UNS Tambah Dua Guru Besar Baru Dibidang Ilmu Gizi dan Manajemen SDM

UNS – Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta kembali menambah dua Guru Besar baru. Kedua Guru Besar tersebut adalah Prof. Dr. dr. Yulia Lanti Retno Dewi, M.Si sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Gizi pada Fakultas Kedokteran (FK) dan Prof. Dr. Hunik Sri Runing Sawitri, S.E., M. Si sebagai Guru Besar di Bidang Manajemen Sumberdaya Manusia (SDM) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Prof. Dr. dr. Yulia Lanti Retno Dewi, M.Si  merupakan guru besar ke-202 UNS dan ke-42 di FK. Sedangkan Prof. Dr. Hunik Sri Runing Sawitri, S.E., M. Si merupakan Guru Besar ke-203 UNS dan ke- 14 FEB.

Dalam pengukuhan Guru Besar yang akan dilaksanakan pada Selasa (15/10/2019) di Auditorium G.P.H Haryo Mataram UNS, Prof. Dr. dr. Yulia Lanti Retno Dewi, M.Si akan membacakan pidato pengukuhan dengan judul ‘Kekurangan Iodium Dalam Perspektif Ekologi dan Upaya Penanggulangannya’.

Prof. Yulia mengatakan bahwa  kekurangan iodium merupakan masalah global. Diperkirakan di Indonesia jumlah penduduk yang tinggal di wilayah kekurangan iodium berjumlah 54 juta orang dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah gizi yang telah lama diketahui dan telah dicoba untuk diatasi. Pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1927 telah mulai menggunakan garam beriodium di Hindia Belanda (sekarang Indonesia), tetapi terhenti setelah perang kemerdekaan (Djokomoeljanto et al, 2004). Baru pada tahun 1973 setelah penemuan anak kretin di desa Sengi, kabupaten Magelang oleh Djokomoeljanto, pemerintah menaruh perhatian lebih sungguh-sungguh untuk memberantas GAKI yang pada saat itu lebih dikenal dengan Gondok Endemik. Anak kretin merupakan tanda bahwa daerah itu merupakan wilayah kekurangan iodium berat, meskipun kretin hanya merupakan 1-10% penderita, namun cacat yang ditimbulkan sangat berat, sehingga menjadi beban keluarga dan masyarakat seumur hidupnya. Pada saat itu diperkirakan ada 75.000 anak kretin di Indonesia.

Upaya penanggulangan GAKI di Indonesia meliputi beberapa hal. Diantaranya Suntikan Lipiodol. Mengikuti anjuran Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) penanggulangan GAKI di Indonesia mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Setelah keberhasilan Pharoah melakukan suntikan Lipiodol pada ibu hamil dan wanita usia subur di Papua New Guinea dalam pencegahan lahirnya anak kretin, dimulailah era penggunaan suntikan iodium dalam minyak di Indonesia. Jutaan dosis Lipiodol telah disuntikkan pada ibu hamil, menyusui, dan wanita usia subur di Indonesia dengan biaya sangat besar. Suntikan ini di samping dinilai terlalu mahal, juga dapat menularkan penyakit melalui jarum suntik. Kedua dengan Kapsul iodium (Yodiol). Sejak tahun 1990-an dimulailah penggunaan kapsul iodium dalam minyak yang dibuat oleh PT Kimia Farma dengan bantuan pemerintah Australia, dengan nama Yodiol. Kapsul ini diberikan kepada ibu hamil, menyusui, wanita usia subur, anak SD, dan remaja putri hingga usia 20 tahun. Cakupan kapsul Yodiol tidak pernah dievaluasi dengan benar sampai datang waktunya diganti dengan garam beriodium.

Kemudian ketiga Garam beriodium. Sebetulnya penggunaan garam beriodium untuk menanggulangi GAKI telah dimulai pada tahun 1920-an. Negara yang pertama kali berhasil menanggulangi GAKI dengan garam beriodium adalah Swiss tahun 1924 , kemudian disusul Amerika Serikat tahun 1925. Pemerintah kolonial Belanda sebetulnya telah mulai menggunakan garam beriodium juga, sayang tidak berlanjut.

“Dengan bantuan Bank Dunia, pemerintah Indonesia kembali mengkampanyekan penggunaan garam beriodium (USI) dalam penanggulangan GAKI. Kebijakan ini berlaku sampai sekarang, meskipun banyak hambatan dilapangan,” terang Prof.Yulia saat menggelar Jumpa Pers dengan media, Senin (14/10/2019).

Sementara itu, Prof. Dr. Hunik Sri Runing Sawitri, S.E., M. Si dalam pengukuhan Guru Besar besok akan menyampaikan pidato dengan judul ‘Komitmen Organisasional, Budaya dan Kinerja Karyawan’. Prof. Hunik mengatakan komitmen organisasional dapat dipahami sebagai konstruk unidimensional maupun multidimensional. Terdapat empat pendekatan utama dalam mengonsepkan komitmen organisasional. Pertama yaitu Pendekatan kesikapan. Pendekatan kesikapan merupakan pendekatan paling terkenal dalam mengonseptualisasi komitmen organisasional. Mereka mendefinisikan  komitmen organisasional sebagai kekuatan relatif identifikasi dan keterlibatan individual dalam organisasi tertentu. Kedua pendekatan keperilakuan, merupakan pendekatan yang menekankan pandangan bahwa investasi karyawan (seperti waktu, keakraban, dan pensiun) dalam organisasi mengikat dia untuk menjadi loyal pada organisasinya. Ketiga, pendekatan normatif memandang kesesuaian antara tujuan dan nilai karyawan dan tujuan organisasional membuatnya merasa berkewajiban pada organisasinya. Wiener (1982) mendefinisikan komitmen organisasional ini sebagai totalitas tekanan normatif yang diinternalisasi untuk bertindak dalam cara yang sesuai dengan tujuan dan kepentingan organisasional. Keempat, Pendekatan Multidimensional berkontribusi dalam pendekatan multidimensional ini. Tiga komponen itu adalah komitmen afektif, komitmen keberlanjutan dan komitmen normatif.

“Terdapat perbedaan sifat kondisi psikologis di antara ketiga komponen, yaitu bahwa karyawan mempunyai komitmen afektif karena adanya kesamaan nilai dan tujuan, mendapat imbalan atas kontribusinya atau mendapat sangsi atas kesalahannya,” terang Prof. Hunik.

Oleh karena itu, mereka meneruskan keanggotaannya dengan keterikatan emosional pada, mengidentifikasi, dan melibatkan dalam organisasi karena mereka menginginkannya. Karyawan mempunyai komitmen keberlanjutan karena mereka telah mengeluarkan upaya dan energi untuk organisasi, dan terbatasnya peluang kerja di tempat lain, yang kemudian membuat mereka tetap meneruskan keanggotaannya dengan organisasi karena mereka memerlukannya. Karyawan mempunyai komitmen normatif karena adanya proses sosialisasi yang terinternalisasi dan perasaan wajib untuk membalas jasa organisasi yang telah memberi imbalan melebihi yang diharapkan, yang kemudian menimbulkan perasaan harus tetap bersama organisasi. Humas UNS

Skip to content