Viral Artis Adopsi Boneka Arwah, Begini Tanggapan Pemerhati Budaya UNS

Viral Artis Adopsi Boneka Arwah, Begini Tanggapan Pemerhati Budaya UNS

UNS — Belakangan ini warganet dihebohkan dengan pemberitaan sejumlah artis yang mengadopsi boneka arwah atau spirit doll sebagai anak mereka.

Hal ini bermula ketika salah satu artis yang juga desainer mulai aktif memposting foto bersama dua boneka arwahnya ke Instagram sejak Desember tahun lalu.

Layaknya seorang ayah, ia memperlakukan dua boneka arwahnya seperti bayi sungguhan. Boneka arwahnya juga dipakaikan baju bayi, dibuatkan akun Instagram pribadi, hingga ada newborn photoshot khusus untuknya.

Karena keputusan artis tersebut ramai diperbincangkan warganet, membuat beberapa pemuka agama dan psikolog ikut berkomentar.

Bahkan, sebagian warganet yang mengetahuinya kemudian mengaitkan keberadaan dua boneka arwah itu dengan hal-hal berbau mistis.

Lantas, apakah yang dikatakan warganet tersebut benar? Dan, apakah fenomena memiliki boneka arwah di Indonesia khususnya di tanah Jawa adalah hal yang lumrah?

Menurut pemerhati budaya Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drs. Tundjung Wahadi Sutirto, M.Si, fenomena boneka arwah di Indonesia bukanlah sesuatu yang baru.

Pasalnya, masyarakat sejak lama memang sudah mempercayai boneka arwah. Dalam mitologi Jawa ada perilaku supranatural menggunakan media visual, seperti boneka, untuk berdialog dengan entitas arwah.

Bahkan, di daerah lain juga terdapat fenomena permainan supranatural dengan menggunakan boneka atau visualisasi wujud manusia.

Ia mencontohkan, di kebudayaan Jawa boneka yang dipercaya sebagai media mendatangkan arwah adalah Jalangkung. Sedangkan, di daerah lain disebut Nini Thowok atau Nini Thowong.

“Jalangkung itu terbuat dari gayung atau di Jawa disebut dengan siwur (alat untuk mandi) yang terbuat dari bathok (kulit kelapa) dan diberikan ragangan kayu untuk tangan. Kalau Jalangkung itu dipersonifikasikan sebagai figur laki-laki maka boneka arwah yang personifikasinya perempuan disebut dengan Nini Thowok,” ujar Tundjung saat dihubungi uns.ac.id, Senin (3/1/2022).

Pengaruh Kebudayaan

Tundjung mengatakan, keberadaan boneka arwah dalam mitologi Jawa erat kaitannya dengan perkembangan animisme dan dinamisme.

Dalam berbagai khasanah dan pustaka sejarah disebutkan sejak zaman Mesolitikum sudah muncul kepercayaan terhadap kekuatan roh.

Kemudian, hadirnya paham Hindu-Budha semakin memperkaya kepercayaan terhadap roh yang sebelumnya sudah ada. Hal ini, menurut Tundjung, mendorong manusia untuk hidup dan membangun harmonisasi dengan entitas roh.

Hasil harmonisasi itulah yang kemudian melahirkan perilaku menghadirkan roh dalam visualisasi diri orang dan boneka atau benda bertuah.

“Dalam tradisi seni pertunjukkan menghadirkan roh dalam penampilannya banyak dijumpai di Jawa seperti Jathilan, Sintren, Jaran Kepang dan sebagainya,” kata Tundjung.

Ia menyampaikan, kisah dalam dunia pewayangan juga memperkuat kepercayaan penjelmaan roh pada alam kehidupan duniawi.

Tidak hanya itu, Tundjung menyebut ada boneka arwah bernama Ca Lai Gong dalam kebudayaan Tiongkok yang turut dipercaya dapat menghadirkan arwah.

“Misalnya, bagaimana kisah pewayangan tokoh Bambang Ekalaya yang menciptakan patung Durna sebagai visualisasi guru yang mahir mengajarkan memanah dan lebih unggul daripada Arjuna yang berguru kepada Durna secara biologis,” terangnya.

Boneka arwah di Tanah Jawa

Tundjung menerangkan, tidak ada momentum khusus yang merujuk pada kepopuleran boneka arwah.

Meski begitu, penggunaan kekuatan spiritual dalam konteks historis perilaku sering kali muncul saat masa-masa krisis.

Ia mencontohkan, ketika terjadi krisis ekonomi di tahun 1929, muncul dan populer visualisasi makhluk halus yang disebut dengan Nyi Blorong.

Kemudian di era revolusi Indonesia pascakemerdekaan, mulai muncul banyak aliran kebatinan yang menjadi era suburnya kepercayaan terhadap kekuatan supranatural. 

“Jadi, konstruksinya hampir sama bahwa boneka arwah itu tetap ada dari dulu hingga sekarang sebagaimana era yang diklasifikasikan sebagai era ontologi seperti saat ini tetapi faktanya era mistis masih selalu ada dan berkembang sesuai konteks zamannya,” ujar Tundjung.

Penggunaan Boneka Arwah

Tundjung menjelaskan, dalam khasanah kebudayaan Jawa boneka arwah dijadikan media untuk mengetahui hal-hal gaib yang berada di luar kemampuan kesadaran manusia.

Misalnya, dalam permainan Jalangkung, arwah yang datang bisa ditanya siapa namanya, kapan meninggalnya, dan memberikan informasi terhadap sesuatu yang akan terjadi.

Bahkan, boneka arwah disebut Tundjung bisa digunakan untuk menyakiti orang. Dalam praktik santet dan teluh, bagian tubuh boneka arwah bisa direkayasa untuk menyakiti orang yang dijadikan target.

“Misalnya, dengan ditusuk bagian jantungnya boneka itu kemudian jantungnya orang yang jadi sasaran korban juga akan tersakiti. Tetapi, tidak sedikit yang menggunakan media boneka arwah seperti Jalangkung itu untuk iseng permainan di kala bulan purnama,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Tundjung yang juga dosen di Program Studi (Prodi) S-1 Ilmu Sejarah FIB UNS menerangkan, boneka arwah dalam kebudayaan Jawa divisualisasikan sebagai manusia.

Oleh karenanya, boneka arwah memiliki bagian-bagian tubuh layaknya manusia, seperti kepala yang terbuat dari bathok (tempurung kelapa) atau dari irus (pengaduk sayur).

Kemudian, untuk bagian tangan boneka arwah biasanya dibuat dari kayu yang disilangkan dan diberikan kain untuk bajunya.

“Hanya, permainannya dengan menggunakan isyarat tulisan dan tidak dapat dialog secara audiovisual dalam berkomunikasi antara arwah dengan pembuat atau pemiliknya,” ujarnya.

Ia menerangkan, jika boneka arwah seperti Jalangkung ingin dimainkan maka pemainnya harus lebih dari satu orang.

Nantinya, salah satu pemain akan bertugas sebagai pemanggil atau orang yang menghantarkan kehadiran arwah. Sementara pemain lainnya bertugas memegangi boneka arwah agar tetap berdiri.

“Ada kepercayaan bahwa orang-orang tertentu yang hanya bisa memainkan boneka arwah itu sesuai pemahaman dan kepercayaan masyarakat lingkungannya karena mungkin terbiasa saja bermain boneka arwah seperti Jalangkung itu,” pungkasnya. Humas UNS

Reporter: Y.C.A. Sanjaya
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content