Pertengahan Mei Jadi Puncak Infeksi Covid-19 di Indonesia : Prediksi Pakar Matematika UNS

Siaran Pers
Nomor: 58/HUMAS/UNS/III/2020
Rabu, 25 Maret 2020

UNS – Semenjak pandemic ditetapkan oleh WHO mengenai COVID-19 (11/03/2020), sebenarnya yang terjadi adalah perdebatan 2 kubu ilmu, yaitu pengetahuan ekonomi dan pengetahuan kedoikteran. Sehinga dari pemerintah Indonesia belum melakukan kebijakan lockdown seperti beberapa negara lain dengan berbagai pertimbangan. Pertimbangan yang paling besar adalah faktor ekonomi dimana ketika lockdown dilakukan stabilitas perekonomian akan terganggu, pertumbuhan ekonomi akan melambat bahkan berhenti.

Berbeda dengan harapan dari tim medis yang menghawatirkan ketika kebijakan penguncian total atau karantina tidak diambil, maka jumlah pasien yang terinfeksi covid-19 akan terus membesar. Ditambah lagi dengan kapasitas rumah sakit dan pelayanan medis sangat terbatas, dikhawatirkan tidak bisa melayani pasien dengan baik. Dua perdebatan tersebut disampaikan mengawali kuliah Online yang dilakukan oleh Dr. Sutanto dari Program Studi Matematika FMIPA UNS pada hari Selasa 24 maret 2020, Kemarin.

“Saat ini tingkat kematian pasien yang terinfeksi Covid-19 sudah cukup tinggi yaitu sekitar 8,4%, bahkan sempat menyentuh angka 9% Persen. Artinya orang yang sehat, hidup damai tibat-tiba terinfeksi tetapi yang bersangkutan tidak mengetahui kalua dirinya terjangkit covid-19. Yang bersangkutan menyadari sudah terlambat, yaitu tatkala gejala atau sakit yang dirasakan sudah parah sehingga meninggal.” Tutur Dr. Sutanto.

“Maka di saat Dia terinfeksi dan belum diketahui maka penularan akan menyebar ke orang-orang yang sehat, dan ini yang cukup berbahaya. Artinya hubungan antara tingkat kematian pasien yang tinggi dengan tingkat penyebaran itu menjadi berkorelasi sangat kuat.” Tambah Dr. Sutanto.

Dalam model yang disampaikan, Dr. Sutanto juga menjelaskan kondisi secara matematis dinamika populasi Covid-19 ini dengan model SIQR. Penjelasan model ini adalah Susceptible (S) digambarkan sebagai orang yang sehat yang rentan terinfeksi, Infected (I) sebagai individu yang terinfeksi, Quarantine (Q) sebagai proses karantina dan Recovery (R) adalah individu/ kelompok yang telah sembuh dari covid-19.

Sucsceptible ini sangat dipengaruhi oleh laju kontak yang digambarkan dengan notasi Beta. Ketika Beta besar seiring dengan aktifitas bertemu, berkerumun & event bersama maka potensi orang menjadi Infected. Dijelaskan lebih lanjut, ketika Infected (I) dilakukan Quarantine (Q) secara penuh, yang besarnya tergantung dari kemampuan Negara masing-masing (Alpha). Orang yang dikarantina tersebut juga mempunyai dua kemungkinan yaitu sembuh atau meninggal. Bagi yang sembuh (Recovery) yang dinotasikan sebagai “R” kemungkinan juga masih rentan atau tidak terhadap penyebaran virus kembali, tergantung tingkat imunitas masing-masing individu. Sehingga ketika individu tersebut mempunyai imunitas yang bagus maka potensi tertular kembali (Theta) bisa saja bernilai nol.

Dari hasil Model SIQR (Susceptible-Infected-Quarantie-Recovery) berupa sistem persamaan diferensial yang diselesaikan dengan Metode Numerik Runge-Kutta Order 4 dapat ditarik kesimpulan jika tidak ada perubahan dalam penanganan, diperkirakan puncak infeksi terjadi puncak pada pertengahan bulan Mei 2020. Prediksi tersebut diambil berdasarkan data covid-19 Indonesia data dari tgl 2 maret sampai 22 maret 2020. Prediksi tersebut dilakukan selama masa prediksi selama 100 Hari (2 Maret – 10 Juni 2020).

“Jika diterus-teruskan seperti ini maka jumlah yang terinfeksi puncaknya pada pertengahan bulan Mei ini dengan jumlah 2.5 persen dari seluruh populasi di masing-masing wilayah (penduduk Indonesia) terinfeksi. Selama prediksi 100 hari penyebaran virus akan menurun pada bulan Juni tetapi tidak serta merta hilang,” ujar Dr. Sutanto

Covid-19 bisa musnah dari Indonesia tapi tergantung pada 2 parameter yaitu alpha dan Beta. Angka terinfeksi Covid-19 ini bisa saja turun drastis bahkan sampai hilang jika laju karantina (Alpha) semakin besar daripada laju kontak penderita ke Sucsceptible (Beta). Ada 3 skenario yang bisa dilakukan, pertama adalah strategi kuadran I yaitu dengan menaikkan laju karantina dan mempertahankan laju kontak dibawah angka 0.9, maka virus akan hilang sebelum 10 juni 2020. Yang kedua, kalau alpha dan beta berada pada garis miring maka virus hilang pada tgl 20 juni. Tapi jika laju kontak lebih besar daripada laju karantina maka virus masih menginfeksi Indonesia.

Pemerintah harus segera melakukan rapid test untuk mengetahui individu yang terinfeksi dan yang sehat. Kemudian kelompok yang terinfeksi tersebut dipisahkan ke rumah sakit rujukan atau wisma atlet Kemayoran untuk kemudian diisolasi. Dan yang sehat dibatasi pergerakkannya. Sehingga bisa memperbesar laju Alpha. Kemudian lengkah selanjutnya yaitu menekan orang yang masih sehat untuk tetap di rumah sehingga bisa menekan laju Beta.

“Jika Beta sebesar 0.5, dalam simulasi ini maka virus akan hilang sebelum 10 Juni 2020, jika tidak kita akan berada di kuadran II dan ini kondisi yang sangat berbahaya. Tidak perlu berdebat, kita harus bekerja dan segera pilih Kuadran I ini lebih cepat, ekonomi juga akan tetap baik, dunia medis juga tidak akan capek,” tutup Dr. Sutanto. Humas UNS

Skip to content