Syafii Maarif: Perguruan Tinggi Jangan Bisu

Perguruan tinggi sebagai kumpulan masyarakat terdidik dituntut untuk bisa memberikan sumbangansihnya terhadap persoalan-persoalan bangsa. Sikap pasif dan bisu perguruan tinggi berarti membiarkan bangsa terlunta-lunta.

Demikian ungkap Dewan Penasihat Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilm Sosial (HIPIIS) Syafii Maarif dalam orasinya bertajuk Masalah Kebangsaan dan Kewarganegaraan Tantangan Bagi Indonesia Modern pada pelantikan  pengurus HIPIIS di kampus Universitas Sebelas Maret (UNS), Rabu (29/1).

Menurut Syafii, lemahnya kepemimpinan nasional dan daerah menjadi alasan mengapa persoalan-persoalan yang dhadapi bangsa tak kunjung usai. Hal itu berdampak pada merosotnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem kekuasaan.

Dengan demikian, peran perguruan tinggi, kata Maarif, bisa mendukung dalam upaya menujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat karena perguruan tinggi memiliki banyak pakar di berbagai bidang serta keilmuan yang bermanfaat bagi masyarakat. “Waktunya sudah sangat tinggi bagi perguruan tinggi untuk turun gunung,” kata Syafii.

Sebab, selama ini pemimpin yang dihasilkan melalui pemilu adalah politisi rabun ayam yang tunavisi, dan tunamoral. “Saya tidak tahu apakah pemilu 2014 ini akan memunculkan orang-orang besar yang negarawan atau akan tetap saja mengulangi hasil pemilu-pemilu terdahulu yang lebih banyak menghasilkan politisi rabun ayam yang tunavisi dan tunamoral. Kehadiran mereka ini semakin memperpanjang  penderitaan rakyat banyak dan memperberat beban yang harus dipikul oleh bahu bangsa ini,” tutur Syafii.

Syafii bertutur bahwa peran perguruan tinggi mampu untuk menghindari perulangan kesalahan-kesalahan pada masa silam yang dihasilkan melalui demokrasi. Pemimpin, lanjutnya, harus memiliki visi yang jelas. Dia juga juga harus tahu kemana rakyat akan dibawa bukan untuk masa dekat, melainkan menembus jauh ke depan. [red-uns.ac.id]

Skip to content