Dilema di Tengah Krisis Bahan Baku Hand Sanitizer di Indonesia

Oleh: Heru Sasongko, M.Sc.Apt / Dosen Sekolah Vokasi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

Indonesia saat ini dirundung penyebaran virus Covid-19 yang sekarang sudah dinyatakan sebagai kasus pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) oleh WHO. Dilansir dari situs https://www.covid19.go.id/ dinyatakan jumlah kasus positif terinfeksi Covid-19 di Indonesia sudah tembus lebih dari 3.500 orang. Jumlah ini dimungkinkan masih terus bertambah, mengingat peta persebaran Covid-19 yang sudah semakin luas di Indonesia. Kondisi tersebut membuat banyak masyarakat khawatir, apalagi di daerah – daerah yang sudah dinyatakan ada kasus terinfeksi Covid-19.

Kasus Covid-19 yang sangat cepat dan pemberitaan media yang masiv diseluruh dunia membuat masyarakat semakin waspada. Dalam kewaspadaan tersebut, masyarakat beramai – ramai untuk melakukan upaya proteksi atau pencegahan salah satunya menggunakan hand sanitizer. Hand sanitizer adalah salah satu antiseptic yang umumnya mengandung alkohol. Organisasi dunia WHO telah mengeluarkan rilis terkait pembuatan hand sanitizer mengandung alkohol 96% atau isopropyl alcohol 99.8%, gliserol 98%, Hidrogen peroksida 3% dan aquadest.

Sebelum kasus Covid-19 muncul, penggunaan hand sanitizer mengandung alkohol sebenarnya lebih banyak digunakan pada fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan klinik. Penggunaan hand sanitizer di rumah sakit merupakan suatu Standar Operasional Prosedur (SOP) agar tidak terjadinya infeksi silang antara pasien, tenaga kesehatan dan pengunjung (keluarga pasien). Namun dengan adanya pandemic Covid-19 memaksa semua lapis masyarakat untuk menggunakan hand sanitizer dimanapun mereka beraktivitas khususnya di fasilitas publik. Jumlah penggunaan yang tinggi membuat permintaan hand sanitizer semakin naik. Tidak banyak perusahaan farmasi yang membuat hand sanitizer di Indonesia, akibatnya barang menjadi langka karena banyaknya permintaan. Hal ini menjadikan ladang bisnis sendiri bagi sebagian masyarakat untuk mencari keuntungan yang besar. Hukum ekonomi mulai berlaku, dimana ada kebutuhan pasti ada permintaan. Ketika permintaan banyak maka harga bisa menjadi lebih mahal dibandingkan dari harga normal sebelumnya.

Produk hand sanitizer resmi yang langka menjadikan masyarakat melakukan upaya produksi sendiri. Peluang ini dilakukan oleh masyarakat karena sudah mengetahui proses dan bahan untuk pembuatannya. Terlebih formula mudah diperoleh melalui internet bahkan BPOM RI telah merilis formula tersebut berdasarkan pada formula dari WHO. Kondisi ini menjadi dilema bagi perusahaan farmasi yang sudah mempunyai izin resmi, disisi lain pemerintah berharap dengan di rilisnya formula maka masyarakat dapat membuat sendiri dan dapat dipergunakan kapanpun. Bahan baku yang mudah didapat dan cara pembuatan yang praktis membuat masyarakat tertarik untuk memproduksinya.

Namun kondisi saat ini ternyata diluar ekspektasi, dikarenakan hand sanitizer yang diproduksi masyarakat malah diperjualbelikan untuk umum. Permintaan yang sangat besar membuat sebagian masyarakat tertarik untuk menjadikan sebagai peluang bisnis. Imbas dari kegiatan ini adalah terjadinya kelangkaan bahan baku. Dengan produksi berbasis home made menjadikan hand sanitizer baru bermunculan khususnya dipasar online. Kelangkaan bahan baku dan permintaan yang tinggi menjadi penyebab kenapa harga semakin melambung dan tidak terkontrol. Kelangkaan terjadi khususnya pada alkohol 96% karena sebagai bahan utama pada pembuatan hand sanitizer. Kelangkaan juga terjadi pada bahan pengemas yaitu botol khususnya yang berbentuk spray (semprot). Kelangkaan alkohol berimbas pada penggunaan di rumah sakit dan klinik. Banyak rumah sakit mengeluh atas kelangkaan alkohol yang selama ini digunakan sebagai antiseptic pada saat operasi maupun tindakan lain.

Kondisi ini harus ada edukasi kepada masyarakat khususnya terkait penggunaan hand sanitizer. Hand sanitizer dengan produksi dan bahan yang tidak standard, bisa berakibat pada tidak efektifnya hand sanitizer tersebut sebagai antiseptic. Apabila tidak efektif maka percuma menggunakan hand sanitizer tersebut. Hal – hal yang mebuat tidak efektif dari penggunaan hand sanitizer adalah kadar alkohol awal yang tidak sesuai standard yaitu dibawah 60% pada saat pembuatan, penyimpanan hand sanitizer dibawah suhu tinggi mengakibatkan alkohol mudah menguap apalagi disimpan pada wadah yang tidak kedap, serta pengenceran yang berlebihan pada hand sanitizer cair mengakibatkan kadar zat aktif menjadi turun.

Hal – hal tersebut dimungkinkan terjadi mengingat sulitnya mencari bahan baku untuk membuat hand sanitizer. Pada produk hand sanitizer berbasis home made tidak ada quality control pada bahan, proses dan produk akhir sehingga kualitas dari produk yang dihasilkan masih dipertanyakan.

Oleh karena itu produk dari industri resmi bisa menjadi pilihan utama bagi masyarakat karena sudah pasti diproduksi sesuai standard yang ditetapkan oleh BPOM RI. Pemerintah juga harus segera turun tangan untuk mengatasi kelangkaan bahan baku dengan membuat skala prioritas terhadap kemudahan memperoleh bahan hand sanitizer khususnya pada sektor industri, rumah sakit maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya. Melakukan pengawasan terhadap harga jual dari kalangan industri sehingga masyarakat lebih mudah dan murah untuk mendapatkannya. (*)

Skip to content