Model Pembelajaran Berbasis Inkuiri (PBI) selama ini sering diaplikasikan untuk pembelajaran sains dan matematika. Namun, sebenarnya PBI juga dapat diterapkan untuk pembelajaran ilmu-ilmu sosial dan bahasa. Hal tersebut membuat Hersulastuti tertarik untuk melakukan penelitian jenis penelitian dan pengembangan dalam disertasinya.
Ia menggunakan PBI untuk pembelajaran Bahasa Inggris di SMK di seluruh eks Karesidenan Surakarta. Dijelaskan bahwa untuk pembelajaran Bahasa Inggris di SMK diperlukan model pembelajaran yang aktif, inspiratif, dan menyenangkan seperti yang tertuang dalam permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang standard proses. Pembelajaran pula harus memenuhi tahapan pembelajaran, meliputi: explorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
Ia menilai, pembelajaran Bahasa Inggris di SMK belum berlangsung secara optimal. “Indikatornya adalah masih dijumpai peran siswa yang belum optimal, tingkat keaktifan siswa yang masih rendah, dan belum memiiki kemandirian dalam belajar,” jelas Hersulastuti saat dijumpai seusai ujian disertasinya di Ruang Sidang II Gedung Rektorat UNS, Senin, (2/7/2012) pagi.
Penelitian Disertasinya dilakukan dengan tiga tahap, antara lain: tahap eksplorasi, tahap pengembangan model, dan tahap pengujian. Pada tahap eksplorasi, Hersulastuti melibatkan 12 SMK s-eks Karesidenan Surakarta. Pada tahap pengembangan model hanya melibatkan 1 SMK, SMK N 3 Klaten. Lalu, pada tahap pengujian dilibatkan 3 SMK, yaitu: SMK N 6 Surakarta sebagai kelompok Eksperimen, SMk N 1 Boyolali sebagai kelompok Kontrol I, dan SMK N 1 Karanganyar sebagai kelompok Kontrol II.
Ia melakukan perlakukan berbeda pada masing-masing SMK. Pada SMK N 6 Surakarta dilakukan pembelajaran dengan model PBI, SMK N 1 Boyolali menggunakan model diskusi, dan SMK N 1 Karanganyar menggunakan model presentasi.
Hasilnya, ia mengungkapkan, “Menurut hasil uji keefektifan menunjukkan bahwa siswa yang belajar dengan menggunakan PBI lebih tinggi perolehan rerata gained score-nya.”
Ia menegaskan, pembelajaran menggunakan PBI akan mengajarkan siswa untuk berpikir kritis, mandiri, aktif dalam pembelajaran, dan siswa memiliki sikap positif dalam pembelajaran. “Siswa akan menjadi autonomus learner,” ungkap Hersulastuti.[]
