Dukung Pengembangan Baterai Litium, Mahasiswi FT Kembangkan Material Katoda LiNMC

UNS – Dalam kehidupan sehari-hari tentu kita sulit untuk dipisahkan dengan baterai. Terutama baterai jenis litium ion yang dapat diisi ulang. Mulai dari peralatan elektronik, seperti ponsel dan laptop sampai kendaraan listrik yang saat ini sedang dikembangkan semuanya membutuhkan baterai jenis ini.

Dibalik banyaknya piranti elektronik yang mengandalkan baterai jenis ini, ternyata terdapat berbagai keunggulan yang membuat baterai litium banyak digunakan. Seperti kapasitas energi yang besar, umur pakai yang panjang, dan stabilitas yang tinggi. Berbagai keunggulan baterai litium ion tersebut pastinya sangat ditentukan oleh jenis dan kualitas dari material katoda. Katoda merupakan komponen utama dari baterai litium.

Pada saat ini, dunia sedang mengembangkan salah satu jenis material katoda. Jenis material katoda yang sedang dikembangkan tersebut adalah LiNMC (Lithium Nickel Mangan Cobalt). Namun sangat disayangkan, sebab hingga saat ini Indonesia masih mengimpor material katoda LiNMC ini.

Dengan melihat kondisi tersebut, tiga mahasiswi Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik (FT) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta melakukan inovasi dalam pengembangan material katoda LiNMC sebagai material utama pembuatan baterai litium. Mereka adalah Khikmah Nur Rikhy Stulasti, Refarmita Nur Halimah, dan Luthfiatul Azizah Aini.

“Proyek ini kami kembangkan guna mendukung pengembangan baterai litium di Indonesia,” tutur Khikmah yang merupakan mahasiswi asal Purwokerto ini.

Berdasarkan penuturan ketiganya, dengan adanya inovasi dalam pengembangan material katoda ini dapat membuka peluang bagi Indonesia untuk dapat memproduksi baterai litium ion (Li-Ion) di dalam negeri.

Tentu apabila hal tersebut dapat terwujud, pastinya akan memberikan banyak kontribusi dalam hal pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.

Baterai Li-Ion yang dibuat dari pokok material tersebut, diharapkan dapat mengikuti tren teknologi yang sudah banyak dikembangkan oleh berbagai negara di dunia, seperti Tiongkok, Korea, Jepang, dan Amerika Serikat. Selain itu, di benua Eropa juga turut mengikuti tren teknologi yang satu ini.

“Selain itu, Indonesia juga kaya akan bahan tambang Nikel. Sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut menjadi bahan yang bernilai ekonomi tinggi yang salah satunya menjadi material katoda LiNMC,” ulas Refarmita.

Berdasarkan kekayaan alamnya, hingga saat ini Indonesia dikenal sebagai negara ekspor nikel. Menurut data dari INSG pada tahun 2013, menunjukkan bahwa produksi nikel dunia paling banyak diserap oleh Tiongkok (51%) dan Eropa (19.5%). Oleh karena itu, dengan adanya pemanfaatan logam nikel sebagai katoda ini dapat mengupayakan peningkatan perekonomian domestik.

“Kami berharap dapat membantu pemerintah dalam  pengembangan teknologi pengolahan bahan tambang melalui teknologi yang sedang kami kembangkan ini,” imbuh Luthfi. Humas UNS/ Yefta

Skip to content