UPT KLI UNS Gunakan Momentum Ramadan untuk Perkuat Toleransi

UPT KLI UNS Gunakan Momentum Ramadan untuk Perkuat Toleransi

UNS — Ramadan telah tiba. Momentum Ramadan biasanya digunakan untuk memperbanyak ibadah bagi umat Islam. Namun, bagi UPT Kerjasama dan Layanan Internasional (KLI) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, momentum ini tidak hanya tentang ibadah, tetapi juga toleransi.

Hal itu dimanfaatkan UPT KLI UNS untuk menggelar Cultural Talk: Ramadan Around the World Series. Acara ini berupa webinar yang diisi oleh narasumber yang menjalankan puasa dari berbagai negara. Para narasumber berbagi pengalaman dan cerita tentang Ramadan di negara masing-masing.

Kepala UPT KLI UNS, Rino Ardhian Nugroho,S.Sos., M.T.I., Ph.D. mengatakan bahwa pihaknya ingin menguatkan toleransi dan perdamaian antarumat beragama melalui acara ini.

“Ini adalah kesempatan yang bagus untuk membagikan tradisi Ramadan di berbagai negara. Kami berharap acara ini dapat memberikan pemahaman lebih untuk melihat kekayaan tradisi di berbagai negara dalam menyambut Ramadan. Kami yakin dapat menyebarkan kedamaian dan toleransi di bulan suci ini,” ujar Rino.

Cultural Talk ini merupakan kerja sama antara UNS, Unika Soegijapranata Semarang, dan Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang. Pada seri 1, Cultural Talk menghadirkan tiga narasumber yakni M. Taufiq Al Makmun, Natasya Adelia Zehra, dan Fatima Fadhel Juma Luthfalla.

M. Taufiq Al Makmun adalah dosen Prodi Bahasa Inggris di UNS. Saat ini beliau sedang menempuh pendidikan doktoral di Bowling Green State University (BGSU), Ohio, Amerika Serikat. Taufiq membagikan pengalaman Ramadannya di Amerika Serikat. Taufiq bersyukur karena kampusnya sangat ramah terhadap mahasiswa muslim meskipun jumlahnya sedikit. Selama di sana, Taufiq mengaku tidak mendapatkan masalah dalam beribadah karena kampusnya menyediakan musala.

Selain itu, kampusnya juga sangat terbuka untuk mahasiswa muslim yang menjalankan puasa. Komunitas muslim di BGSU rutin mengadakan salat tarawih berjamaah. Mereka juga sering berbuka puasa bersama dengan sistem potluck.

UPT KLI UNS Gunakan Momentum Ramadan untuk Perkuat Toleransi

“Ya meskipun demikian saya tetap nggak bisa menemukan kolak di pinggir jalan kalau di sini,” terang Taufiq disusul gelak tawa.

Sementara itu, Natasya Adelia Zehra adalah mahasiswa Fakultas Teknik Unissula yang kini sedang menjalankan pertukaran mahasiswa di Rotterdam, Belanda. Natasya menjelaskan beberapa perbedaan antara Ramadan di Indonesia dan di Belanda. Salah satu yang membedakan adalah lama puasa di Belanda yang mencapai 15—16 jam. Namun, dia bersyukur karena saat ini cuaca di Belanda tidak begitu panas.

“Salah satu keuntungan puasa di Belanda adalah cuacanya. Bulan ini cuaca tidak panas. Meskipun berpuasa, saya masih bisa bersepeda dan tetap segar, tidak berkeringat banyak, tidak seperti saat di Semarang,” ucapnya disusul tawa.

Sementara itu, Fatima Fadhel Juma Luthfalla adalah guru di Duraz Primary Girls School, Bahrain. Fatima membagikan kebiasaan tradisi di Bahrain. Dia mengatakan bahwa masyarakt Islam Bahrain menyambut Ramadan bak festival. Orang-orang Bahrain akan membeli pernak-pernik Ramadan di pasar untuk menghias rumah mereka.

UPT KLI UNS Gunakan Momentum Ramadan untuk Perkuat Toleransi

“Satu tradisi unik saat Ramadan di Bahrain adalah Nasfa. Tradisi ini dilaksanakan di pertengahan Ramadan. Tradisinya seperti haloween khusus orang Islam,” terang Fatima.

Fatima menjelaskan saat Nasfa, anak-anak kecil mengunjungi satu per satu rumah untuk meminta permen dan coklat. Saat Nasfa berlangsung, anak-anak kecil sangat ceria dan suasananya pun bahagia. Humas UNS

Reporter: Ida Fitriyah

Editor: Dwi Hastuti

Skip to content