Pakar Filologi Jawa UNS Kaji Serat Cariyos Ringgit Purwa Lampahan Doraweca

UNS – Dosen Program Studi (Prodi) Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Siti Muslifah, S.S., M.Hum, melakukan penelitian terhadap ‘Serat Cariyos Ringgit Purwa Lampahan Doraweca.’

Dalam naskah karya Raden Mas Panji Arja Suparta tersebut diceritakan seorang resi bernama Doraweca yang sedang menggandrungi Sembadra. Dalam pewayangan Jawa, Sembadra adalah istri Arjuna yang juga merupakan ibu dari Abimanyu.

Kepada uns.ac.id, Siti Muslifah yang juga merupakan pakar filologi Jawa dan Wayang Potehi memaparkan isi naskah ‘Serat Cariyos Ringgit Purwa Lampahan Doraweca’ secara detail. Siti Muslifah mengatakan bila naskah tersebut termasuk dalam kategori lakon carangan.

“Naskah ini termasuk kategori lakon carangan dan termasuk ke dalam kategori malih-malihan, perubahan wujud. Lakon carangan adalah cerita wayang yang keluar dari jalur pakem (standar) kisah Mahabarata atau Ramayana. Namun, tokoh dan tempat dalam lakon carangan tetap menggunakan tokoh-tokoh Wayang Purwa,” ujar Siti Muslifah, Senin (24/2/2020).

Dalam penelitiannya terhadap ‘Serat Cariyos Ringgit Purwa Lampahan Doraweca,’ Siti Muslifah menekankan penelitiannya pada segi metafora dan estetika. Keduanya dipilih sebab pada dasarnya karya sastra termasuk manuskrip yang menggunakan bahasa figuratif atau basa rinengga untuk kepentingan estetika/ keindahan dan penuh simbolis.

Saat ditanya mengenai latar belakang ketertarikannya untuk meneliti ‘Serat Cariyos Ringgit Purwa Lampahan Doraweca’, Siti Muslifah, mengatakan bila ia tertarik mempelajari studi Tiongkok. Walaupun naskah tersebut merupakan karya sastra Jawa yang ditulis oleh seorang pengarang Jawa, namun dalam penyelarasan bahasanya ternyata dilakukan oleh orang Tionghoa bernama Babah Ji Sian Ling.

Melalui penelitiannya ini, Siti Muslifah dapat mengungkap nilai-nilai, etika, estetika, pesan moral, dan ajaran dalam naskah tersebut. Lebih lanjut, diketahui juga makna dibalik wayang yang sebenarnya merupakan gambaran riil manusia.

“Hasrat, nafsu berkuasa, menghina orang lain, melupakan jasa orang-orang yang telah berbuat baik, sifat-sifat itu disebut sifat-sifat raksasa yang harus dilebur,” lanjut Siti Muslifah.

Melalui kesempatan tersebut, Siti Muslifah mengatakan bahwa hasrat para filolog muda dipantik untuk lebih dalam menggali serat tersebut dengan bidang kajian berbeda dan hal-hal potensial lainnya

“Bisa dilihat dari bidang linguistik atau kebahasaan dari sisi kajian filologi, dan lain-lain,” ujar Siti.

Kedepannya, Siti Muslifah akan terus melanjutkan penelitiannya tersebut.

“Tidak ada kata selesai untuk penelitian. Penelitian akan terus dilakukan dari berbagai sudut pandang,” tutup Siti Muslifah.Humas UNS/Yefta

Skip to content