 sampai 2001) dan para pendukungnya berlindung di Pakistan. Selama 20 tahun AS menduduki Afghanistan dan perlindungan AS ini akan berakhir pada 31 Agustus 2021,” jelas Prof. Istadiyantha.

Dengan ditariknya pasukan AS dari Afghanistan, Prof. Istadiyantha menilai momentum ini rupanya digunakan oleh Taliban untuk menguasai kembali Afghanistan, di saat militer AS berangsur-angsur meninggalkan negara tersebut.

Selain itu, ia juga mengatakan, keberhasilan Taliban menguasai Afghanistan tidak dapat dilepaskan dari pandemi Covid-19 yang hingga kini masih melanda dunia.

Prof. Istadiyanta mengungkapkan, hingga kini nampaknya belum ada sinyal perdamaian di antara kedua belah pihak. Ia mengatakan, akan terus memantau dinamika antara Afghanistan-Taliban hingga beberapa waktu yang akan datang.

Taliban yang pada dekade perang melawan invasi Rusia adalah menjadi anak didik CIA AS untuk mengusir Rusia atas dukungan AS.

Tetapi saat ini ada isu santer bahwa Rusia membantu pendanaan bagi aksi Taliban baru-baru ini. Adapun isu lain yang menyudutkan Taliban bahwa pemerolehan dana Taliban yang lain berasal dari bisnis narkoba dan perampokan perlu diteliti lebih lanjut.

“Drama pendudukan Taliban atas kekuasaan Afghanistan ini masih berlangsung dan terus akan ada berita secara dinamis perkembangan terbaru, sehingga terlalu dini untuk memberikan kesimpulan terlalu dini. Apalagi pihak Taliban yang sekarang sedang berjuang terus untuk menguasai Afghanistan,” pungkasnya. Humas UNS

Reporter: Yefta Christopherus AS
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content