Euforia Webinar dan Kampus Merdeka

Oleh: 

Dimas Rahadian Aji Muhammad

Dosen Fakultas Pertanian (FP), Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

Dalam beberapa waktu terakhir, dunia pendidikan dituntut melakukan adaptasi terhadap perkembangan situasi baik di level nasional maupun internasional. Hal ini terutama terkait dengan munculnya Revolusi Industri 4.0 (RI 4.0) serta kebijakan Merdeka Belajar. Pada Tahun 2018, bahasan mengenai RI 4.0 mulai booming di Indonesia. Secara ringkas, RI 4.0 mencakup sistem Internet of Things (IoT) yaitu sistem yang memiliki kemampuan dalam menyambungkan dan memudahkan proses komunikasi antara manusia dengan perangkat, mesin serta sensor melalui jaringan internet.  Di dalam RI 4.0, keterlibatan Big Data (sistem yang memungkinkan seluruh informasi tersimpan, teranalisis dan terdistribusi di cloud) sangat krusial. Selain IoT dan Big Data, kecerdasan buatan (Artificial Intelligent) merupakan salah satu produk dari RI 4.0. Menghadapi fenomena tersebut, dunia pendidikan dituntut untuk memasukkan konten RI 4.0 di dalam kurikulumnya, baik dari sisi materi maupun dari aspek metode belajar, agar peserta didik siap menghadapi perkembangan jaman yang begitu dinamis. 

Selain RI 4.0, dunia pendidikan kembali harus segera menyesuaikan diri dengan Program Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Tahun 2019. Pada tataran perguruan tinggi, Merdeka Belajar selanjutnya dikenal dengan nama Kampus Merdeka. Salah satu pilar dari empat pilar Kampus Merdeka adalah mahasiswa dapat secara bebas atau merdeka mengambil mata kuliah di Program Studi (Prodi) lain, bahkan perguruan tinggi lain. Belum selesai mempersiapkan diri untuk melaksanakan kebijakan Kampus Merdeka, dunia pendidikan dikejutkan oleh kedatangan pandemi Covid-19. Kondisi ini menyebabkan institusi pendidikan, baik siap atau tidak siap, serta merta merubah proses belajar mengajar menjadi dilakukan secara daring. Pandemi Covid-19 juga menyebabkan fenomena baru di dunia pendidikan, yaitu bermunculannya beragam seminar yang dilakukan secara daring atau dikenal dengan istilah webinar. 

Meskipun tentu saja peningkatan kualitas dan metode belajar mengajar maupun webinar yang dilakukan melalui daring ini harus terus dilakukan supaya pelaksanaannya menjadi lebih baik, pandemi Covid-19 secara tidak disadari telah mempercepat terlaksananya penyesuaian dunia pendidikan dengan tuntutan perkembangan RI 4.0. Namun demikian, selain tantangan peningkatan metode pengajaran secara daring, institusi pendidikan juga masih harus menghadapi tantangan untuk melakukan rekonstruksi kurikulum agar dapat mengimplementasikan kebijakan Kampus Merdeka sesuai arahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Webinar sebagai Media Merdeka Belajar 

Bermunculannya kegiatan webinar pada dasarnya menguntungkan banyak pihak. Bagi peserta, banyaknya webinar yang diselenggarakan memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengakses ilmu yang bermanfaat dari para pakar di bidangnya. Apalagi tercatat sebagian besar webinar dapat diikuti secara gratis oleh peserta, baik penyelenggaraan yang menyediakan e-sertifikat maupun tidak. Bagi penyelenggara, webinar dapat dijadikan sebuah wahana untuk berbagi ilmu yang bermanfaat bagi masyarakat. Penyelenggaraan webinar juga secara strategis dapat digunakan sebagai ajang promosi dan eksistensi sebuah lembaga/institusi penyelenggara. 

Pada konteks Merdeka Belajar, akses ilmu yang luas tersebut sejatinya memberikan “kemerdekaan” bagi mahasiswa untuk mendapatkan ilmu yang menarik dan dibutuhkannya. Dengan kata lain, euforia ini sebenarnya memberikan peluang atau alternatif bentuk baru sebuah implementasi dari kampus merdeka. Perguruan tinggi dapat mengambil manfaat sebesar-besarnya dari momen ini. Namun demikian, untuk menerapkan webinar sebagai bagian dari Merdeka Belajar atau Kampus Merdeka, beberapa penyesuaian perlu dilakukan, baik oleh penyelenggara webinar maupun perguruan tinggi. 

Beberapa penyesuaian yang dapat diusulkan untuk penyelenggara webinar adalah Pertama, penyelenggaraan webinar seyogyanya disertai sertifikat yang menyebutkan jumlah jam pelaksanaan webinar serta topik yang dibawakan oleh setiap pembicara webinar dalam sertifikat tersebut. Kedua, sertifikat yang diterbitkan oleh penyelenggara perlu diberi nomor sertifikat untuk setiap peserta untuk memudahkan administrasi dan pelacakannya. Alternatif lainnya, sertifikat dapat dilengkapi barcode atau QR code yang dapat dipindai dan ditautkan pada website yang berisi daftar nama peserta webinar. Ketiga, penyelenggara webinar seyogyanya juga menyelenggarakan kegiatan atau mengangkat topik yang mempunyai keunggulan komparatif yang spesifik dibandingkan dengan penyelenggara lain, terutama dari institusi/instansi yang sejenis atau sebidang. 

Bagi perguruan tinggi, respon terhadap potensi webinar yang ada harus segera dilakukan. Respon perguruan tinggi yang perlu dilakukan antara lain, pertama, perguruan tinggi perlu segera menyiapkan peraturan yang dapat mengakui keikutsertaan mahasiswa pada sebuah webinar sebagai bagian dari kredit. Sebagai contoh, jika 1 Satuan Kredit Semester (SKS) setara dengan 50 menit tatap muka terjadwal, 50 menit kegiatan akademik terstruktur dan 60 menit kegiatan mandiri, maka 1 SKS setara dengan 160 menit kegiatan belajar per Minggu per semester (1 semester = 16 Minggu), sehingga dalam satu semester mahasiswa harus belajar 2.560 menit atau setara dengan kurang lebih 42 jam. Dengan demikian, jika mahasiswa telah mengikuti webinar secara total sebanyak kira-kira 42 jam, kegiatan tersebut dapat diakui sebagai 1 sks. Kedua, perguruan tinggi perlu segera menyiapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dari rekognisi keikutsertaan webinar. Sebagai contoh, untuk mendapat pengakuan atau rekognisi dari kampus, beberapa persyaratan perlu untuk ditetapkan oleh pihak kampus, yaitu mahasiswa perlu membuat laporan dan rangkuman dari webinar yang diikutinya disertai dengan sertifikat dan flyer dari webinar tersebut. Selain itu mahasiswa juga perlu dibimbing oleh dosen pembimbing (dalam hal ini dapat ditugaskan kepada Dosen Pembimbing Akademik) selama penulisan laporan, dan diuji oleh dosen penguji setelah mendapatkan ijin dari Program Studi (Prodi) atau fakultas. Ketiga, perguruan tinggi perlu menyiapkan instrumen penilaian dari ujian yang dilakukan. 

Demikian, pandemi Covid-19 telah memunculkan euforia dan tradisi baru dalam dunia pendidikan, yaitu penyelenggaraan beragam webinar. Tradisi yang baik ini, menurut penulis, layak untuk dipertahankan. Selain sebagai bentuk akselerasi terhadap pelaksanaan kurikulum RI 4.0, aktifitas virtual tersebut sangat berpotensi untuk mempercepat implementasi kebijakan Kampus Merdeka. Lebih dari itu, di samping sebagai sarana promosi sebuah institusi, webinar sejatinya merupakan sarana efektif sebuah institusi untuk mendorong dan mempercepat tercapainya cita-cita negara yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD ‘45, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. (***)

Skip to content