Ir. Bambang Pramujo, MT: Lebih Dekat Mengenal Direktur Operasi WIKA

Bambang Pramujo

WIKA itu Indonesia, tidak mengkotak-kotakan. Siapapun yang berprestasi diberi kesempatan maju walaupun itu berasal dari UNS.

Masa kecilnya menjadi saksi pembangunan bendungan besar di Wonogiri. Rasa penasaran terhadap alat-alat berat yang digunakan untuk membangun bendungan besar di tanah kelahiran, membuatnya bermimpi ingin menjadi ahli pembuat bendungan. Ia kini telah menggapai mimpinya, bahkan melampaui batas dari sekedar mimpi menjadi ahli pembuat bendungan.

Ir. Bambang Pramujo, MTSuatu hari menjelang maghrib, salah satu direktur PT Wijaya Karya baru sampai di rumahnya di jalan taman agave, Bekasi. Sambungan telepon Solo – Jakarta membuat sore itu berbeda dari biasanya. Sedikit demi sedikit ia membuka lembar memori puluhan tahun silam saat ia masih menjadi mahasiswa sebuah universitas baru di Solo, Universitas Sebelas Maret (UNS). Tahun 1976 menjadi gerbang Ir. Bambang Pramujo, MT., nama direktur itu,  merengkuh impiannya saat bergabung dengan mahasiswa Teknik Sipil UNS lainnya. Impian menjadi seorang insinyur. Pada saat yang sama UNS sedang berkolaborasi dengan Proyek Bengawan Solo (PBS).

Kenangan dan kedekatannya dengan bendungan besar di Wonogiri, membuat Bambang muda melabuhkan pilihan ke jurusan Hidro Teknik. Sosok bersahaja nan religius ini menamatkan studinya tujuh tahun kemudian. Bukan waktu yang singkat tetapi setidaknya Bambang merupakan bagian dari wisudawan angkatan pertama Fakultas Teknik pada waktu itu. Sebagai lulusan dari universitas baru, tentu tantangan yang dihadapi insinyur Bambang muda berbeda dengan lulusan almamaternya sekarang. “ Emang ada ya UNS itu?,” kekeh Bambang menirukan orang-orang yang mencibirnya dulu.

Saat sedang kuliah, dosen yang menggarap PBS menjanjikan Bambang untuk bisa bergabung  di PBS kelak setelah ia lulus. Kenyataan pernah dijanjikan ikut bergabung dengan PBS nyatanya tidak memberi jaminan kepada Bambang. Setelah melamar, ia tak kunjung mendapat panggilan. Hingga akhirnya, bapak dari dua orang putra ini memutuskan pergi ke Jakarta dan melamar di PT Wijaya Karya. Tak mudah untuk bergabung di perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi ini. Bambang berjuang mengikuti berbagai tahap tes dengan sistem penerimaan yang ketat serta pendaftar yang banyak.

Keberuntungan di pihak Bambang. Ia diterima di WIKA. Disusul kemudian panggilan dari PBS menghampirinya. Ia mantap memilih WIKA. Kemantapannya dibuktikan dengan ia tidak pernah keluar dari WIKA sejak ia diterima. “WIKA itu Indonesia!,” tegas Bambang membagi kisahnya bekerja di WIKA. Pada masa Bambang memulai karir di WIKA, banyak perusahaan yang hanya menerima lulusan dari universitas tertentu. “Dulu banyak perusahaan yang sentris-sentris, seperti ITB sentris, Gajah Mada sentris, Undip sentris, nah bisa dibayangkan bagaimana UNS? Tetapi seperti yang saya bilang, WIKA itu Indonesia, tidak mengkotak-kotakan. Siapapun yang berprestasi diberi kesempatan maju walaupun itu berasal dari UNS,” kenang pria kelahiran Wonogiri, 57 tahun silam.

Kobar api semangat dalam tubuh Bambang memang tak pernah padam. Bambang pribadi pembelajar karena ia yakin, “Di manapun, seharusnya kita bukan menjadi bagian dari masalah tetapi kita harus menjadi jawaban dan solusi. Be part of the solution not be part of the problem!” Prinsip hidupnya semakin mengukuhkan bahwa ia memang patut diperhitungkan. Pengalaman mengerjakan proyek-proyek kecil dalam CV Bhakti Tunggal yang ia buat bersama teman-temannya – termasuk proyek-proyek kecil dalam kampus semasa kuliah – menjadi bekal pembuktian Bambang kepada orang yang selama ini menyangsikannya. Ia semakin mantap melangkah, membuktikan lulusan UNS juga bisa berkarya.

Menurut Bambang, tantangan dalam perjalanan karirnya adalah bisnis itu sendiri. “Bisnis itu naik turun. Kalau dulu WIKA hanya konsentrasi pada pekerjaan sipil, struktur, gedung kemudian kita masuk ke bidang oil and gas,industrial gas, pembangkit-pembangkit,” lebih lanjut Bambang bercerita,” WIKA sudah berbeda jauh sekali dengan WIKA pada waktu saya masuk dulu.” Keuletan dan kerja keras Bambang kini terbayar sudah. Dari enam direktur di WIKA, dua diantaranya lulusan UNS dan tentu saja Bambang Pramujo, si anak yang kepingin jadi ahli bendungan itu termasuk di dalamnya. Memaknai posisinya sekarang, Bambang lebih senang menyebutnya sebagai amanah ketimbang kesuksesan.”Sukses itu relatif, apa yang saya dapat sekarang adalah amanah,” tukas Bambang.

Dalam menjalankan amanah, tentu saja ada peran istri dan keluarga di belakangnya. Alasannya sederhana, “Saya perlu pendamping yang mampu memberikan dorongan semangat di saat kita turun. Tanpa dorongan dari keluarga rasanya mustahil.” Bambang menyadari ia dimiliki banyak orang; istri, anak , lingkungan masyarakat, dan perusahaan. “Membuat blocking waktu kapan harus bersama mereka, alokasikan waktu, serta memanfaatkan feature schedule di handphone,” begitu resep Bambang mengatur jadwal bertemu dengan keluarga. Di balik kesuksesan pria yang meraih gelar magister di Universitas Indonesia ini, siapa sangka ia juga pernah menjadi ketua rukun tetangga di rumahnya.

 “UNS harusnya bisa menjadi universitas pemasok sarjana berkualitas,” pesan Bambang saat ditanya harapan untuk almamaternya di masa yang akan datang. Ia menambahkan, “Suatu saat saya berandai UNS menjadi pusat research, pengembangan dan ilmu pengetahuan.” Bambang merasa penelitian yang dilakukan di kampus-kampus sekarang belum aplicable bagi perusahaan-perusahaan. Ia berpesan,“Jika adik-adik ingin bergabung di WIKA jadilah pribadi yang persistence, learner, adaptable. Tiga karakter yang harusnya juga dimiliki mahasiswa UNS.”

Dengan menyandang gelar insinyur, Bambang Pramujo memang bisa menjadi lebih dari seorang ahli pembuat bendungan. Ia kini menjadi direktur operasi di sebuah perusahaan besar dan ternama. Kisah suksesnya memang manis dan inspiratif. Siapa saja ingin mengikuti langkahnya. Namun, sebelum mengikuti langkahnya, ingat bahwa ia tidak pernah main-main dengan cita-cita. [*]

Skip to content