Multikulturalisme di Vorstenlanden Menjadi Perbincangan Hangat dalam Seminar Nasional Prodi Ilmu Sejarah FIB UNS

Multikulturalisme di Vorstenlanden Menjadi Perbincangan Hangat dalam Seminar Nasional Prodi Ilmu Sejarah FIB UNS

UNS — Program Studi (Prodi) Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta mengadakan Seminar Nasional bertajuk Multikulturalisme di Vorstenlanden: Masa Lalu dan Masa Kini pada Selasa (25/10/2022). Kegiatan ini diisi oleh tiga narasumber yakni Dekan FIB UNS, Prof. Dr. Warto, M.Hum.; dosen Prodi Ilmu Sejarah FIB UNS, Dr. Harto Juwono, M.Hum.; dan Tokoh Komunitas Indo di Vorstenlanden, Warin Darsono. 

Kegiatan yang dilakukan secara gabungan daring dan luring ini dibuka oleh Wakil Dekan Akademik, Riset, dan Kemahasiswaan FIB UNS, Prof. Dr. Tri Wiratno, M.A. Beliau mengatakan bahwa kegiatan ini sangat penting karena para peserta dapat memahami sisi multikulturalisme di Vorstenlanden. Prof. Tri juga menambahkan bahwa melalui kegiatan ini peserta akan mengetahui perbedaan multikulturalisme dengan multilingualisme. 

“Seminar ini untuk memancing mahasiswa agar mampu mengembangkan pengetahuan” ungkapnya. 

Vorstenlanden terdiri atas empat daerah pecahan Kesultanan Mataram yakni Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman. Keempat daerah ini memiliki multikulturalisme yang tinggi. 

Pembicara pertama, Dr. Harto Juwono menjelaskan tentang Masyarakat Tionghoa di Yogyakarta: Suatu Kajian Memori Budaya. Pemaparan awal beliau menjelaskan tentang pengertian memori budaya. Menurut beliau memori budaya adalah pemahaman yang terbentuk tentang masa lalu yang diturunkan dari generasi ke generasi lewat naskah, tradisi, lisan, monumen, ritual dan simbol. Dr. Harto juga menyinggung tentang makanan khas tionghoa, seperti bakpia. 

“Bakpia itu menurut masyarakat Tionghoa Yogyakarta sering disebut Kue Terang Bulan” jelasnya. 

Sementara itu, Warin Darsono yang masih memiliki hubungan darah dengan Yohanes Agustinus Dezentje, salah satu pengusaha perkebunan di Vorstenlanden asal Negeri Kincir Angin, membahas dengan detail tentang Kaum Indo Eropa dan Kehidupannya. Warin menjelaskan tentang beberapa jejaring pengusaha hasil bumi di Vorstenlanden. Beberapa jejaring tersebut di antaranya keluarga Dezentje, Blommestein, van Braam, MacGylavry, dan Doorepaal. Pemaparan Warin juga membahas tentang kehidupan para keturunan Indo di Indonesia di masa modern. 

Multikulturalisme di Vorstenlanden Menjadi Perbincangan Hangat dalam Seminar Nasional Prodi Ilmu Sejarah FIB UNS

“Orang Indo di Indonesia saat ini berbahasa dan budaya yang gado-gado, kadang menggunakan bahasa Belanda saat bernada tinggi, menggunakan panggilan sinyo dan noni, disiplin waktu, rapi dan bersih, serta ketika liburan mengisi kegiatan dengan berpetualang,” ungkap Warin. 

Prof. Warto sebagai pembicara terakhir membahas tentang Komunitas Arab di Vorstenlanden. Prof. Warto menjabarkan tentang kedatangan awal penduduk Arab di Surakarta yang tidak diketahui secara pasti. Beliau mengatakan bahwa keturunan Arab datang secara bertahap dalam kelompok kecil. Penduduk Arab di Vorstenlanden terbagi menjadi dua golongan: Sayed dan bukan Sayed. 

“Melalui beberapa jaringan integrasi, keberadaan orang Arab dapat diterima oleh penduduk pribumi,” papar Prof. Warto. 

Kuliah Nasional ini dihadiri oleh lebih dari 200 orang peserta yang terdiri atas mahasiswa Prodi Ilmu Sejarah FIB UNS lintas angkatan, dosen, dan umum. Antusiasme perserta terekam dari semangat peserta bertanya pada narasumber. Kegiatan ini ditutup dengan foto bersama antara narasumber dan para peserta. Humas UNS

Reporter: Ida Fitriyah
Redaktur: Dwi Hastuti

Skip to content