UNS Global Challenge Kembali Dibuka! Mari Kenal Lebih Dekat Bersama Awardee

UNS Global Challenge Kembali Dibuka! Mari Kenal Lebih Dekat Bersama Awardee

UNS — Program UNS Global Challenge gelombang 2 tahun 2021 yang diadakan oleh International Office Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta telah dibuka hingga 20 Juli mendatang. Program ini mewadahi mahasiswa UNS yang ingin memiliki pengalaman internasional  seperti summer school, online course, dan semacamnya. Informasi lebih lanjut dapat diakses melalui Instagram @internationalofficeuns. Pada mulanya, UNS Global Challenge diadakan secara luring, tetapi karena pandemi Covid-19, program ini diubah menjadi daring.

Dalam kesempatan kali ini, uns.ac.id mewawancarai dua mahasiswa yang berhasil lolos UNS Global Challenge gelombang 1 tahun 2021. Mereka yaitu Dinda Karina Yohany dari Program Studi (Prodi) Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) dan Lefri Mikhael dari Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum (FH). Program yang diikuti Karin  yaitu online shourt course di Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika selama tiga bulan, sedangkan Lefri mengambil Utrecht Summer School di Utrecht University, Belanda. Program yang diikuti Karin telah berlangsung sejak Mei hingga Agustus mendatang, sementara program summer school yang diikuti Lefri berlangsung pada 5-9 Juli 2021 lalu.

ALASAN MENGIKUTI UNS GLOBAL CHALLENGE
Karin mengungkapkan bahwa alasannya mengikuti program ini karena ingin merasakan atmosfer kuliah di luar negeri.
“Aku pengin tau juga sistem belajar di luar negeri kaya gimana. Ini Global Challenge ketiga ku, pertama pas semester dua tapi gagal, terus pas semester empat nyoba lagi, tinggal seleksi wawancara tapi tiba-tiba ada pandemi. Akhirnya gagal lagi karena programku tidak bisa online,” jelasnya.

Awalnya Ia diajak salah satu dosen di prodinya untuk mengadakan riset di Chiba University, Jepang. Oleh karena itu, Karin mencoba UNS Global Challenge sebagai wadah yang akan mengantarkannya pergi ke Jepang. Bahkan, Ia sudah mendapat professor, Letter of Acceptance (LoA), dan juga sudah belajar bahasa Jepang. Namun, pandemi yang melanda Indonesia mengubur mimpi Karin untuk melakukan riset di sana.

Tidak berhenti sampai di situ, satu tahun kemudian Ia mendaftar UNS Global Challenge untuk ketiga kalinya. Kini, program yang diusung bukan lagi riset, melainkan online shourt course. Ia memilih MIT sebagai universitas tujuan, salah satunya karena MIT merupakan universitas peringkat 1 di dunia pada tahun 2021 versi QS World University Ranking.

“Di sana engga ada Desain Interior, adanya departemen arsitektur. Pas aku cari-cari info, ternyata arsitektur di MIT merupakan yang terbaik di dunia. Aku makin tertantang biar bisa ngerasain ikut kelas di sana, yaudah aku cari program yang match sama mata kuliahku. Waktu itu ada side planning sama sustainable design, aku milih sustainable design karena nanti mungkin bisa jadi topik tugas akhir atau skripsi.  Jadi, belajar sekaligus nabung buat skripsi, kalau side planning aku kan udah belajar pas semester awal,” terang Karin.

Hal yang sama juga dialami oleh Lefri yang sempat mengubur targetnya di semester empat dalam program yang sama karena kendala pandemi Covid-19.
“Pertama kali daftar Global Challenge pas 2020 termin 1, udah lolos administrasi, pas mau interview ada pandemi. Efeknya programku dibatalin karena ga ada kejelasan lebih lanjut. Ini yang bikin  aku coba lagi di termin 1 tahun 2021, meskipun secara online tapi ini peluangnya cukup meyakinkan, benefitnya juga lumayan,” ungkap Lefri.

Ia memilih Utrecht Summer School karena mengikuti jejak awardee sebelumnya untuk memperbesar peluangnya diterima dalam program tersebut.
“Program ini membahas mengenai hukum HAM secara internasional. Nah, aku punya interest sendiri pada nilai-nilai yang berkaitan dengan HAM secara internasional dengan pembahasan yang lebih komprehensif dan tajam. Sampai membuat aku merasa oh ini something yang udah sering kita bicarakan tapi perlu untuk ditelusuri lebih lanjut, makanya aku tertarik ambil itu,” jelasnya.

SELEKSI
Karin dan Lefri menjelaskan bahwa dalam UNS Global Challenge, hanya terdapat dua tahapan seleksi. Pertama yaitu seleksi berkas berupa proposal, kemudian seleksi kedua yaitu wawancara.
“Pertama kita ajukan proposal yang isinya ada deskripsi program, tujuan, alasan ikut, pembiayaan, dan LoA. Kalau udah lolos seleksi berkas, nanti ada wawancara. Nah, di situ bakal ditanyain korelasi antara mata kuliah yang dipilih dengan program itu match apa engga. Jadi, tujuan sama apa yang kita tulis harus nyambung,” terang Karin.

Wawancara tersebut menggunakan bahasa Inggris yang dilakukan secara daring oleh International Office (IO) UNS. Setelah diumumkan siapa saja yang lolos UNS Global Challenge, selanjutnya akan dilakukan bimbingan sebelum program yang diajukan masing-masing mahasiswa dimulai.

TIPS DAN TRIK
Perlu dipahami, bahwa dalam proposal harus mencakup beberapa informasi seperti deskripsi program, tujuan, pendanaan, alasan berpartisipasi, dan beberapa informasi lainnya.
“Tips pertama dari aku, harus tau dulu program apa yang mau kita apply. Global Challenge kan mengcover kursus-kursus Massive Open Online Course (MOOC) kaya coursera dan edX. Kalau aku kan summer school yang virtual meeting, jadi apply dulu ke programnya. Jadi, kita harus dapetin LoA sebagai bentuk keseriusan kita ikut Global Challenge,” jelas Lefri.

Kemudian, ia membagikan tips mengenai apa saja yang harus dituliskan dalam proposal. Ia menitikberatkan pada value yang dimiliki oleh masing-masing orang.
“Sebisa mungkin general information itu menjual diri dalam arti menjual value.  Diri kita itu bisa dilihat dari isi proposal, misal tentang indeks prestasi, pengalaman organisasi, pengalaman lain selama kuliah.  Intinya menunjukkan kita sebagai calon penerima merupakan tipe yang bisa memanfaatkan peluang yang ada, entah melalui organisasi atapun project yang ada. Lalu, resapi pertanyaan yang ada di google form dan menseriuskan diri kita, kalau udah serius dan cocok dengan program yang dipilih, secara ga langsung bakal termotivasi buat lolos Global Challenge,” terangnya kembali.

Lalu pada tahap wawancara, Ia memberikan tips untuk benar-benar memahami isi proposal yang sudah ditulis. Baik mengenai program, alasan, hingga dampak dari program untuk diri sendiri, UNS, dan masyarakat.
“Yang penting kuatkan dulu di pertanyaan seperti itu. Kemarin aku juga ada pertanyaan pernah punya pengalaman kursus yang pengantarnya pakai bahasa Inggris. Aku jawab pernah karena dulu pernah ikut krusus di Coursera dan edX. Ini menurutku jadi poin plus. Sebagai kandidat, seenggaknya kita punya pengalaman ngedengerin materi yang pengantarnya pakai bahasa Inggris,” tambah Lefri.

Senada dengan Lefri, Karin juga menegaskan bahwa kunci utama terdapat pada tujuan mengikuti program yang akan diambil.
“Jadi, harus paham, oh saya mempelajari ini misal buat bahan tugas akhir/skripsi, saya mengambil ini karena cocok dengan mata kuliah tertentu. Kalau aku, bimbingan sama dosen dan kepala Prodi. Aku tanya, sustainable building design ini bisa ga ditransfer jadi SKS, ternyata bisa, nanti tinggal dikalikan saja jamnya ada berapa jam, nanti bakal transfer ke mata kuliah yang linier,” ungkap Karin.

Ia mengatakan bahwa dengan berkonsultasi dengan dosen akan meningkatkan kepercayaan diri dengan program yang hendak diikuti. Terlebih, untuk memastikan dan meresapi lebih dalam lagi mengenai kelinieran program dengan mata kuliah yang ada.

“Terus, pas wawancara harus percaya diri walaupun kemampuan bahasa Inggrisnya kurang, tapi I tried to answer in English, full English, ga campur pakai bahasa Indonesia. Jangan deg-degan,  pahami apa yang akan dilakukan. Jangan midner juga, aku dulu sempet minder, kakak tingkatku ada ga ya yang pernah ikut Global Challenge, aku bisa ga ya, apakah dari FSRD bisa. Kemudian, aku singkirkan pikrian gitu, insecurity aku singkrin dulu, terus siapin mental juga,” terang Karin ketika memberikan tips saat wawancara.

KESAN
Karin dan Lefri mengaku sangat senang karena memperoleh ilmu dan pengalaman baru yang belum pernah didapat sebelumnya.
“Pasti bangga juga karena ngerasain online short course MIT, Tantangan itu semakin gede pas kemarin bareng sama UAS, terus aku juga lagi isoman jadi pikirannya kacau gitu. Ini yang sangat challenging, nah Global Challenge itu challenge-nya ada di situ. Jadi harus bisa bagi dan ngatur waktu,” ungkap Karin.

PESAN
“Pesannya berani aja mencoba, tapi jangan asal mencoba tanpa persipaan. Tentunya harus cari program yang sesuai dengan minat biar rasa puasnya dobel. Aku pernah ngerasain minder, pokoknya hadapi aja, khususnya pas seleksi wawancara. Kan pewawancara bukan native,  jadi ga perlu takut karena kalau udah takut sekarang, kan nanti pas materi lebih kompleks bahasanya. Dari awal harus nge-push, Namanya aja Global Challenge, jadi harus men-challenge diri kita ke level global,” pesan Lefri.

Sebelum mengakhiri perbincangan, Karin pun berpesan kepada mahasiswa yang hendak mendaftar Global Challenge untuk tidak minder terlebih dahulu.
“Pokoknya kalau kalian punya kemauan yang besar, pengin belajar lebih, pengin men-challenge diri kalian biar lebih tertantang lagi, daftar aja.  Apapun jurusan kalian, it doesn’t matter. Kalian punya kemampuan yang sama, sama-sama mahasiwwa UNS, sama-sama punya hak untuk belajar. Kembangkan terus, jangan nyerah dan minder, kalau bukan mulai sekarang kapan lagi, selama masih jadi mahasiswa nikmatin dan coba aja segala peluang yang ada,” tutup Karin. Humas UNS

Reporter: Bayu Aji Prasetya
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content