Bolehkah Anak-anak Mendengar Lagu Dewasa? Simak Penjelasan Psikolog UNS Berikut

Bolehkah Anak-anak Mendengar Lagu Dewasa? Simak Penjelasan Psikolog UNS Berikut

UNS — Ardhito Pramono, salah satu penyanyi muda berbakat Tanah Air, baru saja merilis singel terbaru berjudul Something New pada Rabu (14/4/2021) kemarin. Berbeda dari karya-karya sebelumnya, Something New merupakan lagu anak-anak yang menjadi pembuka album pendek bertajuk Semar & Pasukan Monyet.

Bukan tanpa alasan, pelantun Fine Today ini menggarap proyek itu lantaran resah dengan banyaknya anak-anak yang menyanyikan lagu orang dewasa. Hal ini menurutnya tidak baik bagi psikis mereka, terutama yang masih berusia 1 hingga 6 tahun.

Keresahan tersebut tentu bukan bahasan baru. Lantas, bagaimana sebenarnya pemilihan lagu yang tepat bagi psikologis dan perkembangan anak?

Menurut Berliana Widi Scarvanovi, S.Psi., M.Psi., Dosen Psikologi Perkembangan FK UNS, anak-anak di bawah usia remaja memang tidak disarankan untuk diperdengarkan atau menyanyikan lagu dewasa. Khususnya lagu bertema percintaan dalam konteks laki-laki dan perempuan.

Secara psikologi ada tahapan perkembangan mulai dari bayi hingga dewasa tua. Di mana pada setiap masa perkembangan tersebut ada target-target dan standar-standar yang harus dicapai. Anak usia sekian seharusnya diberikan stimulus apa, dapat melakukan apa, optimalisasinya harus di ranah mana, dan sebagainya.

Di usia anak-anak, imbuh Berliana, mereka memang lebih banyak ke arah eksplorasi, banyak ke arah belajar, ke arah tema-tema yang memang masih berkaitan dengan dirinya sendiri atau manajemen diri, dan bagaimana penguasaan terhadap lingkungan.

“Misalkan lagu mengajarkan bangun pagi, membersihkan tempat tidur sendiri. Lalu ‘Kalau kau suka hati tepuk tangan’ untuk pengenalan emosi sejak dini. Sehingga kalau ada stimulasi entah itu dalam bentuk lagu, film, dan lainnya ya yang harus berkaitan dengan hal-hal itu. Tidak boleh lagu-lagu yang belum sesuai dengan tantangan yang seharusnya dihadapi pada masa anak-anak,” jelasnya saat dihubungi uns.ac.id, Kamis (15/4/2021).

Perihal dampak, Berliana menyebut pada awal masa kanak-kanak (red: usia balita sampai sekitar kelas 1 SD), mereka belum begitu mengerti apa yang didengarkan atau nyanyikan. Mereka baru sampai pada tahap imitasi atau meniru.

Akan tetapi, semakin lama kognitif anak akan semakin matang dan berkembang pada level tertentu. Anak-anak pun akan mulai menanyakan diksi-diksi yang ada dalam lagu tersebut, seperti kata ‘cinta’ atau ‘pacar’ itu apa.
Jika orang tua tidak dapat menjawab dengan tepat, lalu anak justru bertanya ke teman atau orang lain dan memperoleh informasi yang kurang sesuai, itu lah yang mengkhawatirkan

“Anak mendapatkan informasi dan stimulasi yang tidak sesuai dengan usianya. Dampak lanjutannya macam-macam. Saya rasa salah satunya adalah pacaran dini. Dapat stimulasi dari lagu dan film percintaan yang tulisannya bimbingan orang tua, tapi anak menonton dan mendengarkan dengan bebas,” ujar Berliana.

Usia Berapa Anak Boleh Mendengar Lagu Dewasa?

Berdasarkan tahap perkembangannya, Berliana menuturkan tema percintaan memang masuk ke tahap dewasa awal yakni sekitar usia 19 tahun. Namun, di usia remaja (sekitar 13-18 tahun) sudah mulai dapat mendengarkan lagu dengan tema ini. Sebab, di usia tersebut sudah mulai mengenal dan memiliki ketertarikan dengan lawan jenis. Dengan catatan, tetap harus ada pemilahan.

“Saya lebih ke arah konten lagu itu sendiri. Kita lihat kontennya. Contohnya bercerita tentang kehidupan seorang anak berjualan koran, seperti lagu Iwan Fals, tidak masalah. Jadi memang lagu-lagu yang temanya keluarga, kehidupan itu tidak masalah diberikan kepada anak,” ungkap Berliana.

Bolehkah Anak-anak Mendengar Lagu Dewasa? Simak Penjelasan Psikolog UNS Berikut

Berliana juga menekankan agar orang tua tidak terkecoh dengan usia penyanyi. Lagu anak-anak sekarang, tuturnya, memang yang menyanyikan masih termasuk anak-anak. Namun, tidak jarang kontennya dewasa.

Manfaat Musik dan Lagu

Mendengarkan musik atau lagu tentu juga memiliki beragam manfaat. Salah satu yang disebut Berliana adalah untuk menstimulasi perkembangan bahasa, selain stimulasi dengan berbicara langsung.

Hal ini tidak terlepas dari stimulasi ketika masa anak-anak awal atau balita yang harus dilakukan secara signifikan melalui lima indra. Salah satunya pendengaran.

Seorang anak, kata Berliana, ketika balita didengarkan lagu memang tidak akan langsung menyanyi dan mengeluarkan kosakata-kosakata dari lagu itu. Munculnya ketika usianya sudah agak besar dan sudah mampu mengucapkan dengan jelas.

“Selain itu, lagu memberi efek tenang untuk anak-anak. Mungkin ada anak yang suka berkegiatan kalau ada lagunya. Itu memberi efek menyenangkan, mereka kemudian menjadi happy. Atau tidur menggunakan lagu klasik. Masing-masing genre punya fungsinya untuk diletakkan di mana,” terangnya. Humas UNS

Reporter: Kaffa Hidayati
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content