Abdul Rahman: Pendidikan Vokasi Demi Daya Saing Bangsa

Abdul Rahman, sosok ini barangkali jarang tampil di media. Tapi, di balik layar, dia memainkan peranan penting bagi kemajuan pendidikan bangsa Indonesia. Keahliannya dalam hal pendidikan dan sosial demografi telah membuatnya berkeliling dunia untuk dimintai “petuah”-nya sebagai seorang konsultan. Abdul Rahman, pria yang kini menjabat Konsultan Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (Dikti) di HELM Project/USAID ini berbagi tentang perjalanan hidupnya.

Pria yang akrab disapa Masdur ini memandang, pendidikan di Indonesia dalam satu dekade terakhir mengalami kemajuan yang pesat. Kemajuan ditandai dengan lahirnya regulasi dan kebijakan nasional pendidikan dan alokasi anggaran untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia sejak dari Pendidikan Usia Dini (PAUD) hingga perguruan tinggi (PT).

Pada dekade ini pula, lanjut Masdur, pendidikan Indonesia bergerak dari perluasan akses menuju pada peningkatan mutu pendidikan berkelanjutan. “Ini berbeda dari pendidikan di zaman pemerintahan Soeharto yang cenderung mengarah pada perluasan akses. Tapi sekarang, arah sudah menuju pada peningkatan mutu pendidikan,” ujar pria kelahiran 13 Mei 1960 itu.

Lebih jauh Masdur menjelaskan, ada beberapa faktor yang menyertai kemajuan mutu pendidikan Indonesia, seperti: kemajuan teknologi informasi (IT), kebutuhan sumber daya manusia (SDM) untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil dalam pembangunan sosial ekonomi dalam negeri serta adanya kompetisi global. Pendidikan wajib mendidik peserta didik menjadi warga dunia (world citizens).

Pria yang pernah bekerja untuk Asian Development Bank (ADB) dan Islamic Development Bank (IDB) ini menerangkan, untuk mampu menghadapi kompetisi global, Indonesia perlu segera membangun vocational education dan community college di setiap kota/kabupaten.

Dia menyebutkan setidaknya ada beberapa alasan mendesak pendirian vocational education dan community college di Indonesia, di antaranya: kedua hal itu sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dalam negeri, pro rakyat, biaya pendidikan relatif terjangkau, dan kompetensi praktis lebih ditingkatkan ketimbang teori. “Kalau tidak, pemenuhan tenaga kerja kita akan diserang Malaysia, Singapura, Bangladesh, Filipina, dan sebagainya. Apalagi tidak lama akan muncul Asean Community,” tutur pria yang meraih gelar Ph.D dari Florida State University, USA, ini.

Pria yang juga bekerja di Chenomics International didukung oleh USAID menegaskan, pentingnya community college dan vocational education perlu dukungan pemerintah daerah. Untuk itu, pihaknya meminta kepada pemerintah provinsi (Pemprov) di Indonesia agar segera berinvestasi menyediakan lahan dan infrastruktur lain untuk pengembangan community college dan vocational education.

Ia menilai, dalam satu hingga dua dekade ke depan, pendidikan Indonesia bergerak menuju perkembangan yang positif. Masdur melihat telah banyak upaya yang dilakukan untuk menuju internationally recognized education. “Sudah banyak prestasi pelajar kita di kompetisi internasional, seperti: olimpiade fisika, matematika, dan sebagainya. Kalau di perguruan tinggi seperti prodi robot dan komputer kita sudah mulai diperhitungkan di level internasional,” urainya.

Saat disinggung mengenai keluarga, bapak tiga anak yang pernah malang melintang bekerja di berbagai kementerian di Indonesia ini memiliki cara yang unik dalam pengelolaan waktu untuk keluarga. Soal profesi, Masdur memanfaatkan kemajuan TI untuk memudahkan pekerjaanya. “Saya memilih jenis pekerjaan yang fleksibel, tidak perlu datang ke kantor tapi bisa di rumah. Jadi, product oriented bukan process oriented,” ungkapnya.

Di tengah-tengah kesibukannya menjadi konsultan untuk beberapa institusi dalam negeri dan internasional, Masdur tetap berprinsip bahwa anak-anak harus mendapatkan bimbingan orang tua. Ia pun selalu mengajarkan kemandirian pada ketiga anaknya. “Anak harus mandiri. Orang sukses itu 70 persen karena life skill bukan karena menghafal matematika, IPA, dan sebagainya,” kata Masdur.

Rekreasi pedagogis menjadi cara Masdur saat menghabiskan waktunya bersama keluarga. Baginya, rekreasi tidak sekadar hiburan semata tetapi harus mendidik. “Kalau rekreasi saya sering ajak anak saya ke toko buku, museum, gallery, production house, masjid-masjid populer di Indonesia. Kalau nonton ya kita nonton National Geographic. Hiburan harus tetap dalam konteks pendidikan,” pungkasnya.[]

Skip to content