Jalan-jalan Keliling Nusantara di Panggung COA 2015

Salah satu banyolan para pemain COA yang mengundang derai tawa penonton.
Salah satu banyolan para pemain COA yang mengundang derai tawa penonton.

Rinai gerimis hujan berjatuhan membasahi rerumputan di halaman Gedung Pusat dr. Prakosa di malam yang semakin pekat, Jumat (24/04/2015). Alih-alih makin sunyi, halaman yang menghadap langsung bulevar terus dibanjiri oleh kerumunan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) maupun masyarakat sekitar kampus. Berbekal payung maupun kerudung, mereka memadati lahan berumput hijau, menghadap teras yang telah digelar sebuah panggung.

Collaboration of Art (COA), sebuah perhelatan tahunan hasil sinergi tiga Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di UNS lah yang menjadi daya tarik kerumunan itu meskipun gerimis tengah menerjang. Digawangi oleh Badan Koordinasi Kesenian Tradisional (BKKT), Voca Erudita, dan Marching Band, COA merupakan pergelaran apik yang selalu ditunggu tiap tahunnya.

“Acara ini juga merupakan salah satu bentuk rangkaian dan persembahan kami dalam rangka Dies Natalis UNS ke-39,” ujar ketua panitia saat memberikan sambutan. Dengan diiringi riuh tepuk tangan penonton, COA tahun 2015 yang bertajuk “Jalan-jalan Keliling Nusantara” dimulai. Meskipun harus mundur dari jam yang ditentukan karena hujan, COA tidak menyurutkan gelombang antusiasme kerumunan yang hadir.

Komunitas Mahasiswa Papua turut meriahkan COA 2015.
Komunitas Mahasiswa Papua turut meriahkan COA 2015.

Indonesia di Atas Pergelaran

COA menceritakan petualangan tiga mahasiswa UNS yang berkeliling Indonesia saat masa liburan. Sebelum “petualangan” dimulai, beberapa model yang membawakan kostum megah berwarna biru dan emas naik ke atas pentas. Kostum bernuansa merak, mereka kenakan dan berlenggak lenggok sembari menahan beratnya kostum. Tak ayal, suguhan mereka mengundang decak kagum penonton.

Petualangan dimulai, ketiga mahasiswa tersebut beranjak dari Solo untuk mengobati rasa penasaran mereka akan kekhasan setiap penjuru bumi pertiwi. Menuju Bandung dengan angklungnya, Jakarta dengan Monasnya, Sumatera Barat dengan Tarian Minangnya, dan Aceh dengan Tarian Samannya. Dengan kapal, mereka melanjutkan perjalanan ke timur pulau Sumatra, Kalimantan, yang ternyata mayoritas penduduknya adalah transmigran pulau Jawa.

Sulawesi dan Maluku, tempat elok dan papeda yang merupakan destinasi selanjutnya setelah Kalimantan. Kemudian mereka melanjutkan lawatan ke pulau eksotis, Papua, dengan disuguhi tarian perang dari penduduk asli.

Gerimis tak kunjung reda, namun arena pertunjukan tetap hangat berkat banyolan kocak dari ketiga pemain itu. Alunan lagu Anak Kambing Saya dan masuknya anak kambing sungguhan membuat gelak tawa semakin riuh saat mereka tiba di Nusa Tenggara Timur. Perlawatan dilanjutkan ke Bali, pulau dewata yang elok budaya dan pemandangannya. Destinasi terakhir sebelum kembali ke Solo adalah Surabaya, kota pahlawan. Tak lupa mereka menyicipi makanan Rujak Cingur yang kuahnya sudah bertambah dengan air hujan.

Lembutnya paduan suara dari Voca Erudita, alunan musik daerah dan tarian dari BKKT, dan lantunan simfoni dari Marching Band yang bersinergi dalam pergelaran seni, musik, dan cerita dan dikemas dalam sebuah pertunjukan apik berbalut nuansa komedi yang kental sukses membuat kagum penonton di akhir pementasan. “Acara COA ini bagus, tapi aku berharap semoga tahun depan panggung dan tempat penontonnya diberi penutup buat antisipasi kalau hujan,” ujar Putri, Mahasiswi FISIP yang menonton pergelaran malam itu.

Melalui COA, penampil mengajak penonton untuk menyaksikan ragam logat dan bahasa, kuliner, budaya, dan ciri khas yang tentu berbeda antara satu daerah dan daerah lainnya. “Jalan-jalan Keliling Nusantara” menggambarkan perbedaan yang bersatu dalam suatu bangsa bernama Indonesia. [] (danur.red.uns.ac.id)

Skip to content