Resesi Hantui Indonesia, Pakar Ekonomi UNS Ingatkan Bahayanya

UNS – Pakar ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Suryanto mengingatkan pemerintah akan bahaya resesi yang menghantui Indonesia di akhir kuartal II tahun 2020 ini. Salah satunya adalah kemungkinan negatifnya pertumbuhan ekonomi yang berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran.

“Ancaman resesi ekonomi Indonesia dan resesi ekonomi global adalah nyata. Apabila ekonomi global mengalami resesi maka pasar ekspor akan mengalami gangguan dan giliran berikutnya adalah kebangkrutan dunia usaha serta diikuti oleh PHK besar-besaran. Indikator penurunan investasi masuk ke Indonesia dikhawatirkan juga akan menyebabkan jumlah uang beredar di Indonesia berkurang,” ujar Dr. Suryanto.

Saat dihubungi uns.ac.id, Jumat (17/7/2020), Dr. Suryanto menyebut sejumlah indikator yang menunjukkan Indonesia sedang mengarah ke jurang resesi. Diantaranya, pertumbuhan ekonomi yang negatif pada kuartal II dan tren ekonomi kuartal III dan IV yang sangat bergantung pada kondisi perekonomian global.

Dr. Suryanto mengatakan belum adanya titik terang kapan pandemi Covid-19 akan berakhir, menjadi tantangan berat bagi perekonomian Indonesia di kuartal II tahun ini. Ia mengkhawatirkan hal tersebut membuat perekonomian Indonesia tidak bisa leluasa bergerak.

Untuk mengantisipasi ancaman tersebut, Dr. Suryanto menjelaskan pentingnya usaha pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional bagi masyarakat.

“Kegiatan produksi akan terganggu menyebabkan penurunan pendapatan masyarakat dan apabila pendapatan menurun akan menyebabkan perekonomian menjadi lesu. Indonesia harus memperkuat sektor-sektor primer terutama sektor pertanian untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Dengan kekuatan ekonomi lokal maka masyarakat tidak terlalu bergantung pada ekonomi global,” lanjut Dr. Suryanto.

Selain itu, Dr. Suryanto juga menyebut sejumlah sektor yang kemungkinan merasakan dampak paling signifikan jika resesi benar-benar melanda Indonesia, misalnya sektor jasa pariwisata.

Ia mengatakan keputusan yang diambil pemerintah memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mengakibatkan pariwisata menjadi sektor yang berpeluang terdampak serius. Walau demikian, ada sejumlah sektor yang ia sebut meraup untung di tengah pandemi Covid-19. Misalnya, jasa komunikasi penyedia jaringan, seperti Zoom, Meet, dan Webex.

Mengenai pernyataan Bank Dunia yang menyebut Omnibus Law dapat mendongkrak ekonomi Indonesia di tengah pandemi Covid-19, Dr. Suryanto menerangkan Omnibus Law sifatnya dapat mempermudah perizinan.

Baginya, selama masa pandemi Covid-19, hambatan investor bukanlah karena masalah kemudahan menjalankan usaha tetapi karena ekspektasi investor yang masih ragu kondisi kapan Covid-19 akan berakhir.

Hal lain yang turut dibahas Dr. Suryanto adalah peluang dampak resesi Singapura terhadap Indonesia. Ia mengatakan dampak resesi Singapura tidak akan signifikan. Ini dikarenakan Singapura merupakan negara yang mengandalkan sektor tersier atau jasa dalam perekonomiannya.

“Apabila negara-negara yang selama ini menggantungkan ekonominya pada kegiatan ekspor maka saat ini negara-negara mengalami kesulitan untuk melakukan ekspor karena pasar lesu. Dampaknya Singapura sebagai negara yang mengandalkan dari mengambil jasa juga terpengaruh. Krisis singapura meski berdampak pada ekonomi Indonesia tidak akan signifikan dalam jangka pendek. Struktur perekonomian Indonesia dan Singapura berbeda. Indonesia mengandalkan konsumsi rumah tangga dengan jumlah penduduk 270 juta, sementara Singapura hanya 5,6 juta.” Humas UNS

Reporter: Yefta Christopherus AS
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content